Zero Pertambangan, Dosen Fakultas Hukum UBB Nilai Perlu Pendekatan Preventif Lintas Sektor
Dosen Fakultas Hukum UBB, Dwi Haryadi mengatakan, agar mampu menjadikan suatu daerah zero tambang dibutuhkan pendekatan preventif lintas sektor.
Penulis: Cepi Marlianto | Editor: M Ismunadi
BANGKAPOS.COM, BANGKA – Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB) Dwi Haryadi mengatakan, agar mampu menjadikan suatu daerah zero tambang dibutuhkan pendekatan preventif lintas sektor.
Pasalnya berbicara tentang tambang timah ilegal maka di sana bersinggungan antara kepentingan ekonomi hingga lapangan pekerjaan yang sempit.
“Kemudian keterbatasan keahlian dan pendidikan masyarakat, persoalan lingkungan, regulasi yang berubah ubah, kepentingan politik, pengawasan yang belum optimal, dan lain sebagainya,” kata dia kepada Bangkapos.com, Jumat (1/7/2022) malam.
Dwi Haryadi menilai, dalam konteks kebijakan kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan, terdapat dua pendekatan yaitu penal atau hukum pidana dan non penal atau non hukum pidana.
Dari kedua pendekatan tersebut, yang dinilai paling efektif dan dapat diprioritaskan yakni non penal yang sifatnya preventif. Terutama dalam bentuk pembinaan, dan atau usaha pendidikan non formal lainnya.
“Artinya yang diatasi adalah faktor-faktor penyebab kejahatan itu sendiri,” beber Dwi Haryadi.
Di samping itu ungkapnya, untuk mencapai zero tambang memang butuh waktu dan jelas tidak bisa instan karena harus melibatkan lintas sektor. Mengatasi TI ilegal bukan sekedar tanggung jawab penegak hukum, namun semua pihak harus dilibatkan terlebih jika ingin mengambil langkah-langkah preventif dari hulu hilir tambang.
Maka dari itu perlunya mengurai persoalan praktik-praktik tambang tanpa izin, yang selama ini belum maksimal penanggulangannya.
“Semua stakeholder mengambil kebijakan strategis sesuai fungsinya,” ucapnya.
Kendati demikian kata Dwi Haryadi, terkait kemiskinan, ekonomi, lapangan pekerjaan, pengawasan tambang, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) kerusakan lingkungan, konflik tambang dan lain-lain yang menjadi ujung pangkal.
Namun untuk mendesain tata kelola tambang yang di level praktis sudah menjadi rahasia umum ada yang tanpa izin. Maka dari itu untuk mengatasi hal itu harus dikeroyok bersama.
“Masalah tambang tanpa izin jelas harus dikeroyok semua stakeholder terkait, baik itu pemerintah, penegak hukum, swasta dan masyarakat itu sendiri,” tukas Dwi Haryadi. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)
