Berita Pangkalpinang

Perludem Waspadai Mobilisasi Pemilih Ketika KPPS tak Netral dan Dalam Tekanan

Mobiliasi pemilih sangat rentan terjadi ketika petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tak netral dan dalam tekanan.

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: Evan Saputra
Tribunpontianak.co.id/ka/net
Ilustrasi Pemilu 2024-Mobiliasi pemilih sangat rentan terjadi ketika petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tak netral dan dalam tekanan. 

BANGKAPOS.COM--Data menjadi satu di antara titik rawan dalam pelaksanaan pemilihan umum.

Mobiliasi pemilih sangat rentan terjadi ketika petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tak netral dan dalam tekanan.

Kahfi Adlan Hafidz, peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu memerhatikan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Pasalnya jika tak diperhatikan, hal ini akan menjadi masalah saat hari pemungutan suara yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024 nanti.

"KPU harus betul-betul memperhatikan pencatatan DPTb dan DPK ini. Sebab ini akan berdampak pada ketersediaan surat suara. Ini belum lagi kita bicara TPS khusus di lingkungan kampus dan perusahaan-perusahaan on-site seperti tambang dan kebun," katanya.

Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) adalah pemilih yang telah terdaftar dalam DPT di suatu TPS yang karena keadaan tertentu pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain.

Sementara itu Daftar Pemilih Khusus (DPK) adalah warga yang belum terdaftar baik itu di DPT dan DPTb. DPK disebut sebagai pemilih yang tidak terdata dalam DPT dan DPTb, tetapi punya hak untuk memilih.

Mereka mencoblos pukul 12.00-13.00 WIB dengan membawa KTP-el ke TPS sesuai alamat pada KTP-el.

Kahfi Adlan Hafidz mengatakan DPK akan menjadi sangat krusial dibanding DBTb ini.

"Kalau saya melihatnya, DPTb ini justru bisa mengkualifisir pemilih mana yang memang tidak bisa mencoblos di domisili dan pemilih mana yg memang dimobilisir, sebab sudah dicatat sejak awal. Justru yang jadi potensi masalah ada di DPK, karena bisa mencoblos menggunakan KTP tanpa terdaftar di DPT," katanya.

Oleh sebab itu, peluang-peluang itu menjadi titik rawan kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

"Ini sangat rawan mobilisasi pemilih besar-besaran untuk memenangkan kelompok politik atau paslon tertentu. Apalagi misalnya ada tekanan kepada KPPS untuk membiarkan mereka mencoblos tanpa melihat sisa surat suara yang ada," ujarnya.

Menurut Kahfi Adlan Hafidz, diklat dan bimtek yang intensif penting untuk KPPS agar kecurangan bisa dicegah.

"Ini penting agar KPPS bisa punya standing yang jelas ketika menerima atau menolak pemilih DPK. Di samping itu, KPPS juga harus dibekali buku panduan yang isinya bisa betul-betul clear menjelaskan tiap jenis daftar pemilih," kata dia.

Menurut Kahfi Adlan Hafidz, jika petugas KPPS melihat ada mobilisasi atau semacamnya, KPPS bisa menolak dengan alasan ketercukupan surat suara.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved