Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Peran Fandy Lingga Adik Bos Timah Bangka Hendry Lie Dalam Kasus Korupsi Timah, Dituntut 5 Tahun
Fandy Lingga disebut turut menyetujui pembentukan perusahaan boneka untuk mengalirkan dana pembelian bijih timah dari penambang ilegal
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Perkara korupsi tata niaga timah senilai Rp 300 triliun dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Bangka Belitung tahun 2015-2022 masih terus bergulir.
Kali ini, terdakwa Fandy Lingga, dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/8/2025).
Fandy Lingga adalah mantan marketing di PT Tinindo Inter Nusa (TIN), satu di antara perusahaan smelter timah yang terseret dalam kasus ini.
Baca juga: Harta dan Sumber Kekayaan Hendry Lie, Pendiri Sriwajaya Air Didenda Rp1 Triliun di Kasus Timah
Ia merupakan adik dari pengusaha Hendry Lie, Owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang sebelumnya divonis 14 tahun penjara.
Fandy Lingga diduga terlibat dalam pengelolaan timah ilegal yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.
Total ada 23 orang yang diseret ke pengadilan dalam kasus megakorupsi terbesar sepanjang penanganan kasus korupsi di Indonesia ini.
Jaksa meyakini Fandy bersalah melakukan korupsi bersama sejumlah pihak, termasuk jajaran PT Timah, pengusaha Harvey Moeis serta Helena Lim yang merupakan pemilik PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Fandy Lingga dengan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di Rutan," kata jaksa saat membacakan amar tuntutan.
Baca juga: Profil Riza Pahlevi Eks Dirut Timah yang Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara, Kasasinya Ditolak MA
Baca juga: MA Tolak Kasasi, Harvey Moeis Tetap Dihukum 20 Tahun dalam Kasus Korupsi Timah Rp300 Triliun
Selain hukuman penjara, Fandy juga dituntut membayar denda Rp500 juta.
"Menghukum Terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," lanjut jaksa.
Jaksa menyatakan Fandy melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Peran Fandy Lingga dalam Kasus Korupsi Timah
Dalam surat dakwaan JPU sebelumnya, Fandy Lingga disebut turut menyetujui pembentukan perusahaan boneka seperti CV Bukit Persada Raya dan CV Sekawan Makmur Sejati.
Perusahaan itu digunakan PT Timah untuk mengalirkan dana pembelian bijih timah dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Baca juga: LIGA Korupsi Indonesia, Kasus Timah Rp 300 T Teratas Disusul Minyak Mentah Libatkan Riza Chalid
Fandy juga disebut mewakili PT Tinindo dalam sejumlah pertemuan dengan jajaran direksi PT Timah, termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar.
Pertemuan itu membahas permintaan bijih timah sebesar 5 persen serta pelaksanaan kerja sama penyewaan peralatan pengolahan logam, meski smelter swasta tidak memiliki competent person (CP).
Jaksa menyebut Fandy menyetujui pembayaran "biaya pengamanan" kepada Harvey Moeis, yang dicatat seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) dari smelter swasta.
Fandy juga disebut menyetujui pembayaran biaya pengamanan sebesar USD25.000 per bulan kepada PT QSE yang dimiliki Helena Lim, sejak kerjasama pengolahan logam berlangsung.
Kakaknya Sudah Divonis 14 Tahun Penjara
Kakak Fandy Lingga yakni bos timah Bangka Hendry Lie sudah divonis 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hendry Lie terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah.
Hendry Lie juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 1,05 triliun.
Jika tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, harta benda Hendry Lie akan disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada Terdakwa sejumlah Rp 1.052.577.589.599.019 (Rp 1,05 triliun), dan terhadap barang bukti yang telah dilakukan penyitaan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti terhadap Terdakwa," kata majelis hakim dalam amar putusannya.
Hendry Lie dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Hendry Lie tak mendukung program pemerintah, yakni dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Hakim mengatakan perbuatan Hendry Lie telah merugikan negara.
