Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Kasasi Harvey Moeis Ditolak MA, Suami Sandra Dewi Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara

Dengan adanya putusan tingkat kasasi ini, vonis untuk Harvey Moeis selama 20 tahun penjara otomatis sudah berkekuatan hukum tetap.

Editor: fitriadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SIDANG KORUPSI TIMAH -- Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 Harvey Moeis menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/12/2024). Kasasi yang diajukan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis ditolak Mahkamah Agung (MA). Dengan adanya putusan tingkat kasasi ini, vonis untuk Harvey Moeis selama 20 tahun penjara otomatis sudah berkekuatan hukum tetap. 

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Kasasi yang diajukan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah ditolak Mahkamah Agung (MA).

Keputusan menolak kasasi Harvey Moeis diputuskan MH pada Rabu (25/6/2025).

"Amar putusan Tolak," begitu bunyi putusan yang dimuat dalam laman resmi MA, dikutip pada Selasa (1/7/2025).

Baca juga: Daftar Vonis 8 Terdakwa Korupsi Timah Diperberat, Eks Dirkeu PT Timah Sama Seperti Harvey Moeis

Majelis hakim yang mengadili kasasi Harvey terdiri dari Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto selaku ketua majelis dan Hakim Agung Arizon Mega Jaya dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo selaku anggota.

Dengan adanya putusan tingkat kasasi ini, vonis untuk Harvey Moeis telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Hervey tetap dihukum 20 tahun penjara, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani.

Seperti diketahui, Harvey mengajukan kasasi atas putusan tingkat banding yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Jakarta beberapa waktu lalu.

Hervey dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, lebih tinggi dibanding putusan pengadilan tingkat pertama selama 6,6 tahun penjara.

Vonis Harvey Moeis Naik 3 Kali Lipat

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, Teguh Harianto mengungkap, perbuatan Harvey Moeis sangat menyakiti hati rakyat.

Baca juga: Vonis Banding Aon Diperberat Menjadi 18 Tahun, Masih di Bawah Harvey Moeis dan Eks Dirut Timah

Terlebih Harvey melakukan korupsi disaat banyak masyarakat tengah dilanda kesulitan ekonomi.

"Perbuatan terdakwa sangatlah menyakiti hati rakyat, di saat ekonomi susah terdakwa melakukan tindak pidana korupsi," kata Hakim Teguh dilansir Kompas.com, Kamis (13/2/2025).

Lebih lanjut Hakim Teguh juga menilai perbuatan Harvey ini tak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi.

Hal itulah yang akhirnya membuat majelis hakim memutuskan untuk memvonis Harvey Moeis dengan hukuman 20 tahun penjara.

Dalam sidang Hakim Teguh juga mengungkap tak ada hal-hal yang bisa meringankan hukuman Harvey ini.

"Hal meringankan, tidak ada," ungkap Hakim Teguh.

Sebelumnya, Hakim Teguh memutuskan Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.

Untuk itu, hukuman Harvey diperberat, dari yang awalnya 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara.

Itu artinya, hukuman tingkat banding untuk suami Sandra Dewi naik sekitar tiga kali lipat dibanding putusan pengadilan tingkat pertama.

Selain itu Harvey juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan," tutur Hakim Teguh.

Selain pidana badan dan denda, majelis hakim banding juga menambah hukuman pidana pengganti Harvey Moeis dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.

Jika uang tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah terbit keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dirampas untuk negara. 

Dalam hal Harvey tidak memiliki harta untuk menutup uang pengganti hukumannya akan ditambah 10 tahun.

Alasan hukuman Harvey Moeis diperberat jadi 20 tahun 

Majelis Hakim memperberat hukuman Harvey berkali-kali lipat karena perbuatan terpidana dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Selain itu, perbuatan Harvey juga dinilai sangat menyakiti hati rakyat Indonesia karena tindak pidana korupsi terjadi ketika kondisi ekonomi sedang susah. 

“Hal meringankan tidak ada,” ujar Hakim Teguh dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Selain memperberat hukuman penjara, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta juga menambah besaran uang pengganti yang wajib dibayar Harvey dari Rp210 miliar menjadi Rp420 miliar. 

Dengan ketentuan, apabila Harvey tidak membayar uang pengganti selama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 

"Dan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun," jelas Hakim. 

Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta juga menjatuhkan pidana denda senilai Rp1 miliar kepada Harvey. 

Jumlah tersebut masih sama dengan putusan PN Jakarta Pusat pada Desember 2024. 

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menambah lamanya masa kurungan jika Harvey tidak membayarkan denda tersebut dari enam bulan menjadi delapan bulan.

Respons Kuasa Hukum Harvey Moeis

Kuasa hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih mengkritik putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat vonis Harvey Moeis dan terdakwa lain dalam kasus dugaan korupsi timah.

Dalam sidang putusan banding Kamis (13/2/2025), vonis Harvey diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun.

Dua terdakwa lain, yakni mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan pengusaha Helena Lim. Hakim menjatuhkan vonis penjara kepada Mochtar Riza 20 tahun penjara.

Sementara itu, Helena Lim vonisnya diperberat dari 5 tahun menjadi 10 tahun penjara dan dihukum membayar uang pengganti Rp 900 juta.

“Helena uang pengganti 900 juta. Barang yang disita melebihi nilainya, ini menyalahi kaidah hukum,” ujar Junaedi dalam keteranganya, Kamis (13/2/2025).

Menurutnya, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menandakan wafatnya rule of laws di Indonesia atau prinsip hukum yang menyatakan bahwa negara harus diperintah oleh hukum dan bukan sekadar keputusan politis.

“Telah wafat rule of Laws pada hari Kamis, 13 Februari 2025 setelah rilisnya bocoran putusan Pengadilan Tinggi atas banding yang diajukan JPU terhadap putusan PN Jakarta Pusat,” kata Junaedi.

Junaedi menambahkan prinsip dan rasio hukum tidak boleh kalah oleh pertimbangan populisme yang membabi-buta.

“Mohon doanya agar Hukum dapat tegak kembali dan ratio legis gak boleh kalah oleh ratio populis apalagi akrobatik hukum atas penggunaan ketentuan hukum yang salah adalah pembangkangan atas legalitas,” paparnya.

Terkait hal ini menurut Junaedi, hingga kini pengadilan belum dapat membuktikan kebenaran dari klaim kerugian lingkungan yang dimasukan sebagai kerugian negara senilai Rp300 triliun, termasuk tidak ada temuan suap dan gratifikasi.

Karena itu, Junaedi mempertanyakan pertimbangan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat vonis Harvey dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun.

“Suap gak ada, gratifikasi gak ada. Kasus gak ada suap, gak ada kerugian aktual, apalagi kerugian BUMN bukan kerugian negara,” kata dia.

Selain itu Junaedi juga menyoroti dibebankannya denda sebesar denda 1 miliar subsider 1 tahun kurungan terhadap mantan Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi.

Junaedi berpendapat, pengenaan pidana tambahan atau uang pengganti itu seharusnya berdasarkan perhitungan faktual alias nilai buku, dimana dihitung atas dasar besaran yang dinikmati Riza selama proses kerja sama smelter berlangsung.

Junaedi mencatat, BPKP tidak pernah melakukan perhitungan secara mendalam mengenai hal tersebut. Terlebih perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP tidak didasarkan atas suatu neraca laba rugi.

“Yang dihitung hanyalah besaran jumlah pengeluaran PT Timah dalam kerja sama smelter tanpa pernah menghitung berapa besaran jumlah yang dihasilkan dari penjualan timah hasil kerja sama smelter,” ungkapnya.

Dalam laporan tahunan PT Timah, lanjut dia, secara sektoral dari kerja sama smelter membukukan keuntungan Rp233 miliar.

“Lalu darimana hitungan kerugian negara dihitungnya? Biar anak akuntansi semester 1 menjawab yang tahu cara membuat neraca laba/rugi,” pungkas Junaedi.

(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Rifqah/Reynas Abdila, Fersianus Waku, Fahmi Ramadhan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved