Segini Ganti Rugi Warga Pulau Rempang yang Tak Mau Pindah, Bahlil Jelaskan Perhitungan Pemerintah

Ganti rugi warga Pulau Rempang yang tak mau pindah mencapai ratusan juta rupiah dan terdiri dari sertifikat, rumah, dan uang selama proses pemindahan.

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: fitriadi
Tribun Batam
Potret massa Pulau Rempang mendatangi kantor BP Batam, Rabu (23/8/2023). Pengembangan kawasan Pulau Rempang jadi polemik dan sempat kisruh. Kawasan ini diketahui dikembangkan PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Arta Graha milik Tomy Winata 

Ketiga pulau ini letaknya sangat strategis karena berada di Selat Malaka.

Pada awalnya, Barelang digadang-gadang bisa menyaingi Singapura sebagai pusat perdagangan dan industri, meski dalam perkembangannya kawasan ini justru malah menjadi pendukung dan pelengkap penggerak ekonomi Singapura.

Agar pengelolaannya bisa lebih profesional, pemerintah pusat memutuskan membentuk Otorita Batam yang terpisah dengan pemerintah daerah, kini berubah menjadi BP Batam.

Badan inilah yang kemudian mengelola kawasan Batam dan pulau sekitarnya, termasuk Pulau Rempang.

Dibandingkan Pulau Batam yang ekonominya tumbuh pesat, perkembangan Rempang dan Galang memang lebih lambat.

Namun kedua pulau ini mulai menggeliat terutama sejak dibangun Jembatan Barelang pada 1998.

Awal mula konflik Pulau Rempang

Konflik lahan di Pulau Rempang mulai terjadi pada tahun 2001.

Kala itu, pemerintah pusat dan BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada perusahaan swasta.

HPL itu kemudian berpindah tengan ke PT Makmur Elok Graha.

Praktis masalah status kepemilikan lahan masyarakat yang sudah terlanjur menempati di kawasan tersebut semakin pelik.

Sementara masyarakat nelayan yang puluhan tahun menempati Pulau Rempang sulit mendapatkan sertifikat kepemilikan lahan.

Konflik lahan memang belum muncul kala itu hingga beberapa tahun kemudian, karena perusahaan menerima HPL belum masuk untuk mengelola bagian Pulau Rempang.

Konflik mulai muncul saat pemerintah pusat, BP Batam, dan perusanaan pemegang HPL PT Makmur Elok Graha mulai menggarap proyek bernama Rempang Eco City, proyek yang digadang-gadang bisa menarik investasi besar ke kawasan ini.

Mengutip Antara, Menko Polhukam Moh. Mahfud MD menegaskan kasus di Rempang itu bukan penggusuran, tetapi pengosongan lahan, karena hak atas tanah itu telah diberikan oleh negara kepada entitas perusahaan sejak 2001 dan 2002.

“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang. Itu Tahun 2001, 2002,” kata Mahfud MD. Namun pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved