Tribunners
Menyoal Netralitas ASN Menjelang Pilkada Serentak
Aparatur sipil negara sudah seharusnya memiliki sikap imparsialitas dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayanan masyarakat.
Oleh: Jhodie Faja - Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran
KLIMAKS dari demokrasi merupakan pemilihan umum, di mana masyarakat dapat memilih seseorang yang mencalonkan dirinya sebagai wakil masyarakat atau pemimpin masyarakat di masa yang akan datang. Sebelumnya, masyarakat Indonesia telah melewati tahapan pemilu 2024, di mana masyarakat dapat memilih individu yang bertugas mewakili masyarakat/anggota legislatif dan pemimpin negara atau presiden dan wakil presiden. Tak berselang lama, masyarakat juga akan kembali ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak yang dimiliki guna memilih pemimpin di tingkat daerah (gubernur, bupati, dan wali kota).
Sejalan dengan Pemilu 2024 yang telah berhasil diselenggarakan, terdapat isu yang selalu hangat menjelang dilaksanakannya proses pesta demokrasi, berupa netralitas aparatur sipil negara (ASN). Netralitas para ASN ini dapat menjadi salah satu faktor dalam terselenggaranya pemilu/pilkada yang ‘LUBERJURDIL’ sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi “Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil”. Lebih lanjut, netralitas ASN juga diharuskan karena posisi ASN sebagai birokrat/pelayan dari masyarakat yang sudah sepatutnya untuk bersikap netral dan tidak memihak kepada golongan mana pun demi terciptanya sebuah tata kelola pemerintahan yang baik.
Netralitas ASN diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 9 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”. Berdasarkan isi pasal tersebut sudah dapat disimpulkan bahwasanya ASN harus terlepas dari berbagai intervensi politik yang hanya menguntungkan kelompok/golongan tertentu. Dengan kata lain, ASN haruslah mengutamakan kepentingan publik demi menciptakan pelayanan yang optimal bagi masyarakat. Lebih lanjut, dalam Pasal 2 juga ditekankan mengenai asas ‘Netralitas’ yang memiliki arti bahwasanya ASN harus bersikap adil dan tidak memihak pada kepentingan mana pun.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 280 Ayat 2 huruf (f) juga melarang diikutsertakannya ASN dalam kegiatan kampanye politik. Pelarangan ini dimaksudkan agar ASN dapat fokus memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat dan tidak mencederai sebuah proses demokrasi dengan memihak kepada salah satu calon peserta pemilu. Pasal 282 dan 283 juga menjelaskan lebih jauh terkait larangan bagi ASN untuk tidak membuat keputusan dan melakukan tindakan yang dapat menguntungkan/merugikan salah satu peserta pemilu. Pasal ini sudah jelas menunjukkan dan memberikan sebuah kejelasan mengenai keharusan seorang ASN dalam bersikap netral.
Isu netralitas ASN ini menjadi penting untuk dikaji agar menjadi sebuah refleksi di masa yang akan datang, bahwasanya ASN sering kali digunakan sebagai alat untuk memuluskan kepentingan politik atau oknum dari ASN tersebut yang melihat kontestasi pemilu/pilkada sebagai ajang untuk mencari pamor demi kepentingan pribadi, berupa promosi jabatan misalnya. Hal ini juga selaras dengan kiasan fork barrel atau politik gentong babi (Stein and Bickers, 1995: 121), kiasan ini memberikan sebuah arti yang merujuk pada pemberian atau penyaluran dana kepada pemilih sebagai imbalan/apresiasi atas dukungan politik yang sudah diberikan.
Dalam konteks ASN, oknum pejabat sering kali melakukan intervensi dan menggunakan para ASN untuk mendistribusikan dana publik kepada masyarakat dengan harapan dapat menarik atau memperoleh dukungan politik dari masyarakat (strategi ini acapkali digunakan oleh oknum petahana). Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan netralitas dan integritas seorang ASN, maka dari itu perlu adanya sebuah metode pengawasan yang sangat ketat guna meminimalisasi hal demikian guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap instansi publik dan terciptanya demokrasi yang sehat.
Aparatur sipil negara sudah seharusnya memiliki sikap imparsialitas dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayanan masyarakat. Maksud imparsialitas di sini merupakan sebuah sikap yang objektif, tidak bias, tidak memihak, bebas dari intervensi mana pun, bebas dari konflik kepentingan, dan bersikap adil.
Tak hanya ASN, pihak lain seperti Bawaslu selaku badan yang mengawasi proses berjalannya pemilu juga memiliki andil yang besar dalam menciptakan ASN netral dan berintegritas tinggi. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dapat melakukan upaya preventif seperti pemberian edukasi dan pemahaman kepada ASN terkait pentingnya netralitas dalam mengawal proses demokrasi. Dilanjutkan dengan proses pengawasan Bawaslu terhadap para ASN, dan diakhiri dengan proses penindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh ASN, terkhusus mengenai netralitas itu sendiri.
Sudah seharusnya birokrasi dilepaskan dari jeratan-jeratan intervensi politik dan hanya berfokus kepada pelayanan yang optimal kepada masyarakat, guna meminimalisasi terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini juga demi terciptanya sebuah tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, konsep ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan istilah AUPB atau Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik sendiri memiliki 8 asas yang dijadikan landasan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, seperti kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Berdasarkan asas pemerintahan yang baik tersebut ditekankan mengenai asas kepentingan yang berorientasi umum atau tidak berpihak kepada kelompok atau golongan mana pun. Sejalan dengan pentingnya netralitas ASN dalam menyambut proses demokrasi seperti pemilu ataupun pilkada serentak yang akan segera diselenggarakan.
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan uraian di atas ialah pentingnya sikap netral yang harus selalu ditunjukan oleh ASN agar selalu fokus dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sikap netralitas ini juga penting selalu ditunjukkan agar tidak mencederai proses demokrasi yang berlangsung, netralitas birokrasi atau ASN ini juga dirasa penting agar menjaga kemurnian hasil dari sebuah kontestasi pemilu/pilkada. Ditutup dengan pernyataan Prof. Mahfud MD (1987: 69) yang berbunyi, “Salah satu persoalan besar bangsa ini dalam kehidupan bernegara adalah persoalan netralitas pegawai negeri, karena secara teoretis sulit ditemukan landasan yang dapat memberikan alasan pembenar bagi dimungkinkannya pegawai negeri untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik praktis”. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.