"Terdakwa telah menikmati hasil dari tindak pidananya," kata hakim.
Sebelumnya, Hendry Lie dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara.
Jaksa meyakini Hendry Lie bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah.
Hendry juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 1,6 triliun.
Jika tak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka jaksa akan menyita harta bendanya dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
Peran Hendry Lie
Dalam dakwaan JPU, status Hendry Lie merupakan pemilik saham mayoritas atau Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
Hendry Lie bersama Rosalina dan Fandy Lingga melalui PT TIN dan perusahaan afiliasi yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Semar Jaya Perkasa disebut telah melakukan pembelian dan atau pengumpulan biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Rosalina merupakan General Manager Operasional PT Tinindo Internusa, anak buah Hendry Lie.
Rosalina sudah divonis PN Tipikor Jakarta 4 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa 6 tahun penjara.
Terkait perannya dalam kasus ini, Hendry Lie juga memerintahkan Fandy Lingga yang mewakili PT TIN menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkalpinang dengan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016–2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017–Februari 2020, Alwin Albar, serta 27 pemilik smelter swasta yang membahas permintaan Mochtar Riza dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah.
Hendry Lie mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka atau cangkang CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Semar Jaya Perkasa sebagai mitra jasa borongan yang akan diberikan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan oleh PT Timah untuk membeli dan atau mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah yang selanjutnya dijual kepada PT Timah sebagai tindak lanjut kerja sama sewa peralatan prosesing antara PT Timah dengan PT Tinindo Inter Nusa.
Selanjutnya, Hendry Lie bersama Rosalina dan Fandy Lingga melalui perusahaan afiliasi PT TIN menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah.
Bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah.
Ketiga orang tersebut menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan prosesing penglogaman timah dari PT Timah. Pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga.
Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis (mewakili PT RBT) untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 dolar AS sampai dengan 750 dolar AS per ton yang seolah-olah dicatat sebagai CSR dari smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.
Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta lainnya melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa smelter swasta sehingga kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai atau mendalam.
Masih melalui Rosalina dan Fandy Lingga, Hendry Lie Bersama smelter swasta lainnya melalui Harvey Moeis bekerja sama dengan PT Timah dengan menerbitkan surat perintah kerja di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal IUP PT Timah.
Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey Moeis bersama sejumlah terdakwa lainnya untuk melakukan kerja sama sewa peralatan prosesing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB 5 smelter beserta perusahaan afiliasinya dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambangan ilegal dalam wilayah PT Timah.
Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa bersama-sama Harvey Moeis, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra dan Alwin Albar yang menyepakati harga sewa peralatan prosesing penglogaman sebesar 4.000 per ton dolar AS untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk 4 smelter dengan kajian dibuat tanggal mundur.
Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa bersama dengan PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa mengetahui dan menyetujui Harvey Moeis dengan bantuan Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange menerima biaya pengamanan yang selanjutnya biaya pengamanan tersebut diserahkan kepada Harvey Moeis.
(Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow/Ilham/Bangkapos.com)
Fandy Lingga
Hendry Lie
PT Tinindo Inter Nusa (TIN)
korupsi tata niaga timah
korupsi timah
PT Timah
Bangka Belitung
Bangkapos.com
Profil Riza Pahlevi Eks Dirut Timah yang Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara, Kasasinya Ditolak MA |
![]() |
---|
Helena Lim Tetap Dihukum 10 Tahun Penjara dalam Korupsi Timah Rp 300 Triliun |
![]() |
---|
Kasasi Harvey Moeis Ditolak MA, Suami Sandra Dewi Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Peran Hendry Lie Pendiri Sriwijaya Air Divonis 14 Tahun dan Denda Rp 1 Triliun Kasus Korupsi Timah |
![]() |
---|
Harta dan Sumber Kekayaan Hendry Lie, Pendiri Sriwajaya Air Didenda Rp1 Triliun di Kasus Timah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.