Harga Sawit

Perkiraan Pemerintah Tak Terbukti, Harga TBS Sawit Justru Makin Anjlok

Seorang petani sawit mandiri di Bangka Belitung membandingkan harga 1 kg TBS sawit tidak cukup untuk membeli satu butir permen kojek.

Editor: fitriadi
Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani
Petani sawit di Bangka Belitung mengumpulkan hasil panen TBS sawit di kebun. Seorang petani sawit mandiri di Bangka Belitung membandingkan harga 1 kg TBS sawit saat ini tidak cukup untuk membeli satu butir permen kojek. 

Sementara, ucap Piter, di sisi harga petani turunnya harga CPO langsung berdampak harga TBS yang turun karena sempat adanya larangan ekspor. Hal tersebut menyebabkan sulitnya harga kembali naik.

Menurut Piter, dengan situasi saat ini tidak ada yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Fenomena tersebut dinilainya alami dan penyesuaian harga akan terjadi tetapi butuh waktu.

"Yang perlu dipahami. Bagi Indonesia lebih menguntungkan harga CPO yang tinggi ketimbang harga minyak goreng yang murah. Sayangnya pandangan ini tidak populer," tutur Piter.

Piter mengatakan, harga CPO yang tinggi, bersama-sama tingginya harga komoditas lainnya, sejauh ini membantu Indonesia bertahan ditengah gejolak ekonomi global.

"Negara-negara maju terancam krisis sementara ekonomi Indonesia relatif aman dan diyakini bisa tetap tumbuh positif," terang Piter.

Sejak Presiden Jokowi mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada 23 Mei lalu, harga TBS sawit petani terus mengalami penurunan yang sangat drastis.

Sebagai contoh, untuk periode II Januari 2022, harga TBS sawit umur 3 tahun Rp 2.471,25 per kg dan untuk sawit umur 25 tahun Rp 2.953,19 per kg.

Sementara saat ini harga TBS turun ke bawah Rp1.000 per kg, di mana per 26 Juni 2022 harga TBS di 10 provinsi wilayah anggota SPKS berkisar Rp 500-Rp 1.070 per kg.

Luhut Diminta Bertanggung Jawab

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus meminta Menko Marves Luhut Panjaitan agar bertanggung jawab soal anjloknya harga TBS sawit dan Crude Palm Oil (CPO).

“Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab,” kata Deddy dalam keterangannya, Jumat (8/7/2022).

Deddy berpendapat bahwa anjloknya harga TBS sawit petani itu adalah akibat kerusakan rantai pasok terkait moratorium ekspor, mekanisme perizinan ekspor (PE) yang memakan waktu, kebijakan distribusi minyak goreng serta tingginya beban pungutan ekspor dan flusing out.

“Kekacauan itulah yang menyebabkan harga TBS petani hancur dibawah kewajaran.Jadi jangan cari kambing hitam soal Ukraina sebab harga ke-ekonomian TBS dan CPO itu ambruk karena kapasitas tangki yg overload shgg tidak mampu menampung TBS dan siklus CPO nya tidak bisa berjalan normal,” katanya.

Deddy menjelaskan di saat demand global menurun nyaris 30 persen harga TBS dan CPO tetap rontok di bawah harga keekonomian.

“Kenapa? Karena rantai pasok komoditas tersebut tersendat,” ujarnya.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved