Liputan Khusus

Tahun Baru Disambut DBD, Waspada Nyamuk Aedes Aegypti di Musim Pancaroba

Hingga Jumat (10/1) lalu, setidaknya sudah 22 pasein rawat inap di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang

|
Bangka Pos
Grafis DBD di Bangka Belitung 

BANGKAPOS.COM, BANGKA – Satu kakinya ditekuk di ranjang yang tampak tidak cukup panjang untuk tubuhnya yang jangkung. Meski begitu, dia terlelap cukup nyaman.

Ditambah kedatangan dua pembesuk, remaja 15 tahun itu tak bergeming di ranjang rawat yang sudah ditempatinya selama empat hari.

Raka, warga Kelurahan Gabek, Pangkalpinang, didiagnosa menderita Demam Berdarah Dengue
(DBD). Pascadiagnosa itu, anak tunggal tersebut langsung menjalani rawat inap.

“Kalau rawat inapnya, ini sudah empat hari. Tapi kalau demamnya, itu mulai tahun baru kemarin (1 Januari-red),” ujar Dewi (43), ibu Raka saat ditemui Bangka Pos di ruang rawat Rajawali, Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Pangkalpinang, Selasa (7/1).

Dewi pun tidak tahu dimana anaknya duduk di kelas 10 itu terinfeksi DBD. Dia hanya tahu putranya tiba-tiba demam yang suhu tubuhnya cukup tinggi.

“Raka ini termasuk anak yang tidak rewel. Saat itu juga saya pikir demam biasa. Dia juga sempat saya bawa ke dokter umum, disuntik, dan demamnya turun,” katanya.

Menurut Dewi, diagnosa DBD baru diketahui lewat tes darah. Itupun setelah dia menangkap perubahan sikap putranya yang tidak biasanya.

“Biasanya dia protes kalau saya makan durian atau bau durian. Tapi waktu itu saya heran karena
tidak protes. Pas saya cek badannya panas lagi. Padahal sebelumnya dia mengaku sudah merasa badannya lebih enak,” kenang Dewi.

Serupa dialami Asfa (11), pasien DBD yang dirawat di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang. Siswi kelas 5 SD itu sempat pusing dan muntah sebelum akhirnya didiagnosa terkena DBD. Meski begitu Asfa tak membuat dirinya lesu dan patah semangat untuk menjalani hari.

“Tetep semangat dong, biar cepet sembuh, ndak sabar mau ketemu kawan-kawan di sekolah,” ucap Asfa saat ditemui Bangka Pos, Rabu (8/1).

Justru selama 4 hari dirawat di RSUD, Asfa masih sempat untuk meluangkan waktunya menghapal Alquran bersama dengan sang ibu tercinta.

“Alhamdulillah, walaupun sakit, tapi kakaknya (Asfa-red) masih kuat shalat sama muraja’ah. Paling habis itu kami kasih nonton biar kakaknya ndak bosen,” tutur Ami (40), ibu dari Asfa.

Dikatakan Ami, sang anak memang sempat merasakan demam panas seminggu sebelum anaknya dibawa ke rumah sakit.

“Jadi seminggu sebelum dirawat itu, kakaknya memang sudah mulai ada tanda-tanda sakit (DBD
red). Badannya panas, lemes, pusing gitu,” ungkap Ami.

Asfa sendiri menyebutkan, dirinya sempat merasakan meriang, hingga panas tinggi yang
menyebabkan dirinya hanya bisa berdiam diri di rumah.

“Iya, waktu dia bilang badannya itu jadi nyeri-nyeri, sama panas tinggi. Sebenernya kemarin-kemarin itu udah mendingan, cuma pas istirahatnya kurang, balik lagi panasnya tadi,” terang Ami.

Melihat kondisi kesehatan anak yang naik turun, pada akhirnya mendorong sang orang tua untuk membawa Asfa ke rumah sakit.

“Jadi inisiatif lah abinya itu buat cek lab, cek darah. Rupanya pas dapat hasil, hasilnya itu positif
(DBD-red), jadi dirujuk lah buat rawat inap dulu,” ujar Ami.

Jumlahnya Meningkat

Hingga Jumat (10/1) lalu, setidaknya sudah 22 pasein rawat inap di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang. Rinciannya, tujuh pasien mengidap Demam Dengue (DB), dan 15
pasien DBD

Pun tahun lalu, DBD menjadi penyakit yang menduduki urutan ketiga dari pasien rawat inap di RSUD Depati Hamzah berjumlah 321 kasus. Sedangkan DBD menempati peringkat ketujuh sebanyak 135 kasus.

“Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh virus dengue yang
dibawa oleh nyamuk aedes aegypti. Yang membedakan adalah hasil laboratorium dan manifestasi virus terhadap tubuh penderita yang terjangkit virus dengue,” ujar

Kasie Pelayanan Medis RSUD Depati Hamzah, Sri Rezeki kepada Bangka Pos, Jumat (10/1).

“Hasil laboratorium pada penderita dapat dibedakan dengan dari Ig G dan Ig M positif. Dua-duanya maka dikatakan demam berdarah dengue dan bila yang positif hanya salah satunya maka dikatakan demam dengue,” lanjutnya.

Sebelumnya, Plt Kepala Bidang Pencegahan dan pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Evalusi mengatakan terjadi peningkatkan kasus DBD pada tahun 2024.

“Ya, jumlahnya naik, yang mulanya berjumlah 1.277 kasus pada 2023, naik jadi 1850 kasus pada
tahun 2024,” kata Evalusi, Rabu (8/1).

Tercatat dari kenaikan kasus tersebut, mengakibatkan 22 orang meninggal dunia pada tahun 2024, yang terdiri dari berbagai ragam usia.

“Untuk tahunn2023 itu ada sebanyak 18 orang yang meninggal, sedangkan untuk tahun
2024 ada sebanyak 22 orang. Bisa dibilang angkanya masih kecil jika kita merujuk dengan persentase kasus yang ada,” jelas Evalusi.

Dikatakan Evalusi, perkembangan kasus DBD yang ada di Babel dalam 7 tahun terakhir bisa dibilang tak menentu dalam setiap tahunnya. Misalnya saja pada tahun 2022 tercatat ada 1.881 kasus DBD. Namun jumlah itu menurun pada tahun 2023 dan naik lagi di tahun 2024.

“Kita bisa lihat di data yang kita ambil di setiap tempat pelayanan kesehatan yang ada di Babel, jumlahnya ada yang naik dan ada juga yang turun,” ungkapnya. (x1)

Digigit Belum Tentu Langsung Demam

PLT Kepala Bidang Pencegahan dan pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Evalusi menjelaskan ada beberapa faktor yang pada dasarnya dapat meningkatkan risiko Demam Berdarah Dengue (DBD) di kala musim pancaroba saat ini.

Salah satu yang paling utama adalah dengan membiarkan tempat penampungan air terbuka dalam waktu yang cukup lama.

“Seminggu aja nampung air hujan, pasti sudah banyak jentik yang muncul. Sekalipun nanti tempat tampungnya itu kering atau dikuras, telur nyamuk itu masih bisa bertahan selama
6 bulan dengan menempel di dinding-dinding kolam. Makanya penting untuk masyarakat itu rajin membersihkan kolam atau tempat tampung air,” ungkapnya, Rabu (8/1).

Meski begitu, dijelaskan Evalusi, tidak serta merta mereka yang terkena gigitan nyamuk Aedes Aegypti langsung mengalami DBD.

“Jadi semua penyakit itu ada masanya, namanya masa inkubasi. Masa inkubasi itu masa dari
mulai masuknya bibit penyakit sampai seseorang itu menderita sakit. Jadi memang efeknya itu
memang gak langsung terasa,” ujarnya.

Untuk itu kata Evalusi, apabila dirasakan mengalami demam tinggi, diharapkan untuk seseorang tersebut sesegera berobat ke dokter atau tempat pelayanan kesehatan terdekat.

“Untuk memastikan sakit yang pasien derita, dan memberikan pertolongan pertama agar sakit yang mereka derita tidak semakin parah. Apalagi kalau yang sakit itu anak-anak, harus sesegera mungkin, mengingat usia-usia mereka itu paling rentan untuk terkena DBD,” jelas Evalusi.

Lebih lanjut, ia juga mengimbau kepada masyarakat agar senantiasa sadar akan pentingnya memeriksa tempat penam pungan air.

“Yang paling penting itu sebenarnya ada di pemberdayaan masyarakatnya ya, bagaimana masyarakat sadar bahwa pentingnya untuk melakukan PSN 3M Plus. Dengan apa, dengan
menutup tempat penampungan air, dengan rutin menyaring air di tempat penampungan. Mungkin kelihatannya sederhana, tapi efeknya luar biasa untuk mencegah nyamuk Aedes Aegypti itu hadir di lingkungan kita,” terangnya. (x1)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved