Presiden Jokowi Ingatkan BEM UGM yang Nobatkan Dirinya sebagai Alumni Paling Memalukan : Boleh Saja

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan BEM UGM tentang etika dan sopan santun terkait penobatan diriniya sebagai alumni paling memalukan.

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: fitriadi
kolase Tribun Jogja/ Kompas.com
Kolase foto Jokowi dan momen BEM UGM menobatkan dirinya sebagai alumni paling memalukan 

BANGKAPOS.COM -  Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan BEM UGM tentang etika dan sopan santun terkait penobatan diriniya sebagai alumni paling memalukan.

Namun, menurut Jokowi, penobatan tersebut boleh-boleh saja dalam proses demokrasi.

Demikian kata Jokowi menanggapi penghargaan alumnus terburuk yang diberikan kepadanya oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) baru-baru ini.

Menurut Jokowi, boleh-boleh saja pendapat seperti itu disampaikan.

Namun, Kepala Negara pun mengingatkan soal sopan santun dalam menyampaikan pendapat.

"Ya itu proses demokrasi, boleh-boleh saja," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di kawasan Rumah Pompa Ancol Sentiong, Jakarta Utara, Senin (11/12/2023) dikutip dari Kompas.com.

"Tapi perlu saya juga mengingatkan kita ini ada etika sopan santun ketimuran," tegaskan.

Seperti diketahui Jokowi adalah alumnus Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980.

Jokowi dinyatakan lulus dari UGM pada tahun 1985, sesuai ketentuan dan bukti kelulusan yang dimiliki oleh UGM.

Adapun penobatan Jokowi sebagai alumni paling memalukan disematkan BEM KM UGM di sela acara diskusi publik darurat demokrasi bersama Serikat Merdeka Sejahtera (Semesta) di bundaran UGM, Jumat (8/12/2023).

Menurut Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor, penobatan ini sebagai wujud kekecewaan mahasiswa UGM pada Jokowi.

Masih banyak sekali permasalahan fundamental yang belum terselesaikan, padahal sudah hampir dua periode Jokowi memimpin di Indonesia.

Mulai dari kasus korupsi, kini pimpinan KPK yang notabene merupakan garda terdepan pemberantasan korupsi, malah justru menjadi pelaku kriminal.

Kemudian revisi undang-undang ITE soal kebebasan berpendapat yang dinilai sangat mempermudah para aktivis untuk dikriminalisasi.

Belum lagi soal konstitusi. Para hakim Mahkamah Konstitusi terbukti bermasalah dalam sidang MKMK.

Hal ini menjadi gerbang bukti empiris bahwa kenyataannya MK memang tidak independen.

Apalagi dengan kedekatan personal antara keluarga Jokowi dengan Hakim Anwar Usman.

Serentetan persoalan tersebut, menjadikan Indeks demokrasi Indonesia dinilai semakin menurun.

"Kita merasa sudah tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan Presiden Jokowi sebagai alumnus paling memalukan," kata Gielbran.

Baca juga: Biodata Lengkap Gielbran Muhammad Noor Ketua BEM UGM, Nobatkan Jokowi Jadi Alumnus Paling Memalukan

Penobatan Jokowi sebagai alumnus UGM paling memalukan ini disimbolkan dengan pemasangan baliho bergambar wajah Jokowi.

Baliho berukuran cukup besar sekira 3x4 meter ini menggambarkan bagaimana Jokowi dalam dua fase.

Dua fase yang dimaksud adalah Jokowi mengenakan almamater UGM berikut caping berpadu dengan Jokowi memakai jas dan mahkota raja.

Baliho tersebut terpasang di 3-4 titik di seputar kampus UGM.

Selain itu, wajah Jokowi dalam bentuk topeng juga dihadirkan dalam kursi kosong di diskusi tersebut.

Di akhir acara, panitia menyerahkan kajian berikut sertifikat alumnus paling memalukan kepada manipulasi Jokowi yang diperankan oleh perwakilan massa.

Nantinya sertifikat dan kajian itu bakal dilayangkan melalui Pos ke Istana Presiden.

Menurut Gielbran, Joko Widodo tidak mencirikan lagi nilai-nilai UGM.

Jokowi di akhir masa pemerintahan justru menghendaki perpanjangan kekuasaan laiknya seorang raja Jawa. Tanpa memperhatikan nilai etik.

"Belum lagi bicara dinasti politik beliau, yang jelas terpampang di depan mata kita," ujarnya.

"Sehingga saya rasa seperti tadi tidak ada momentum selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumnus paling memalukan," imbuhnya.

Mimbar diskusi publik di Bundaran UGM ini menghadirkan narasumber Aktivis Hak Asasi Manusia, Fatia Maulidiyanti dan akademisi sekaligus peneliti Hukum Tata Negara Indonesia, Dr. Zainal Arifin Mochtar.

Diskusi ini juga menghadirkan koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tahun 2010-2016, Haris Azhar.

Respons Istana

Sebelum Jokowi memberi taggapan langsung, istana juga telah menanggapi akis BEM UGM ini.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyebut kritik adalah hal yang wajar dalam demokrasi.

"yang namanya kritik, yang namanya pujian dan kepercayaan (trust) terhadap penyelenggara negara adalah hal yang wajar," kata Ari kepada media, Sabtu (9/12/2023).

Menurut dia, dalam penilaian terhadap kinerja, maka akan selalu ada pihak yang puas dan tidak puas.

Ari kemudian meminta untuk melihat survei terhadap Jokowi.

"Dalam menilai kinerja pemerintah, juga ada yang tidak puas, dan ada yang puas atau bahkan ada yang sangat puas. Coba cek saja penilaian lembaga-lembaga survei terhadap kinerja Presiden. Juga bisa cek aktivitas Presiden yang lebih sering turun ke lapangan, mendengarkan suara masyarakat," ucapnya.

Ari juga menyebut upaya membangun opini di tengah kontestasi pemilu merupakan hal yang wajar.

Hanya saja opini itu perlu diperkuat dengan argumentasi fakta dan bukti.

"Upaya menarik perhatian, membangun opini di tengah kontestasi politik (pemilu) dengan kepentingan politik elektoral juga sah-sah aja. Tapi semua opini itu harus diuji dengan argumentasi, dengan fakta, dengan bukti," ujarnya.

Kata dia, semua kritik dan pujian yang ada selalu menjadi vitamin bagi pemerintah, khususnya Jokowi, guna meningkatkan kerja.

"Semua input, baik pujian ataupun kritik, akan selalu menjadi 'vitamin' untuk meningkatkan kinerja pemerintahan sehingga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," ujarnya. (Wartakota/kompas.com/ kompas.tv/ bangkapos.com/ Dedy Qurniawan)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved