Tribunners

Arah Baru Pendidikan Indonesia: Integrasi Coding dan AI

Dengan diterapkannya pembelajaran coding dan AI, pemerintah berharap siswa Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di era global.

Editor: suhendri
Istimewa/Dok. Arif Yudistira
Arif Yudistira - Peminat Dunia Pendidikan dan Anak 

Oleh: Arif Yudistira - Peminat Dunia Pendidikan dan Anak

INDONESIA tengah memasuki babak baru dalam dunia pendidikan. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi menerapkan pelajaran coding dan artificial intelligence (AI) sebagai mata pelajaran pilihan mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA pada tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan ini menandai transformasi penting dalam sistem pendidikan nasional sebagai respons atas perkembangan teknologi global yang kian pesat dan kebutuhan masa depan yang makin digital.

Kebijakan tersebut dirancang untuk menyiapkan generasi masa depan Indonesia menghadapi era Society 5.0, di mana teknologi dan manusia saling berintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, peserta didik tidak hanya dituntut untuk melek teknologi, tetapi juga harus memiliki karakter kritis, empati, dan kemampuan literasi digital yang tinggi. Seperti dinyatakan oleh Prihatmojo et al. (2024), literasi digital berbasis pendidikan karakter terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memanfaatkan teknologi secara bijak serta membentuk kepribadian positif.

Penelitian oleh Palayukan dkk. (2024) menguatkan bahwa model pembelajaran hybrid berbasis AI dapat memperbaiki hasil belajar dan literasi digital siswa, meskipun terdapat tantangan signifikan seperti keterbatasan infrastruktur dan kesiapan guru dalam menerapkan teknologi baru. Sementara itu, Ghozali & Jasri (2024) menekankan pentingnya integrasi teknologi dengan nilai lokal, khususnya dalam konteks pendidikan Islam, agar kurikulum yang dibangun tetap kontekstual dan inklusif.

Inovasi metodologis

Muhammad Muchlas Rowi dari Kemendiknas mengemukakan tiga model pembelajaran utama yang disiapkan untuk implementasi coding dan AI di sekolah, yaitu internet-based, plugged, dan unplugged. Model plugged dan unplugged memungkinkan sekolah yang memiliki keterbatasan akses internet tetap bisa menjalankan pembelajaran berbasis teknologi melalui kegiatan berbasis logika komputasi tanpa perangkat digital.

Dasar-dasar pembelajaran AI bisa dimulai dari konsep, tidak selalu pada teknis yang berkaitan dengan fasilitas. Lestari & Mariana (2024) memberikan contoh strategi pembelajaran AI dan coding di tingkat SD yang ramah anak melalui pendekatan berbasis teori-praktik yang interaktif, yang juga melibatkan pelatihan guru serta penyediaan materi lokal yang kontekstual. Pendekatan ini tidak hanya menanamkan pemahaman teknologi sejak dini, tetapi juga menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik perkembangan anak.

Rachman et al. (2024) memperkenalkan metode digital story writing, di mana siswa menciptakan narasi multimodal yang mengeksplorasi konsep AI serta etika penggunaannya. Metode ini dinilai efektif dalam menanamkan literasi AI serta mendorong higher-order thinking (HOTS) seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Penelitian ini sejalan dengan pemikiran Bloom dalam taksonominya, yang menempatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai inti dari pembelajaran bermakna.

Dalam bukunya Teaching AI: Exploring New Frontiers for Learning (Touretzky et al., 2019), ditegaskan bahwa pendidikan AI harus memperkenalkan konsep dasar seperti pengenalan pola, pengambilan keputusan otomatis, serta pemahaman data. Sementara AI in Education: Promises and Implications for Teaching and Learning (Luckin et al., 2021) menekankan pentingnya intervensi pedagogis yang humanis dalam integrasi teknologi ke dalam kelas.

Tantangan

Walaupun arah kebijakan ini menjanjikan, sejumlah penelitian menggarisbawahi tantangan besar yang harus dihadapi. Pratolo dkk. (2023) menemukan bahwa meski sebagian besar guru di Indonesia sudah memiliki literasi dasar teknologi, mereka masih harus belajar secara otodidak melalui platform seperti YouTube dan sering menghadapi keterbatasan koneksi internet, khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Menurut Apriyanto et al. (2024), fondasi suksesnya penerapan literasi digital tidak hanya bergantung pada kurikulum semata, tetapi juga sangat ditentukan oleh dukungan kebijakan nasional, ketersediaan infrastruktur teknologi, serta pelatihan guru yang berkelanjutan. Tanpa adanya investasi pada tiga aspek tersebut, kebijakan inovatif ini dikhawatirkan hanya akan menjadi jargon tanpa implementasi nyata.

Penelitian global oleh Schleicher (OECD, 2022) dalam laporan Education and Skills in the Digital Age juga menunjukkan bahwa negara-negara dengan keberhasilan integrasi teknologi pendidikan selalu menempatkan pelatihan guru sebagai prioritas utama.

Dengan diterapkannya pembelajaran coding dan AI, pemerintah berharap siswa Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di era global. Integrasi ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, literasi digital, serta kreativitas siswa sejak usia dini. Hal ini juga relevan dengan visi profil pelajar Pancasila yang mendorong peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat, beriman, mandiri, dan berkebinekaan global.

Pembelajaran coding dapat merangsang kemampuan problem-solving dan logika komputasi, sementara AI mengajarkan pentingnya memahami sistem, etika teknologi, serta kolaborasi manusia-mesin. Melalui pendekatan ini, pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan bermakna.

Integrasi coding dan AI sebagai elemen kurikulum pilihan sejak SD hingga SMA menandai arah baru pendidikan Indonesia yang lebih adaptif, inklusif, dan berorientasi masa depan. Dengan pendekatan kreatif, dukungan kebijakan nasional, dan kolaborasi lintas sektor, transisi ini menjadi peluang besar untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia Indonesia. (*)

Sumber: bangkapos
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved