Dugaan Beras Oplosan

Berikut 10 Merek Beras Diduga Oplosan, Cek Adakah Merek Beras yang Sering Kita Konsumsi!

Kisruh beras oplosan yang terjadi beberapa waktu lalu kembali mencuat dan menjadi sorotan publik. 

|
Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
Tribunnews/Ibriza
BERAS OPLOSAN - Waspadai warna dan ukuran butiran tidak seragam, ciri khas beras oplosan yang berbahaya. (Ibriza/Tribunnews) 

Jenis Beras Oplosan yang Perlu Diwaspadai

Prof. Tajuddin menjelaskan, ada tiga jenis utama beras oplosan yang beredar:

Beras campuran: Dicampur dengan bahan lain seperti jagung, umum ditemukan di beberapa daerah.

Beras "blended": Campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa dan tekstur.

Beras yang dipoles ulang: Beras yang sudah rusak atau dicampur bahan tidak lazim, kemudian dikilapkan agar tampak bagus, padahal mutunya sudah menurun drastis.

"Masyarakat harus lebih cermat saat membeli beras dan waspada terhadap penipuan kualitas ini," pesan Prof. Tajuddin.

Ciri-Ciri Beras Asli yang Wajib Anda Tahu

Agar tidak tertipu, kenali ciri-ciri beras asli menurut Kementerian Pertanian:

Ukuran lebih gemuk dan memiliki guratan.

Tampak bening, namun ada warna putih susu di tengahnya.

Tekstur cenderung kasar saat dipegang.

Akan menyerap air saat dimasak.

Setelah dimasak, teksturnya berubah lembut.

Mengeluarkan aroma harum saat dimasak karena kandungan HO2.

Terasa manis saat dimakan karena kandungan glukosa dan karbohidratnya.

Jika direndam dalam air, airnya akan berwarna lebih putih.

Merugi Hampir Rp100 Triliun per Tahun

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, masyarakat bisa mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah per tahun akibat penjualan beras yang tidak sesuai regulasi.  

Menurut dia, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan menemukan 212 merek beras yang tidak sesuai dengan aturan, mulai dari kualitas dan mutunya yang tidak sesuai standar hingga volume timbangan beras yang dijual tidak sesuai. 

"Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram (kg) padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram," ujarnya dalam video yang diterima Kompas.com, dikutip Sabtu (12/7/2025).

"Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian," sambungnya. 

Atas temuan tersebut, pihaknya pun sudah melaporkan ke Kapolri hingga Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.

Mentan Amran berharap agar para pengusaha beras bisa berusaha dengan jujur dan menjual berasnya sesuai dengan aturan. 

"Itu telah mulai pemeriksaan. Kami berharap ini ditindak tegas dan kepada saudara-saudara yang lain, pengusaha beras seluruh Indonesia. Jangan melakukan hal serupa. Tolong menjual beras sesuai standar yang sudah ditentukan," tegas Mentan Amran.

Beredar di Supermarket Terkenal

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap temuan beras oplosan yang dikemas ulang sebagai beras premium dan telah beredar luas, termasuk di sejumlah minimarket dan supermarket terkenal. 

Temuan ini diperoleh dari hasil pengambilan sampel di berbagai jalur distribusi oleh tim gabungan Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan, Kejaksaan Agung, dan instansi terkait lainnya. 

"Iya, beredar. Supermarket beredar. Itu kami ambil sampel dari sana semua," ujar Amran kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025) seperti dikutip dari Antara.

Setelah kasus ini dibongkar, Amran mencatat sejumlah minimarket mulai menarik produk beras oplosan dari rak penjualan. 

Ia berharap langkah itu menjadi sinyal positif bagi perlindungan konsumen. 

Namun demikian, Amran menegaskan bahwa data dan bukti terkait praktik kecurangan tersebut telah diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti secara serius. 

Ia juga meminta agar penindakan difokuskan pada produsen besar, bukan pedagang kecil.

"Jangan korbankan pedagang kecil. Tapi ke produsennya yang besar-besar. Janganlah yang penjual eceran," tegasnya. 

Menurut dia, para pedagang eceran biasanya hanya menerima dan menjual barang tanpa mengetahui proses di balik produk yang mereka jual, termasuk soal keaslian beras. 

Amran menyoroti bahwa beras subsidi dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) pun menjadi korban praktik oplosan. 

Ia menyebutkan, sekitar 80 persen beras SPHP dicampur dan dikemas ulang sebagai beras premium, sedangkan hanya 20 persen yang dijual sesuai aturan di kios-kios. 

Akibat praktik ini, Amran memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 10 triliun dalam lima tahun terakhir, atau sekitar Rp 2 triliun per tahun. 

Ia menambahkan, ada 212 merek beras nakal yang teridentifikasi terlibat dalam kecurangan tersebut, dan para produsen mulai dipanggil oleh Satgas Pangan Polri. 

Amran juga menyesalkan lonjakan harga beras di pasaran yang terjadi meskipun stok beras melimpah. Ia menilai fenomena ini sebagai akibat dari ulah pihak-pihak yang mempermainkan sistem distribusi dan harga demi keuntungan pribadi. 

Pemerintah kini tengah menyiapkan langkah korektif dan hukum untuk menertibkan ekosistem distribusi beras dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap produk pangan pokok. (Tribunnews.com/Reynas Abdila)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved