Bangka Pos Hari Ini

Jadi Guru Ngaji Biar Tak Sepi, Lansia di Babel Butuh Perhatian

Tok Azwar menjadi potret kehidupan lansia di Babel. Setidaknya ada ratusan ribu lansia yang tercatat di data BPS Provinsi Kepulauan Babel.

Editor: M Ismunadi
Bangkapos.com
Bangka Pos Hari Ini, Senin (3/6/2024). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Langkah kakinya mantab saat menyambut tamu di teras rumah kontrakannya di Kelurahan Padang Mulia, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (1/6).

Pria 64 tahun itupun semringah seakan Bahagia mendapat tamu di rumah yang sudah ditempatinya lebih dari lima tahun tersebut.

Tok Azwar, begitu dia biasa disapa. Di usianya yang sudah lanjut, Tok Azwar masih mengais rezeki.

Namun bukan pendapatan untuk kehidupan sehari-hari yang jadi tujuan utamanya.

Dia lebih suka bertemu banyak orang dan bisa bercerita di sela aktivitasnya sehari-hari.

“Kerja pun sekadarnya bai (saja-red), untuk makan aja. Soalnya kalau nyari uang terus juga untuk apa. Kupikir-pikir aku ini cari uang untuk siapa,” kata Tok Azwar kepada Bangka Pos, Sabtu (1/6).

Tok Azwar menjadi potret kehidupan lansia di Babel. Setidaknya ada ratusan ribu lansia yang tercatat di data BPS Provinsi Kepulauan Babel pada tahun 2022.

Di hari Lansia Nasional ke-28 pada Rabu (29/5) kemarin, sebagian dari mereka terpaksa hidup sendiri seperti Tok Azwar.

Tak hanya sendiri, Tok Azwar juga tinggal di rumah yang bukan miliknya tapi merupakan rumah kontrakan.

Setidaknya Tok Azwar sudah tinggal sendiri selama tujuh bulan terakhir.

Dia baru saja ditinggal istri kedua yang meninggal dunia karena sakit asam lambung yang sudah akut.

Sebelum menikah lagi sekitar lima tahun yang lalu, Tok Azwar juga didahului istri pertama yang meninggal dunia karena sakit.

“Sedih lah kalau ku merenung itu, barulah 5 tahun nikah sama istri yang kedua ini, belum banyak kebahagiaannya, tapi udah ditinggal,” ucap Tok Azwar.

Karenanya Tok Azwar kerap merenung sembari mengingat kehidupannya yang lalu. Bahkan di sela aktivitasnya sehari-hari, dia sering berhenti sejenak dan terpikir tentang hidupnya.

Tak ingin larut dalam kesedihan, Tok Azwar berusaha menyibukkan diri. Sehari-harinya, Senin-Jumat, dia bekerja sebagai petugas kebersihan di DLH Bangka Tengah. Tok Azwar juga berkeliling memungut botol plastik dan sampah plastik yang bisa dijual.

“Di situlah kadang-kadang ketemu orang, berkisah kan. Soalnya kalau di rumah bingung mau apa,” kata dia.

Tidak cukup sampai di situ, Tok Azwar secara sukarela menjadi guru ngaji bagi anak-anak di sekitar kampungnya di waktu selepas magrib. Meski tidak rutin setiap hari, total ada belasan anak-anak, remaja dan orang dewasa yang belajar ngaji di rumah Tok Azwar.

Hal inilah yang juga menjadi pengobat rasa sepi Tok Azwar yang biasa dipanggil Pakwo (sebutan Paman dalam bahasa Bangka-red) oleh para tetangganya ini. Di akhir pekan, dia juga sesekali dikunjungi anak tirinya yang tinggal di Pangkalpinang. Terkadang pria yang dikaruniai anak dari istri pertama ini yang datang berkunjung ke Pangkalpinang.
“Itulah yang masih bikin aku semangat hidup ini,” tegasnya.
 
Kembali merokok
 
Serupa dirasakan Hasan (82), yang tinggal di Desa Air Mesu, Kecamatan Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah. Selain bekerja sebagai penjual atap rumbia, ayah enam anak itu berusaha mengusir sepi merokok. Kebiasaan merokok kembali dilakukan Hasan setelah istrinya meninggal dunia sekitar lima tahun yang lalu.

"Jadi buat menenangkan pikiran, atok ngerokok lagi, setidaknya ada teman kalau lagi tidak ada kerjaan. Kalau masih ada orang rumah dulu, atok tidak ngerokok, sejak istri meninggal baru atok ngerokok lagi," kata Hasan saat ditemui Bangka Pos di kediamannya, Jumat (31/5).

Sedikit berbeda dengan Tok Azwar, Hasan masih ditemani seorang anaknya. Namun, anak pertama Hasan mengalami gangguan jiwa dan lebih banyak beraktivitas di kebun yang ditanami 40 batang sawit.

"Anak atok semuanya ada enam. Satunya meninggal, empatnya sudah berkeluarga. Tinggal si Rudi (anak pertama) yang memang agak kurang, mungkin bisa dibilang stres dari dia masih muda dulu," kata Kakek Hasan.

Sehari-harinya Hasan membuat atap rumbia yang biasa dijualnya seharga Rp200 ribu per bundel yang berisi belasan keping atap rumbia. Di usia senjanya, dia juga tak lagi mencari daun rumbia yang menjadi bahan utama pembuatan atap tersebut. Hasan membeli dauh rumbia dari mereka yang lebih sering ke hutan untuk mendapatkannya.

“Kalau dulu, cari daun sendiri. Tetapi kalau sekarang juga sudah mulai susah cari daunnya, tidak macam dulu. Jadi atok lebih banyak beli, satu apit daunnya itu Rp30 ribu," ujarnya.

“Dulu juga kerja nyetak batako tapi, atok sudah tidak kuat lagi. Ini pun kaki atok lagi ngilu kalau jalan. Sudah setahun ini ngidapnya, mungkin faktor umur juga," lanjut Hasan sambil bercanda.

Tak hanya itu, Kakek Hasan menyebut, akhir-akhir ini tangannya juga sering bergetar dan sudah tidak stabil lagi saat memegang benda.

"Tangan atok sekarang ini juga sering getar, kalau sekarang megang piring, sering tangannya getar, tidak tahu atok kenapa," ujar kakek Hasan.

Walaupun kadang merasakan sakit di beberapa bagian kaki dan tangannya, Kakek Hasan justru mengaku bersyukur karena masih bisa bekerja dan produktif di hari tuanya.

"Tetapi daripada kita duduk-duduk, lebih baik kerja kan. Alhamdulillah, dari situ bisa dapat penghasilan, atok pun jadinya bisa gerak-gerak, daripada banyak tidur," ucapnya.

Selain itu, Kakek Hasan juga masih terbilang kuat, mengingat di umurnya sekarang masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari seorang diri tanpa dibantu orang lain.

"Alhamdulillah selama ini apa-apa atok sendiri yang lakukan. Bangun pagi, shalat, masak nasi, beli lauk, jam 8 malam lah tidur. Kalau demam paling atok berobat ke apotek tidak jauh dari rumah," ucapnya.

Hasan turut mengaku terkadang juga ada dari anak atau keluarganya yang berkunjung ke rumahnya, baik untul bersilahturahmi ataupun sekedar menjenguk dirinya yang sudah susah untuk berjalan jauh.

"Kadang dari anak-anak ada yang ke rumah, memang mau lihat atok. Dari adik-adik atok juga ada yang jenguk, biasanya sebulan sekali. Tetapi kalau sehari-harinya kakek memang lebih banyak sendiri" ujarnya.

Sementara itu, meski tergolong ke dalam penerima layak bantuan sosial, diketahui Hasan juga masih jarang mendapatkan bantuan baik itu dari pemerintah maupun pihak swasta. Meskipun begitu, dirinya juga tak terlalu ambil pikir dan tidak memaksa untuk diberikan bantuan.

"Paling ada lah kadang-kadang, tetapi jarang. Cuma atok juga tidak minta, kalau memang dikasih baru atok terima," katanya.

Alih-alih memikirkan hal tersebut, Hasan justru lebih senang apabila rumahnya ramai didatangi sanak keluarganya yang berkunjung. Dengan begitu, kata Kakek Hasan, dirinya lebih merasa nyaman dan dapat mewarnai hari tuanya dengan hal yang menyenangkan bersama keluarga dan cucu-cucunya.

"Senang kalau ada keluarga datang, apalagi cucu. Rumah kan jadi ramai, lebih nyaman saja rasanya," pukasnya. 

619 Lansia Tinggal di Panti
 
Masyarakat Indonesia baru saja memperingati Hari Lansia Nasional ke-28 yang jatuh pada Rabu (29/5) kemarin. Berbicara lansia, tidak semuanya bernasib baik atau menghabiskan hari tuanya Bersama anak dan cucu. Sebagian dari mereka terpaksa hidup sendiri dan hanya dikelilingi tetangga. Bahkan ada yang menetap di panti atau Yayasan sosial karena alasan tertentu.

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dyah Yuni Utari, menyebutkan ada sebanyak 619 lansia yang saat ini beraktivitas di panti atau yayasan sosial. Berdasarkan undang-undang, mereka yang didefinisikan Lansia adalah penduduk yang usianya di atas 60 tahun.

"Total ada sekitar 619 lansia yang beraktivitas di panti ataupun yayasan sosial. Baik itu menetap atau tidak menetap. Jadi untuk lansia, baik dinas sosial provinsi maupun kota, itu menanganinya terkait lansia yang terlantar," kata Dyah kepada bangkapos.com, Kamis (30/5).

Dyah menjelaskan, dikatakan lansia tersebut terlantar adalah apabila lingkungan dan keluarganya sudah tidak bisa lagi mengurusi dirinya, baik itu secara fisik maupun finansial.

"Kalau terlantar itu adalah ketika lingkungan atau keluarganya tidak bisa lagi mengurus atau memenuhi kebutuhan dasar si lansia tadi.

Diketahui dinas sosial kabupaten mengurusi terkait lansia terlantar yang ada di luar panti, sedangkan dinas sosial provinsi mengurusi terkait lansia terlantar yang ada di dalam panti.

"Kalau kabupaten, lansia terlantar tadi tetap berada di keluarga atau lingkungannya. Namun karena kebutuhan dasarnya tidak bisa dipenuhi, maka bisa dibantu oleh pemerintah kota.

Tetapi kalau untuk di provinsi, itu khusus untuk kasus dimana kebutuhan dasar si lansia tadi tidak terpenuhi, dan lingkungannya juga sudah tidak bisa lagi mengurusinya, maka si lansia tadi akan ditaruh di panti," terangnya.

Sementara itu, terkait kebutuhan dasar yang dimaksudkan Dyah dalam hal ini adalah seperti kesehatan, makanan, dan pakaian. "Biasanya lansia terlantar itu adalah mereka-mereka yang memang sudah sakit atau terbatas mobilitasnya. Lansia tidak produktif kalau kami bilangnya," ucap Dyah.

Dyah menuturkan, kurang lebih ada sebanyak 9 panti atau yayasan yang menampung para lansia yang sudah tergolong ke dalam lansia terlantar tersebut.

"Untuk yang memang akan ke panti, nanti lansia ini akan diarahkan ke panti yang ada di kabupaten kota masing-masing. Ada 5 di Babel ini. Juga ada yang namanya Lembaga Kesejahteraan Sosial Lansia atau LKS Lansia. Mereka ini semacam yayasan lah kita bilang, ada 4 di Babel,” katanya.

Meskipun di Babel sudah memiliki sejumlah panti lansia. Namun di lain sisi, dirinya justru bersyukur, karena perhatian terhadap lansia di Babel sendiri masih terbilang baik dan masih memegang nilai-nilai timur dari budaya masyarakat melayu sendiri.

"Tetapi karena di Babel kita ini masih erat dengan budaya melayu, budaya timur, jadi lansia itu tidak serta merta ditaruh di panti. Artinya, alhamdulillah masyarakat masih care, keluarga masih ada rasa malu kalau sampai orang tuanya ditaruh di panti," ujarnya.

Namun begitu, dirinya juga tak menampik, bahwa dengan semakin berjalannya nilai-nilai tersebut bisa saja semakin terkikis, dan bahkan bisa hilang dari anak cucu ke depan.

"Tapi nilai-nilai ini kan semakin bergeser seiring waktu. Sehingga pemerintah harus siap apabila ke depan akan ada lansia-lansia yang sudah tidak bisa diterima keluarganya tadi," sebutnya. (u2/x1)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved