Usai Demo Ricuh, PT Timah, Setuju Beli Langsung Biji Timah dari Penambang Rakyat Rp300 Ribu per Kg

Aksi demo penambang di Bangka Belitung memaksa perubahan besar. PT Timah setuju hapus sistem mitra dan membeli langsung hasil tambang rakyat

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
(Bangkapos.com/Adi Saputra)
KAPOLDA CEK PASCA DEMO -- Kapolda Babel, Irjen Pol Hendro Pandowo bersama PJU dan perwakilan PT Timah, saat mengecek dan memantau langsung ruangan yang hancur akibat dihajar massa aksi unjuk rasa, Selasa (7/10/2025). 

BANGKAPOS.COM--Suasana di Kantor Pusat PT Timah Tbk, Pangkalpinang, Bangka Belitung, mendadak mencekam pada Senin (6/10/2025).

Ribuan penambang rakyat dari berbagai wilayah Bangka dan Belitung memadati halaman kantor, menuntut perubahan besar dalam tata niaga timah nasional.

Demo besar-besaran itu berujung ricuh dan menyebabkan sejumlah fasilitas perusahaan rusak.

Namun, dari kericuhan itu, lahirlah keputusan bersejarah, PT Timah akhirnya menaikkan harga beli bijih timah rakyat menjadi Rp300.000 per kilogram untuk kadar SN 70, dan sepakat membayar langsung kepada penambang tanpa perantara mitra.

Keputusan itu sontak disambut gegap gempita oleh massa yang sejak pagi bertahan di bawah terik matahari.

Sorak kemenangan, tangis lega, dan pelukan sesama penambang menandai berakhirnya aksi yang sempat menegangkan aparat keamanan dan manajemen perusahaan pelat merah tersebut.

Awal Aksi, Kami Hanya Ingin Harga yang Adil

Aksi unjuk rasa ini dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Ribuan penambang yang datang dari berbagai kecamatan di Bangka, Belitung Timur, hingga Muntok mendatangi kantor PT Timah Tbk.

“Kami ini bekerja siang malam di lubang tambang, tapi harga timah yang kami jual makin lama makin turun. Sementara biaya solar, alat, dan makan naik. Kami hanya ingin harga yang adil,” teriak Rahman (42), salah satu penambang dari Sungailiat, saat ditemui di tengah kerumunan.

Sebelumnya, harga beli bijih timah di tingkat rakyat hanya berkisar Rp180.000–Rp200.000 per kilogram untuk kadar SN 70, jauh di bawah harga pasar global yang melonjak.

Selain itu, sistem pembayaran melalui mitra PT Timah sering terlambat, bahkan bisa memakan waktu berminggu-minggu.

Situasi ini membuat para penambang terdesak dan mulai menjual hasil tambangnya ke pihak kolektor swasta atau bahkan penyelundup.

Kondisi tersebut menimbulkan kerugian negara sekaligus merusak ekosistem pertimahan nasional.

Ricuh di Kantor PT Timah

Sekitar pukul 11.00 WIB, suasana di halaman kantor PT Timah memanas.

Sejumlah massa mencoba menerobos pagar besi untuk meminta perwakilan perusahaan keluar menemui mereka.

Aparat kepolisian dan TNI yang berjaga pun berupaya menenangkan massa. Namun, benturan tak bisa dihindari.

Beberapa kaca jendela dan fasilitas taman kantor rusak akibat lemparan botol air mineral dan batu.

“Sempat ada yang terpancing emosi, tapi kami berhasil meredam. Tuntutan kami sederhana: naikkan harga dan hapus sistem mitra yang merugikan,” ujar Suryadi, Ketua Umum Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada), yang memimpin langsung aksi tersebut.

Ketegangan baru mereda setelah Direktur Operasional PT Timah dan perwakilan manajemen turun menemui perwakilan demonstran.

Dalam pertemuan darurat yang berlangsung hampir dua jam, disepakati bahwa PT Timah akan membeli langsung bijih timah dari penambang rakyat dengan harga Rp300.000 per kilogram (SN 70), efektif mulai pekan depan.

Momen Bersejarah

Bagi masyarakat Bangka Belitung, keputusan itu bukan sekadar kenaikan harga.

Banyak yang menyebut hari itu sebagai “Awal Era Baru Pertimahan Babel” masa di mana penambang rakyat kembali diakui, dihargai, dan mendapatkan keadilan ekonomi dari kekayaan sumber daya alam mereka sendiri.

Ketua Umum Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada), Suryadi dalam keterangannya kepada media, menyebut bahwa keputusan PT Timah ini bertepatan dengan kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Pulau Bangka bersama tujuh Menteri Kabinet, Kapolri, dan petinggi TNI.

“Ini momen bersejarah. Saat rakyat bersuara, negara mendengar. Apalagi ketika Presiden dan para menteri sedang berada di tanah timah. Kami harap kebijakan ini menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola pertimahan nasional,” ujar Suryadi.

Ia menegaskan, persoalan utama yang selama ini menghantui penambang bukan hanya harga yang rendah, tetapi juga sistem pembayaran yang lambat dan ketergantungan pada mitra yang sering tidak transparan.

Banyak penambang kecil yang keuangannya macet karena hasil timah mereka dibayar berminggu-minggu.

Akibatnya mereka memilih menjual ke kolektor swasta, dan itu berpotensi jadi jalur ilegal.

Koperasi Jadi Solusi

Untuk menghindari kembali terulangnya masalah tersebut, Astrada mengusulkan agar koperasi tambang rakyat diberi peran penting sebagai penghubung resmi antara penambang dan PT Timah.

Menurut Suryadi, koperasi bisa menjadi lembaga yang menampung hasil tambang rakyat, memastikan legalitas asal bijih, serta menjamin pembayaran dilakukan tepat waktu.

Ia menyarankan agar PT Timah menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) dengan koperasi yang telah berbadan hukum dan memiliki izin resmi.

“Dengan begitu, koperasi bukan hanya wadah ekonomi rakyat, tapi juga alat kontrol sosial. Semua hasil tambang rakyat bisa disalurkan ke jalur legal, mendukung pendapatan negara, dan menekan penyelundupan,” jelasnya.

Langkah ini, lanjut Suryadi, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk membangun kemandirian ekonomi nasional berbasis koperasi dan sumber daya rakyat.

"Diharapkan PT.Timah.Tbk memberi ruang dan peluang untuk Koperasi dapat mengakomodir masyarakat penambang rakyat yang menjadi anggota koperasi untuk menjual biji timahnya kepada PT Timah melalui Koperasi, dengan diikat Surat Perjanjian Kerjasama antara Koperasi dan PT.Timah.Tbk. Hal tersebut sejalan dengan program besar Bpk.Prabowo Subianto Presiden Republik Indonesia untuk mensejahterakan Rakyat Indonesia melalui Koperasi," ujarnya.

Dampak Ekonomi di Lapangan

Kenaikan harga timah langsung terasa di lapangan. Hanya sehari setelah pengumuman resmi, harga solar di sejumlah wilayah tambang naik tipis, sementara permintaan alat berat dan karung penambang melonjak.

Bagi penambang kecil, kenaikan Rp100.000 per kilogram bisa berarti selamat dari lilitan utang.

“Kalau dulu kami jual 20 kilogram cuma dapat tiga juta lebih, sekarang bisa enam juta. Itu sudah cukup buat bayar tenaga, makan, dan modal gali lagi,” ujar Udin (35), penambang asal Belinyu.

Pedagang di sekitar lokasi tambang juga ikut merasakan dampak positif. Omzet warung makan dan bengkel tambang meningkat hingga 40 persen.

“Kalau penambang senang, ekonomi ikut hidup. Warung ramai, bengkel rame, semuanya ikut makan,” ujar Lina, pemilik warung nasi di Sungailiat.

Meski euforia kemenangan terasa di seluruh Bangka Belitung, para penambang sadar perjuangan belum selesai.

Mereka berharap PT Timah menepati janji pembayaran langsung, tanpa potongan dan tanpa keterlambatan.

(Posbelitung.co/Teddy Malaka/bangkapos.com/Zulkodri)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved