Tribunners

Pinjaman Uang Kuliah    

Rasanya sangat tidak pantas mahasiswa berhenti atau terganggu studi hanya karena terintimidasi secara psikologi bunga pinjol dan tagihan yang besar

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Dr. Bramastia, M.Pd. - Pemerhati Kebijakan Pendidikan, Dosen Pascasarjana FKIP UNS Surakarta 

Oleh: Dr. Bramastia, M.Pd. - Pemerhati Kebijakan Pendidikan, Dosen Pascasarjana FKIP UNS Surakarta

PENULIS miris rasanya saat mengikuti kabar, ada mahasiswa membayar cicilan uang kuliah melalui skema cicilan pinjaman online (pinjol). Kalau mau berpikir, apakah tidak ada jalan yang lebih layak membantu para mahasiswa yang kesulitan dalam membayar cicilan uang kuliah? Pertanyaan ini begitu mendasar karena orang tahu, bahwa skema pinjol tentu bukan pilihan yang baik dan tepat bagi mahasiswa untuk mencicil atau melunasi uang kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa. 

Mengingat pinjol selama ini banyak dikeluhkan masyarakat karena tingginya bunga yang dibebankan. Dengan demikian, tidak sedikit masyarakat terjerat pinjol dan belakangan tidak sanggup mengembalikan pinjaman yang sudah dilakukan. Demikian pula di kalangan mahasiswa, banyak mahasiswa yang kini juga terjerat akan pinjaman yang dilakukan melalui pinjol tertentu. Lantas, bagaimana mengurai dan mencari solusi atas kesulitan mahasiswa saat ini berkenaan dengan pembayaran uang kuliah?

Ironi pendidikan

Adalah wajar bila kemudian muncul penolakan mahasiswa terhadap skema pinjol yang digunakan mencicil pembayaran uang kuliah. Mahasiswa menolak, lantaran skema pinjol dipakai untuk membayar uang kuliah bisa berpotensi membahayakan mahasiswa, sekalipun dari mahasiswa program pascasarjana di kelak kemudian hari. Ancaman yang nyata, ketika mahasiswa tak sanggup membayar pinjaman tersebut, maka studi di kampus pasti akan terganggu karena tersita dengan persoalan bunga utang. 

Artinya, fenomena pinjol sudah masuk kampus merupakan fenomena yang tidak baik meskipun dimanfaatkan untuk membayar uang kuliah. Realitas tersebut sangat disayangkan sekali dan seharusnya pihak kampus atau pemerintah memiliki solusi lain. Rasanya perlu mempertanyakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen atau sekitar Rp660 triliun selama ini. Dengan demikian, perlu diadakan review kembali tentang struktur dan formula anggaran pendidikan 20 persen atau sebesar Rp660 triliun ke mana saja sampai skema pinjol bisa masuk ke mahasiswa.

Anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari negara semestinya bisa dialokasikan untuk membantu mahasiswa yang tidak mampu agar tak terjerat pinjaman yang memberatkan. Mengingat beban pengembalian pinjaman online, sangat mungkin mengganggu psikologi mahasiswa ketika ditagih pihak pinjol yang mengakibatkan studi mahasiswa menjadi terganggu. Apalagi model penagihan pinjol yang acapkali menimbulkan persoalan baru.

Mengenai pinjaman yang memberatkan karena beban bunga, sebetulnya juga sudah disinggung dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pada pasal yang mengupas mengenai Pemenuhan Hak Mahasiswa, yaitu pasal 76, ayat 1 dan ayat 2 jelas-jelas negara semestinya hadir guna memenuhi hak mahasiswa. Misalnya, pada Pasal 76 ayat (1) bahwa “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak Mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik”.

Bahkan secara rinci, pada ayat (2) menyebutkan bahwa pemenuhan hak Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberikan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, bantuan atau membebaskan biaya pendidikan dan atau pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan atau setelah memperoleh pekerjaan. Regulasi ini memberikan ruang bagi pemerintah berkreasi dan mencari solusi bagi pendanaan mahasiswa yang kesulitan uang kuliah.

Artinya, sudah jelas bahwa pemerintah harus menjamin mahasiswa kurang mampu untuk menyelesaikan studi sesuai peraturan akademik. Pemenuhan hak mahasiswa bisa dilakukan dengan berbagai cara. Sekalipun ada mahasiswa yang terpaksa melakukan pinjaman, pinjaman yang diterima dari pemerintah, pemerintah daerah maupun perguruan tinggi diberikan pinjaman dana tanpa bunga. Dengan demikian, pemerintah perlu memperlebar lagi ruang-ruang yang meringankan mahasiswa saat mahasiswa kesulitan dengan uang kuliahnya.

Munculnya kasus mahasiswa tidak sanggup membayar uang kuliah dan memilih pinjol untuk mencicilnya, mengundang keprihatinan bagi dunia pendidikan. Para tokoh yang peduli pendidikan prihatin dengan kondisi tersebut. Negara seperti abai dan tidak mau hadir, saat para mahasiswa yang menjadi warga terdidik penerus bangsa ini, terganggu studinya lantaran terganjal masalah keuangan. Sekalipun skema pinjol hanya diperuntukkan bagi mahasiswa profesional dan mahasiswa lain yang berinvestasi menunjang karier dalam pekerjaan, namun tetap saja pembiayaan kuliah melalui pinjol memberatkan.

Pemerintah semestinya tidak tinggal diam saat melihat mirisnya pengelolaan dana pendidikan di negara ini. Fenomena mahasiswa tak mampu membayar uang kuliah tentu tidak hanya satu atau dua kasus, namun bisa jadi masih banyak puluhan hingga ratusan kasus tersebut tersebar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Bila tidak ingin dianggap abai, sebetulnya banyak instrumen yang bisa dipakai pemerintah membantu pembiayaan mahasiswa. Hal ini sekali lagi menyangkut soal keseriusan pemerintah. Meskipun ditawarkan beberapa opsi pemecahan, jika pemerintah terus melakukan pembiaran, maka sebaik apa pun solusi ditawarkan akan tetap menjadi ironi pendidikan. 

Skema baru

Bahkan muncul masukan, mengapa dana abadi yang digagas pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berkolaborasi dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tidak berjalan efektif. Ketika dana abadi diberikan ke Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) mengapa tidak dilebarkan sayapnya ke status perguruan tinggi negeri lain dan bahkan swasta? Bukankah lebih bermanfaat bagi mahasiswa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa?

Mengingat dana abadi kampus yang selama ini ada untuk meningkatkan fasilitas pengajaran maupun penelitian hingga menjadi perguruan tinggi kelas dunia, tidak mampu menjamah persoalan ke tingkat dasar. Ketidakmampuan mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu membiayai studinya, barangkali dianggap kasus yang tidak begitu strategis. Padahal sudah jelas-jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada Pasal 76 bahwa pemerintah wajib membantu mahasiswa kurang mampu. 

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved