Tribunners

Jangan Dinormalisasikan Kata “Anjir”

Kata “anjir, anjay, njir, anying, bjir” dan sejenisnya adalah sebuah plesetan yang populer di media sosial dengan makna buruk, yaitu “anjing.”

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Aruna Asista - Dosen MKWU Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung 

Oleh: Aruna Asista - Dosen MKWU Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

KATA “anjir” sering digunakan generasi saat ini dalam tuturan sehari-hari. Namun, sudahkan kita memahami makna kata tersebut? Sebelum lebih lanjut memahami apa makna kata “anjir,” kita harus mengetahui terlebih dahulu baik dan buruknya kata-kata yang keluar dari alat ucap kita, jangan terbawa tren atau ikut-ikutan tanpa mengetahui makna suatu kata.

Akhir-akhir ini penggunaan kata “anjir” makin dinormalisasikan oleh manusia sebagai makhluk sosial yang aktif melakukan komunikasi antarsesama. Kata “anjir” adalah salah satu kata yang paling sering digunakan dalam berbagai situasi dan tempat tuturan. Tren ini sangat buruk sekali dampaknya bagi siapa saja yang menuturkannya. Perihalnya, “anjir” adalah sebuah kata dengan makna yang buruk dan tidak beretika.

Saat bertutur penting sekali bagi kita untuk memastikan lawan bicara tidak merasa risih akan setiap kata yang keluar dari mulut kita. Hal ini sejalan dengan istilah ‘lidah tidak bertulang’ yang mana lidah merupakan senjata paling tajam untuk melukai hati seseorang baik disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, memastikan setiap kata yang kita gunakan adalah baik, dengan cara mencari informasi makna kata yang sedang tren tersebut.

Kata “anjir, anjay, njir, anying, bjir” dan sejenisnya adalah sebuah plesetan yang populer di media sosial dengan makna buruk, yaitu “anjing.” Dalam hal ini, berarti kata anjir adalah sebuah umpatan. 

Parahnya kata “anjir” sering digunakan banyak orang dari berbagai kalangan umur, mulai dari anak SD, SMP, SMA, mahasiswa, dan masyarakat lainnya tanpa rasa ingin tahu apa maknanya. Sayangnya, banyak orang yang tidak tahu bahkan sudah tahu tetapi tetap menggunakan kata tersebut dalam setiap tuturnya. Seringnya umpatan tersebut digunakan pada setiap tuturan sehingga selalu bahkan tidak sengaja terselip
dalam setiap tuturan.

Terkait dengan pemahaman masyarakat pada kata “anjir” ini sebenarnya dapat dimaknai hal lain bagi penggunanya, yaitu kecenderungan penggunaannya untuk mengekspresikan keterkejutan, kekesalan, atau
untuk menunjukkan kekaguman dan pujian, (Fadhilah, dkk: 2025).

Memaknai sebuah kata yang dasarnya adalah buruk, maka akan menghasilkan tuturan yang buruk juga. Salah satu persyaratan sebuah kata dapat diterima oleh KBBI adalah eufonik atau sedap didengar. Apakah kata “anjir” yang dasarnya plesetan dari kata “anjing” ini sedap didengar?

Sekarang, kamu sudah tahu maknanya, jangan dinormalisasikan, ya. Ingat, adab dulu sebelum ilmu. Akhlak dan adab baik manusia itu dibentuk dari perkataan dan berbuatan yang baik pula. Generasi yang kaya bahasa tidak berasal dari orang yang sering mengumpat. (*)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved