Tribunners
Fenomena Tongkrongan Anak Muda di Warkop: Ketergantungan Game Online dan Abaikan Interaksi Sosial
Rasanya bukan sebuah pilihan yang tepat, tongkrongan di warung kopi apabila datang hanya untuk bermain game online atau media sosial semata
Oleh: Erik Juliawan, S.Sos. - Alumnus Prodi KPI IAIN SAS Babel
WARUNG kopi (warkop) di Indonesia berkembang dengan cukup pesat, salah satunya di daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Memang perlu diapresiasi warung kopi kini telah banyak menyajikan berbagai ruang kenyamanan tersendiri, mulai dari cita rasa serta dukungan fasilitas yang lengkap sebagai tongkrongan.
Maka tak heran, hampir seluruh warung kopi selalu dipenuhi orang, entah itu hanya sekadar membeli kopi atau menjadikan titik pertemuan untuk bersilaturahmi, rapat dan berdiskusi, termasuk membahas hal politik ataupun tempat bersantai sembari menikmati secangkir kopi.
Dalam tulisan Raja Faidz el Shidqi berjudul "Dialektika Peradaban di Warung Kopi" yang terbit di media online kumparan.com tahun 2021 yang lalu, diceritakan bahwa di abad ke-15, Mark Pandergrast menjelaskan di dalam buku Uncommon Grounds: The History of Coffee and How it Transformed Our World (2010) bahwa kopi telah menjadi minuman sehari-hari orang kaya di Yaman dan sekitarnya sehingga punya ruangan khusus buat menikmati kopi, dan bagi yang uangnya pas-pasan mereka akan ngopi di kaveh kanes atau kedai-kedai kopi. Dan pada saat itu kedai-kedai kopi sering diisi oleh orang-orang yang dihiasi dengan perbincangan-perbincangan terkait persoalan sekitar dalam masyarakat hingga perbincangan yang bertema politik.
Begitu pun tongkrongan anak muda di warung kopi telah menjadi fenomena yang umum di Indonesia, terutama dikalangan gen Z. Maraknya aktivitas ini pun sudah menjadi salah satu kegiatan tren yang sangat disukai para anak muda karena menawarkan suasana yang unik dan nyaman sebagai tempat ideal untuk bersantai, bekerja, atau bahkan bertemu dengan teman-teman.
Namun, seiring berkembangnya zaman dan dipengaruhi kemajuan teknologi di era globalisasi, menyebabkan banyaknya perubahan yang terjadi. Bisa kita lihat, saat ini generasi muda ketika nongkrong di warung kopi lebih banyak menghabiskan waktu di perangkat elektronik untuk bermain game online atau media sosial daripada berinteraksi dengan orang lain secara langsung.
Dalam sejarah, warung kopi berfungsi tidak hanya sebagai tempat interaksi, diskusi, perdebatan, tetapi juga sarang perlawanan dan ketidakpatuhan. Namun, seiring makin canggihnya teknologi dan mudahnya akses informasi, fungsi interaksi warkop kini mulai bergeser. Warung kopi, yang pada awalnya adalah sebuah ruang publik untuk interaksi, berubah menjadi ruang-ruang privasi menyendiri dalam kebersamaan hingga membentuk gerakan perubahan sosial.
Warung kopi mulai berubah perlahan dan berseberangan dengan fungsi awalnya yaitu menjadi ruang publik, saat ini ia perlahan menjadi ruang-ruang isolasi dan privat tanpa sekat. Interaksi face-to-face mulai digantikan dengan facetime, video call, dan game online. Interaksi dunia nyata bermigrasi ke ruang digital (maya) apalagi dengan segala fitur yang mendukung kenyamanan pelanggan, seperti sofa yang nyaman, stop kontak, dan wi-fi super kencang. Warung kopi, dari ruang publik meredup menjadi ruang kesendirian di antara keramaian. (Saiful Akmal, Muhajir Al Fairusy, De Atjehers: Dari Serambi Mekkah ke Serambi Kopi, 2018).
Dari kutipan di atas perlu disadari bahwa di era sekarang dan dahulu jauh berbeda. Melihat realitas yang terjadi, maka sudah sepatutnya kita sebagai anak muda mencoba mengubah kebiasaan yang dianggap membuang-buang waktu, dan sudah selayaknya juga kita berpikir bagaimana menjadikan tempat tongkrongan di warung kopi itu sebagai forum yang menunjang kegiatan positif, seperti giat berinteraksi dan berdiskusi antarindividu, ruang memecahkan sebuah masalah dan bisa juga sebagai tempat bertukar ide, informasi, serta kegiatan-kegiatan positif lainnya.
Rasanya bukan sebuah pilihan yang tepat, tongkrongan di warung kopi apabila datang hanya untuk bermain game online atau media sosial semata, apalagi dengan lawan bicara kita yang biasanya mengajak mengobrol tetapi kita malah bersikap seperti acuh tak acuh dan terpacu dengan wajah serius menatap layar ponsel. Kecuali bermain game online di warung kopi ini dengan tujuan untuk berkompetisi di laga E-sport.
Meskipun kita tidak dapat memaksa kehendak setiap pribadi kita yang nongkrong di warung kopi untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang berbagai masalah, hal semacam ini seharusnya kita jadikan tantangan, terutama kaum muda, untuk memperoleh wawasan yang luas dan pemikiran yang hidup karena selalu disibukkan dengan diskusi-diskusi tentang berbagai macam hal, mulai dari kajian ilmu, ide, gagasan sampai pengalaman pribadi dan saling bertukar informasi.
Forum diskusi sebenarnya tempat banyak gagasan besar muncul. Salah satu contoh ilmu filsafat yang pertama kali dikembangkan oleh pedagang dari Asia sebelum sampai ke Yunani. Di sana, pembicaraan tentang ilmu filsafat ini diangkat ke sebuah forum diskusi yang diikuti oleh masyarakat luas dan akhirnya menjadi perbincangan para elite setempat.
Jadi banyak ide hebat lainnya berasal dari forum diskusi. Begitu pun berawal dari tongkrongan di warung kopi ini juga sebetulnya kita bisa saling berkolaborasi dalam memunculkan ide-ide baru dan gagasan-gagasan hebat dalam memikirkan nasib masa depan yang baik untuk tumbuh bergerak menjadi aksi nyata, apalagi kita sebagai anak muda yang pikirannya masih cemerlang.
Karena pentingnya diskusi ini, kita sebagai generasi muda memiliki kewajiban untuk mengubah pola kebiasaan di tempat nongkrong, warung kopi. Memang tidak masalah setiap manusia pasti perlu hiburan dengan caranya masing-masing, salah satunya bermain game ketika memasuki tempat nongkrong, warung kopi. Namun, alangkah bagusnya kebiasaan ini kita batasi atau digantikan dengan hal yang menunjang kegiatan lebih positif, seperti menghidupkan kembali forum interaksi dan diskusi. Jangan sampai hal semacam ini hilang dari peradaban.
Kita adalah generasi penerus bangsa yang paling dekat, dan jika interaksi dan diskusi terus dihidupkan, kita akan memiliki pemimpin-pemimpin berkualitas yang memiliki wawasan luas, analisis tajam, sensitif terhadap masalah sosial dan lingkungan, dan kemampuan untuk berbicara dengan baik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.