Opini

Anak SD dan Kenakalan: Potret Masa Kecil di Tengah Tantangan Zaman

Kenakalan anak SD bukan hanya sekadar tindakan negatif, melainkan potret dari fase perkembangan psikologis yang wajar.

Editor: Hendra
IST
Foto bersama 

Anak SD dan Kenakalan: Potret Masa Kecil di Tengah Tantangan Zaman

Masa sekolah dasar merupakan periode emas dalam perkembangan seorang anak. Pada usia ini, anak sedang berada dalam tahap eksplorasi untuk mengenal diri, lingkungan, sekaligus nilai-nilai sosial.

Tidak jarang, proses belajar itu diwujudkan melalui perilaku yang disebut sebagai “kenakalan anak.” Di sekolah, kenakalan ini tampak dalam bentuk mengganggu teman, berlarian di kelas, menyontek, tidak mengerjakan tugas, hingga mengambil barang tanpa izin.

Bagi sebagian orang tua maupun guru, perilaku ini sering dianggap sebagai masalah serius. Namun sesungguhnya, kenakalan anak SD bukan hanya sekadar tindakan negatif, melainkan potret dari fase perkembangan psikologis yang wajar.

Anak masih belajar mengendalikan emosi, memahami aturan, dan menguji batas dirinya. Tantangan menjadi semakin besar ketika anak hidup di tengah perubahan zaman yang cepat, terutama dengan derasnya arus teknologi digital yang membawa pengaruh positif sekaligus negatif.

Dengan memahami konteks perkembangan dan kondisi sosial saat ini, kenakalan anak SD seharusnya dilihat secara bijak. Ia bukan sekadar persoalan perilaku, melainkan cermin dari kebutuhan anak akan perhatian, bimbingan, dan dukungan.

Kenakalan sebagai Bagian dari Perkembangan Anak

Kenakalan anak sekolah dasar sebenarnya merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Psikolog menyebutkan bahwa anak usia 6–12 tahun masih berada dalam tahap belajar menyesuaikan diri dengan aturan sosial.

Perilaku yang terlihat sebagai “nakal” seringkali muncul karena:Rasa ingin tahu yang besar, misalnya membongkar barang, mencoba hal baru tanpa izin.

Dorongan untuk diakui, misalnya membuat gaduh di kelas agar mendapat perhatian. Kurangnya pemahaman tentang konsekuensi, misalnya mengambil barang teman karena belum mengerti batas kepemilikan.

Artinya, kenakalan bukanlah tanda kegagalan anak, melainkan sinyal bahwa anak sedang belajar. Justru dengan pendampingan yang tepat, kenakalan dapat diarahkan menjadi pengalaman positif yang memperkuat karakter anak.

Peran Mental dan Emosional Anak SD

Secara mental, anak SD masih belajar mengendalikan emosi dan memahami hubungan sebab-akibat. Mereka belum sepenuhnya mampu berpikir panjang atau menimbang risiko dari tindakannya.

Misalnya, seorang anak yang mengejek temannya mungkin tidak bermaksud melukai, melainkan hanya mencoba bercanda. Namun, tanpa bimbingan, perilaku itu bisa menumbuhkan kebiasaan buruk.

Di sisi lain, perkembangan emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan rumah. Anak yang mendapat kasih sayang, komunikasi terbuka, serta batasan yang jelas dari orang tua, cenderung lebih mudah diarahkan. Sebaliknya, anak yang kurang perhatian bisa melampiaskan emosinya dengan mencari cara agar diperhatikan, salah satunya melalui kenakalan di sekolah.

Tantangan Zaman: Digitalisasi dan Lingkungan Sosial

Jika dahulu kenakalan anak terbatas pada lingkup sekolah dan rumah, kini anak-anak juga berhadapan dengan dunia digital. Penggunaan gawai yang berlebihan tanpa pengawasan dapat memicu perilaku negatif.

Misalnya, anak meniru bahasa kasar dari tontonan, menuntut sesuatu yang viral, atau bahkan kecanduan gim yang membuatnya malas belajar.

