Berita Bangka Selatan

Sengketa Lahan Desa Pergam Memanas, Warga Geruduk Kantor Desa, Kuasa Hukum Siap Tempuh Jalur Perdata

Polemik sengketa lahan Desa Pergam Bangka Selatan makin panas. Warga menolak klaim pemerintah desa, kuasa hukum siap buka-bukaan data di pengadilan

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)
MASYARAKAT PERGAM - Iskandar didampingi Penasihat Hukum dari Kantor Hukum Suhardi and Partners, Suhardi saat berfoto bersama dengan masyarakat Desa Pergam di kantor desa setempat, Rabu (1/10/2025). Masyarakat tersebut merupakan pemilik lahan, yang sekarang tanah tersebut diklaim sepihak oleh pemerintah desa sebagai lahan milik desa. 

Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan warga untuk menentukan strategi terbaik, apakah melanjutkan kasus ke pengadilan perdata atau mencari langkah hukum alternatif.

“Atau mungkin ada strategi hukum lainnya yang kita lakukan. Terpenting upaya yang kita lakukan harus menguntungkan klien kita,” ujarnya.

Bagi warga, harapan mereka sederhana, kepastian hukum yang adil dan perlindungan atas tanah yang sudah mereka garap sejak lama.

Namun, proses penyelesaian masih panjang, terutama jika kasus ini akhirnya benar-benar dibawa ke meja hijau.

Sengketa Lahan, Persoalan Klasik di Daerah

Kasus di Desa Pergam menambah panjang daftar sengketa tanah di Indonesia.

Banyak konflik serupa muncul karena minimnya sosialisasi, lemahnya administrasi pertanahan di tingkat desa, hingga perbedaan tafsir soal kepemilikan lahan.

Pakar hukum agraria menilai, penyelesaian sengketa tanah seharusnya dilakukan melalui tiga jalur: administratif (pemerintah desa hingga BPN), mediasi, dan jalur hukum.

Namun, dalam praktiknya, jalur administratif seringkali tidak berjalan mulus karena berbagai faktor, termasuk kepentingan politik dan lemahnya regulasi desa.

Jika Desa Pergam gagal menyelesaikan masalah secara musyawarah, pengadilan menjadi satu-satunya opsi yang bisa memberikan putusan final.

Namun, proses itu tentu memakan waktu, biaya, dan energi, baik bagi warga maupun pemerintah desa.

Warga Desa Pergam menegaskan bahwa aksi mereka bukanlah bentuk perlawanan, melainkan upaya mencari keadilan.

Mereka ingin pemerintah desa berlaku adil dan transparan, bukan malah mengklaim sepihak tanah yang sudah digarap masyarakat puluhan tahun.

“Pemerintah desa harus mengambil keputusan seadil-adilnya. Jangan sampai masyarakat kecil jadi korban,” kata Peki dengan nada tegas.

Kini, semua pihak menanti langkah selanjutnya. Apakah konflik ini akan selesai melalui musyawarah, atau justru berlanjut hingga ke meja hijau dan menjadi sengketa panjang yang berlarut-larut.

(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

Sumber: bangkapos.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved