Berita Pangkalpinang
Ternyata Dua Kota Ini Penyumbang Inflasi Terbesar di Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), tercatat sebagai daerah tertinggi ketiga tingkat inflasi di Indonesia, yaitu berada pada angka 7,77 persen
Penulis: Cepi Marlianto |
BANGKAPOS.COM, BANGKA – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), tercatat sebagai daerah tertinggi ketiga tingkat inflasi di Indonesia, yaitu berada pada angka 7,77 persen. Peringkat ini di bawah Provinsi Jambi yang berada pada kisaran angka 8,55 persen dan Sumatera Barat 8,01 persen. Sedangkan Provinsi Riau 7,04 persen dan Aceh 6,97 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Budi Widihartanto mengatakan, tingginya inflasi di daerah ini hingga mencapai 7,77 persen didukung oleh dua komponen sampel inflasi yang terjadi. Terutama inflasi yang ada di Kota Pangkalpinang, Bangka dan Tanjung Pandan, Belitung.
“Tentunya salah satu komponen terbesarnya ada di Kota Pangkalpinang dan di Kota Tanjung Pandan. Karena cuma dua kota perhitungan inflasi di Kepulauan Bangka Belitung,” kata dia kepada Bangkapos.com, Rabu (24/8/2022).
Kata Budi terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya inflasi di Bangka Belitung. Pertama, yakni karena tingginya jumlah uang beredar. Ada sebuah keterkaitan antara jumlah uang yang beredar, dengan harga-harga barang. Jika jumlah barang tetap tetapi jumlah uang yang beredar lebih banyak, maka harga akan menjadi mahal.
Hal ini efek beberapa harga komoditas yang sempat memiliki nilai jual yang tinggi beberapa waktu lalu. mulai dari harga timah hingga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Maka dari itu untuk mengatasi ini, masyarakat perlu bijak dalam berbelanja kebutuhan.
“Orang Bangka Belitung Banyak uangnya karena ada tambang timah, sawit dan macam-macam. Tentunya harapannya bijak dalam belanja, sesuai kebutuhan. Jangan sesuai keinginan, ini untuk mengurangi tekanan inflasi di daerah,” jelas Budi.
Di samping itu lanjut dia, penyumbang tingginya inflasi pada tahun ini di Bangka Belitung adalah biaya transportasi udara. Angkutan udara memberi andil bulanan sebesar 0,662 persen, seiring kenaikan jumlah penumpang. Dari 7,77 persen inflasi, angkutan udara menyumbang kenaikan sekitar 3 persen.
Secara spasial, kedua kota sampel mengalami inflasi yakni Kota Pangkalpinang tercatat inflasi sebesar 1,01 persen month to month (mtm) atau bulan ke bulan setelah pada bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,22 persen (mtm). Inflasi Pangkalpinang ini didorong oleh kenaikan indeks harga komoditas angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bahan makanan seperti bawang merah dan cabai merah.
Sedangkan Kota Tanjungpandan mengalami inflasi sebesar 1,12 persen (mtm) atau bulan ke bulan setelah sebelumnya tercatat mengalami deflasi sebesar 0,03 persen (mtm). Selain itu, ada harga bahan bakar minyak (BBM) dan kondisi geopolitik turut menimbulkan efek cukup besar.
“Nah selebihnya adalah inflasi pangan contohnya dari cabai itu 1,05 persen kontribusinya, dan bawang merah 0,76 persen. Selebihnya ada nasi dan lauk ya itu yang di restoran dan di warung dijual, karena banyak permintaan orang datang ke Bangka Belitung yang menyebabkan harga juga naik,” jelasnya.
Bagi daerah perkotaan ujar Budi, harus ada langkah struktural dan langkah jangka pendek yang sifatnya quick wins atau langkah inisiatif untuk mengatasi inflasi. Hal ini supaya sampai air Tahun 2022 ini angka inflasi tak bertambah.
Setiap daerah harus saling bekerja sama untuk menurunkan inflasi ini. Bank Indonesia sendiri telah menggandeng beberapa daerah dan distributor untuk mendatangkan komunitas penyumbang inflasi tertinggi. Mulai cabai dan bawang merah yang didatangkan dari Brebes dan Pematang Siantar.
Kepala daerah juga harus pandai berinovasi mengadakan lomba ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di tingkat kecamatan atau kelurahan untuk menanam tanaman hortikultura seperti sayuran dan cabai sehingga kebutuhan di rumah bisa terpenuhi.
Hal ini menimbulkan efek cukup tinggi, supaya tidak terjadi tekanan tinggi di pasar, terutama pasar penyumbang inflasi yang didata oleh BPS. Upaya ini bisa dilakukan pemerintah kota, kalau daerahnya tidak ada lagi lahan.
“Operasi pasar juga dilakukan, karena sudah ada arahan dari Kemendagri. Karena Anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk itu, karena urusan inflasi pangan urusan masyarakat banyak. Kalau tinggi terus bisa menimbulkan gejolak sosial,” kata Budi. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)