Selain itu, tekanan sosial di sekolah juga semakin beragam. Anak ingin diakui oleh kelompoknya, mengikuti tren pergaulan, atau bahkan terlibat dalam perilaku yang salah demi mendapat perhatian teman sebaya. Semua ini menambah kompleksitas kenakalan anak SD di era sekarang.

Pentingnya Dukungan Orang Tua dan Sekolah

Menghadapi realitas ini, dukungan orang tua dan sekolah menjadi kunci. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Memberikan teladan positif. Anak meniru perilaku orang tua dan guru. Jika mereka melihat kedisiplinan, kesabaran, dan kejujuran, maka anak lebih mudah mengikuti.

Komunikasi hangat. Anak perlu ruang untuk bercerita. Orang tua sebaiknya mendengarkan tanpa langsung menghakimi, agar anak merasa aman. Memberikan batasan yang jelas. Aturan tentang penggunaan gawai, jam belajar, dan tanggung jawab harus disampaikan dengan konsisten.

Kolaborasi sekolah dan orang tua. Guru dan orang tua sebaiknya bekerja sama memantau perkembangan anak. Kenakalan di sekolah tidak hanya menjadi urusan guru, melainkan juga tanggung jawab keluarga. Dengan dukungan penuh, kenakalan anak bisa diarahkan sebagai pengalaman belajar, bukan sumber masalah berkepanjangan.

Peran Sekolah dalam Mengarahkan Kenakalan Anak

Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing perilaku siswa agar kenakalan tidak berkembang menjadi kebiasaan buruk. Di SD Negeri 45 Pangkalpinang, guru berperan bukan hanya sebagai pengajar materi pelajaran, tetapi juga sebagai teladan dalam sikap dan perilaku.

Aturan sederhana seperti piket kelas, menjaga kebersihan, antre di kantin, serta menghormati guru menjadi langkah awal menanamkan kedisiplinan. Melalui aturan ini, anak belajar tanggung jawab sekaligus memahami batasan dalam bertindak.

Perilaku yang awalnya dianggap kenakalan, dapat diarahkan menjadi bentuk pembelajaran kedisiplinan. Dengan demikian, sekolah berfungsi sebagai tempat pendidikan karakter, bukan sekadar tempat transfer ilmu pengetahuan.

Selain aturan yang tertulis, kegiatan ekstrakurikuler juga menjadi sarana strategis bagi sekolah dalam menyalurkan energi anak. Anak yang cenderung berlarian di kelas bisa diarahkan ke kegiatan olahraga agar energinya lebih terarah.

Anak yang gemar berbicara dapat dibimbing melalui kegiatan seni, drama, atau pidato yang mendukung kepercayaan diri.

Sementara itu, anak yang suka berdebat bisa diarahkan untuk bergabung dalam diskusi kelompok atau lomba cerdas cermat. Dengan begitu, sekolah membantu siswa menyalurkan potensi diri secara positif, bukan melalui kenakalan. Proses ini membuat anak merasa dihargai sekaligus mampu mengekspresikan diri dengan cara yang tepat.

Selain pembelajaran formal dan ekstrakurikuler, peran guru sebagai pendamping juga sangat penting. Guru di SD Negeri 45 Pangkalpinang dituntut membangun komunikasi yang hangat dengan siswa sehingga anak merasa nyaman bercerita tentang masalah yang dihadapinya.

Ketika anak merasa didengar dan dihargai, potensi kenakalan dapat ditekan karena mereka tidak lagi mencari perhatian melalui perilaku negatif. Sekolah juga dapat menjalin kerja sama dengan orang tua untuk memantau perkembangan anak secara berkesinambungan.

Dengan dukungan lingkungan sekolah yang kondusif, anak-anak akan belajar bertanggung jawab dan memahami konsekuensi dari perbuatannya. Peran aktif sekolah inilah yang menjadikan kenakalan sebagai bagian dari proses pembelajaran menuju kedewasaan.

Pendekatan Edukatif dalam Menangani Kenakalan

Dalam keseharian, guru di SD Negeri 45 Pangkalpinang menghadapi berbagai bentuk kenakalan yang beragam. Beberapa anak mungkin sering bercanda berlebihan, ada yang malas mengerjakan PR, bahkan ada yang saling mengejek.

Semua itu ditangani dengan pendekatan edukatif. Guru berusaha menjelaskan dampak dari setiap tindakan dan mengajak anak berdiskusi tentang cara memperbaiki kesalahan.

Daripada memberikan hukuman fisik, pendekatan edukatif lebih menekankan pada pembelajaran nilai. Misalnya, ketika seorang siswa tidak mengerjakan tugas, guru bisa mengajaknya memahami pentingnya tanggung jawab. Dengan begitu, anak tidak merasa dipermalukan, tetapi justru belajar dari pengalamannya.

Kolaborasi Sekolah, Orang Tua, dan Lingkungan

Tidak dapat dipungkiri, peran sekolah tidak akan berhasil tanpa dukungan orang tua dan lingkungan. Di SD Negeri 45 Pangkalpinang, kami berusaha menjalin komunikasi rutin dengan orang tua agar perkembangan anak dapat dipantau bersama.

Dengan adanya sinergi, ketika anak menunjukkan kenakalan tertentu, guru dan orang tua bisa saling memberi masukan serta mencari solusi terbaik.

Selain itu, lingkungan masyarakat juga memiliki andil besar. Anak-anak belajar bukan hanya dari guru, tetapi juga dari contoh nyata di sekitarnya. Jika masyarakat menunjukkan sikap ramah, saling menghormati, dan bertanggung jawab, anak-anak pun akan meneladani hal yang sama. Oleh sebab itu, membentuk perilaku positif anak adalah tugas bersama, bukan hanya sekolah.

Kenakalan anak sekolah dasar merupakan potret masa kecil yang wajar, namun tetap memerlukan perhatian. Fenomena ini muncul sebagai bagian dari proses perkembangan sekaligus cerminan tantangan zaman yang penuh dinamika.

Orang tua, guru, dan lingkungan sekitar perlu memahami bahwa kenakalan bukan semata perilaku negatif, melainkan pesan bahwa anak sedang membutuhkan bimbingan, perhatian, dan pengakuan.
Pengalaman di SD Negeri 45 Pangkalpinang menunjukkan bahwa kenakalan anak justru dapat menjadi peluang untuk membimbing mereka agar lebih peka terhadap nilai benar dan salah.

Dengan kesabaran, komunikasi yang baik, serta dukungan keluarga dan peran aktif sekolah, perilaku nakal dapat diarahkan menjadi sarana pembelajaran berharga. Anak-anak yang hari ini berbuat kenakalan, bila didampingi dengan penuh kasih, kelak bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan berkarakter.

Daripada memberikan hukuman yang berlebihan, pendekatan yang lebih dibutuhkan adalah pendampingan, teladan yang baik, serta komunikasi yang terbuka. Anak-anak perlu merasa diterima, didengar, dan diarahkan agar tumbuh dengan mental yang sehat serta karakter yang kuat.

Akhirnya, kenakalan di masa sekolah dasar bukanlah akhir dari segalanya, melainkan jembatan menuju kedewasaan. Dengan dukungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, anak-anak akan mampu melewati fase ini dan menjadikannya bekal berharga untuk menghadapi tantangan  zaman yang semakin kompleks.

Masa kecil dengan segala kenakalannya, bila dibimbing dengan penuh kasih, justru akan membentuk pribadi yang mandiri, tangguh, dan berkarakter di masa depan. (*)

Oleh: Hevitria, M.Pd, Tri Maharani, Akhlak Patahillah, Maria Afitria, Mega Buana, Risa Efi Saputri, Tiara Zalfatu Zahira, Zajid Al Muhasibi, Hendri, Ratih Ratnasari, Rifaldi Bayhaki

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved