Pemilu 2024

TPN Akan Gugat Hasil Pilpres ke MK, THN AMIN Temukan Dugaan Kecurangan di 36 Provinsi

Dugaan pelanggaran dan manipulasi suara Pemilu yang digelar pada Rabu (14/2/2024) terjadi pada Pilpres maupun pemilihan legislatif.

Editor: fitriadi
Bangkapos.com/Cici Nasya Nita
Pintu Tempat pemungutan suara (TPS) 007 di Arung Dalam, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sempat ditutup saat perhitungan surat suara Pemilu 2024, Rabu (14/2/2024). 

“Dan kami berpendapat bahwa ini sangat tidak sehat dan sangat tidak fair dan mengancam pemilu dan pilpres yang jurdil,” tegasnya.

Lebih lanjut, Todung mengatakan pihaknya akan melaporkan dugaan kecurangan dalam penggunaan Sirekap. “Baik ke KPU dan Bawaslu,” ujar pengacara tersebut.

“Kami minta kepada Bawaslu untuk melakukan investigasi terhadap hal ini supaya kita tidak dicurangi supaya publik juga tidak dicurangi dan Bawaslu sebagai lembaga yang fungsinya melakukan pengawasan punya kewajiban untuk melakukan investigasi,” imbuhnya.

Setelah melakukan investigasi, Bawaslu juga harus memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran dalam penggunaan Sirekap tersebut.

“Ini poin-pon yang saya ingin tekankan sebagai satu hal yang sangat serius yang mengancam integritas pemilu. Walaupun kami tahu bahwa yang mengikat, yang official dalam penghitungan suara pemilu, pilpres itu adalah penghitunagn manual yang dilakukan oleh KPU yang makan waktu paling lambat 20 Maret diumumkan,” pungkas Todung.

Dalam kesempatan yang sama, Politikus PDIP Aria Bima menyoroti berbagai kecurangan yang terjadi selama Pilpres 2024.

Dia bahkan menyebut tak perlu ada Pemilu jika kecurangan seperti politisasi pengurusan sertifikat hingga bansos terus terjadi.

“Saya kira tidak perlu lagi adanya Pemilu kalau pelaksanaannya semacam ini. Dan apakah ini menjamin pada pilkada? Enggak perlu ada Pilkada, cukup kepala desa ditakut-takuti dana desanya, suruh cari suara saja,” kata Aria Bima.

Aria menyebut capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD sejak awal sudah mendaftarkan tim kampanye, menyiapkan visi dan misi serta berkampanye.

“Dan kami sangat yakin pasangan kami adalah pasangan yang paling tepat untuk memimpin Indonesia,” tegas dia.

Namun, harapan ini berubah setelah berbagai kecurangan terjadi dan seakan diorkestrasi.

“Dari politisasi bansos, politisasi diskon pupuk, politisasi pengurusan sertifikat, penekanan kepada aparat desa, keterlibatan oknum-oknum aparat yang tak netral kemudian belum lagi money politic, manipulasi suara,” ungkap Aria.

“Terus untuk apa kampanye, untuk apa debat? Untuk apa tim narasi, tim substansi, tim para intelektual kita kan kumpul untuk menulis pertanyaan-pertanyaan. (Berarti, red) itu tidak ada artinya semua pada saat diclosing dengan berbagai tindakan-tindakan yang di luar prinsip-prinsip etika kita berdemokrasi,” sambungnya.

Lebih lanjut, Aria menilai proses yang berjalan setelah pemilu ini harus menjadi perhatian semua pihak. Apalagi, terjadi sejumlah anomali seperti yang disinggungnya.

“Perlu saya tekankan kembali, kita demokrasi ini kita kawal dengan benar supaya konsolidasi pemimpin yang demokratis. Nah, saya melihat suatu anomali-anomali yang itu membuat kita menjadi bangsa yang mundur dari aspek kita berdemokrasi,” pungkasnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved