Tribunners

Ketika Guru Madrasah Swasta Mencari Keadilan

Aksi ribuan guru madrasah swasta (30/10/2025) di depan kawasan Monas merupakan perjuangan guru-guru madrasah swasta untuk mengubah nasib mereka

Editor: suhendri
Dokumentasi Syamsul Bahri
Syamsul Bahri, S.Pd.I. - Kepala MTs Al-Hidayah Toboali, Bangka Selatan 

Oleh: Syamsul Bahri - Kepala MTs Al-Hidayah Toboali

BEBERAPA tahun yang lalu, penulis mendapat pertanyaan lewat aplikasi WhatsApp dari teman satu angkatan waktu kuliah. Pertanyaan yang dilayangkan apakah saya sudah diangkat sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau setidaknya sudah masuk database untuk diangkat menjadi pegawai pemerintah tersebut. Sambil sedikit terkejut, saya jawab bahwa saya belum mendapat kesempatan untuk bergabung ke keluarga PPPK itu.

Spontan teman saya itu kaget, saya mengetahui dia kaget dari intonasi suaranya yang tiba-tiba berubah. “Yang benar saja kawan?” dia bertanya dengan nada yang masih kaget. Saya menjelaskan bahwa saya tidak berbohong. Keheranan teman saya masih kentara dari statement-nya. Dia heran kenapa saya belum bisa ikut tes PPPK bahkan tidak masuk database, padahal dia sudah dinyatakan lulus PPPK, yang membuat dia tidak habis pikir karena kami lulus di tahun yang sama waktu kuliah dan menjadi honorer juga secara bersama-sama.

Akhirnya benang merah permasalahan tersebut kami temukan. Tempat mengabdi kami yang jadi problemnya. Teman saya itu mengabdi sebagai honorer di instansi pemerintah. 

Dari hal di atas dapat disimpulkan adanya diskriminasi aturan yang diterapkan, karena adanya klausal yang menyatakan bahwa peserta yang boleh mengikuti seleksi PPPK adalah honorer/pegawai yang mengabdi di instansi milik pemerintah. Artinya bagi yang mengabdi di lembaga swasta yang dikelola masyarakat otomatis termarginalkan. Dan itu terbukti dengan adanya beberapa teman saya yang meskipun sudah lama mengabdi di lembaga swasta tidak mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi pada seleksi menjadi ASN PPPK. Sementara itu, teman yang baru mengabdi di lembaga milik pemerintah dengan mudah mengubah statusnya menjadi PPPK. Aturan tadi yang menjadi dinding penghalangnya.

Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tidak ada hal dimaksud di atas, karena menurut peraturan pemerintah tersebut PPPK itu merupakan pegawai pemerintah yang memenuhi syarat tertentu, serta diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas jabatan pemerintahan.

Dan di Pasal 16 diperinci lagi bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK untuk JF dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a). usia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 1 (satu) tahun sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; b). tidak pernah dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih; c). tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, PPPK, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta; d). tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis; e). memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan; f). memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan; g). sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan jabatan yang dilamar; dan h). persyaratan lain sesuai kebutuhan jabatan yang ditetapkan oleh PPK.

Disparitas eksekusi di lapangan

Jika melihat kilas balik diadakannya PPPK tujuannya adalah untuk merekrut pegawai yang memiliki pengalaman kerja, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, serta mengatasi kekurangan aparatur sipil negara (ASN). PPPK awalnya diprioritaskan untuk tenaga honorer, terutama yang telah lama mengabdi, sebagai solusi atas penghapusan tenaga honorer. Namun, akhirnya kebijakan itu telah berkembang dan kini kesempatan untuk mendaftar PPPK juga terbuka untuk pelamar umum. Mekanisme perekrutannya pun berubah, di mana mengharuskan semua pelamar mengikuti tes yang ketat.

Perubahan kebijakan di atas membuat tujuan awal diadakannya PPPK menjadi bias. Dengan adanya kebijakan tersebut membuat kesempatan honorer yang sudah senior makin sempit, karena mereka harus bersaing dengan pelamar yang masih mudah dan memiliki ilmu yang masih fresh. Mereka hanya menang dari senioritas saja, namun dari segi yang lain jelas tertinggal jauh. Di sinilah letak disparitas eksekusi perekrutan PPPK. Ini tentunya bukan masalah kecemburuan atau hendak menutup kesempatan yang lebih muda, hanya saja komposisi dan proporsionalnya perlu ditinjau ulang sehingga harus dapat ditentukan mana yang menjadi prioritas mana yang harus menunggu.

Restorasi kebijakan PPPK

Aksi ribuan guru madrasah swasta (30/10/2025) di depan kawasan Monumen Nasional merupakan perjuangan guru-guru madrasah swasta untuk mengubah nasib mereka. Aksi yang diikuti ribuan guru madrasah itu mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan guru honorer di madrasah swasta.

Di antara tuntutannya adalah pengangkatan PPPK/ASN bagi guru madrasah swasta, sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan status kepegawaian guru-guru madrasah, pengakuan masa kerja inpassing dan pembayaran TPG terhutang, sebagai bentuk keadilan bagi guru-guru madrasah yang telah lama mengabdi bertahun-tahun, dan pembukaan kembali proses inpassing sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dan meningkatkan kesejahteraan guru.

Ketua Umum Punggawa Guru Madrasah Nasional Indonesia (PGMNI), Heri Purnama, menegaskan bahwa aspirasi mereka sederhana, tetapi penting, yakni menuntut kesetaraan perlakuan antara guru madrasah dan guru di sekolah negeri. Lebih lanjut ia menyebutkan, aksi ini menjadi puncak dari rangkaian pengaduan yang sebelumnya telah mereka sampaikan ke DPR, Kementeraian Agama, Kementerian PAN-RB, hingga Badan Legislasi. (Kompas.com, 30/10/2025).

Penulis menangkap suatu pesan dengan adanya aksi tersebut, para guru madrasah swasta berharap adanya perubahan regulasi tentang mekanisme pengangkatan PPPK untuk guru dan pegawai di madrasah swasta. Bahkan bukan ditinjau ulang, tetapi akan lebih baik kebijakan itu dirombak ulang.

Semoga dengan adanya “protes” dari guru-guru madrasah swasta tersebut, pemerintah akan terbangun dari tidurnya selama ini dan pemerintah sadar bahwa masih ada yang harus diayomi dan diberikan keadilan. Dan keadilan untuk guru-guru madrasah swasta dapat terwujud. Semoga. (*)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved