Berita Bangka Selatan

Ironi Lonjakan Kasus HIV Mengintai Basel, Terdeteksi 12 Pasien Baru, Mayoritas Usia 18 Tahun ke Atas

Pemkab Bangka Selatan melakukan upaya pencegahan lebih masif terhadap kasus HIV yang kini kasusnya melonjak 

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bangka Selatan, dr Agus Pranawa. 
Ringkasan Berita:
  • Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) kini mengintai Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
  • Sepanjang Januari hingga September 2025 tercatat 12 kasus baru HIV terdeteksi di wilayah Bangka Selatan
  • Secara kumulatif sejak tahun 2010 hingga September 2025 tercatat 83 warga Kabupaten Bangka Selatan terinfeksi HIV

 

BANGKAPOS.COM - Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) kini mengintai Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tak main-main, kasus penyakit mematikan ini jumlah pasiennya melonjak.

Lonjakan kasus baru HIV langsung menjadi sasaran prioritas Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan untuk segera ditangani serius.

Terdata, belasan kasus pasien mengidap HIV selama 9 bulan terakhir.

Ironisnya, beberapa kasus di antaranya menyebabkan kematian. 

Kondisi ini tentunya menjadi perhatian serius pemerintah daerah dalam melakukan upaya pencegahan lebih masif.

Baca juga: Dari Laporan Medsos Juru Parkir Ilegal Dirazia, Pungli UMKM Rp20 Ribu Sehari, Dalih Diberi Sukarela

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bangka Selatan, dr Agus Pranawa mengatakan sepanjang Januari hingga September 2025 pihaknya mencatat 12 kasus baru HIV terdeteksi di wilayah tersebut. 

Ilustrasi HIV Aids
Ilustrasi HIV Aids (Darwinsyah/BangkaPos)

Dari belasan kasus baru itu, delapan orang kini menjalani pengobatan aktif, sementara empat orang meninggal dunia akibat komplikasi penyakit. 

Penambahan kasus ini memperkuat sinyal bahwa penyebaran HIV masih terus terjadi.

“Kami menemukan 12 kasus baru selama 2025. Sebagian besar berada pada usia produktif,” kata dia kepada Bangkapos.com, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya secara kumulatif sejak tahun 2010 hingga September 2025 tercatat 83 warga Kabupaten Bangka Selatan terinfeksi HIV. 

Dari jumlah tersebut 54 orang tengah menjalani pengobatan secara rutin. 

14 orang lainnya dinyatakan meninggal dunia dan 15 orang gagal dipantau atau hilang tindak lanjut. 

Adapun penularan kasus HIV baru paling banyak disebabkan oleh hubungan seksual berisiko, terutama lesbian, gay, biseksual dan transgender atau LGBT.

Paling rentan terjadi pada kelompok lelaki seks lelaki (LSL). 

Kategori ini penyumbang kasus paling banyak dan membuat kekhawatiran di tengah masyarakat. Pemerintah berupaya menekan angka kasus HIV agar tak terus mengalami kenaikan setiap tahunnya.

 Seperti diketahui praktik seksual yang tidak aman dapat meningkatkan potensi seseorang terpapar HIV. 

Apalagi dengan bergonta-ganti pasangan.

“Faktor utama penyebab masih didominasi oleh hubungan sesama jenis dan hubungan dengan individu yang sudah terinfeksi HIV,” jelasnya.

Pasien Kalangan Muda Usia Produktif

Sementara itu karakteristik pasien yang terdeteksi di tahun ini mayoritas berasal dari kalangan muda dan usia produktif, yakni 18 tahun ke atas. 

Meski beberapa kasus juga ditemukan pada anak-anak akibat penularan dari ibu ke anak. 

Selain penemuan kasus baru, pihaknya turut menghadapi tantangan dalam pemantauan pasien yang sudah terdiagnosis.

Sebanyak 15 penderita HIV dinyatakan gagal follow up karena tidak lagi datang untuk kontrol atau berpindah domisili tanpa informasi. 

Karena ketika pasien berhenti berobat, risiko penularan ke orang lain akan semakin besar. 

Baca juga: Tren Konsumsi Cepat Saji Ancam Bangka Selatan, 1.000 Pasien Didominasi Sakit Mag, Usia Dewasa Muda

Dengan kondisi ini, ia memperkirakan angka HIV  berpotensi terus meningkat mengingat perilaku seksual menyimpang masih marak di masyarakat.

“Karena dengan kasus ini membuat Kabupaten Bangka Selatan termasuk daerah dengan angka HIV tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung,” ucapnya.

Edukasi kepada masyarakat kata Agus Pranawa terus dilakukan agar populasi penderita HIV mau memeriksakan diri. 

Pasalnya, kesadaran masyarakat masih rendah untuk memeriksakan diri dalam deteksi dini HIV. 

Terutama bagi masyarakat yang melakukan hubungan seksual secara bergonta-ganti pasangan serta berisiko tinggi HIV. 

“Pemeriksaan HIV dapat dilakukan secara gratis di Puskesmas maupun rumah sakit dengan identitas dirahasiakan,” pungkas Agus Pranawa.

Pemkab Turun ke Lapangan Buru Kasus HIV Baru

Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung terus melakukan upaya dalam menekan penyebaran virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di daerah itu. 

Caranya dengan strategi yang lebih agresif dan menyentuh langsung masyarakat. 

Tidak lagi menunggu pasien datang ke fasilitas kesehatan, pemerintah melakukan skrining aktif hingga ke lokasi-lokasi berisiko tinggi, termasuk kawasan lokalisasi dan tempat umum.

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bangka Selatan, dr Agus Pranawa berujar langkah ini menjadi bagian dari strategi baru dalam memperkuat deteksi dini kasus HIV. 

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bangka Selatan, dr Agus Pranawa.
Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bangka Selatan, dr Agus Pranawa. ((Bangkapos.com/Cepi Marlianto))

Termasuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan secara sukarela. 

Setiap Puskesmas diwajibkan melakukan kegiatan skrining dan penyuluhan HIV/AIDS dua hingga tiga kali dalam setahun.

“Kegiatan ini menyasar berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pelajar, pekerja swasta, hingga kelompok berisiko tinggi,” kata dia kepada Bangkapos.com, Selasa (4/11/2025).

Pendekatan jemput bola kata Agus Pranawa terbukti lebih efektif dalam menemukan kasus sejak dini. 

Dengan skrining aktif, penderita yang sebelumnya belum menyadari status kesehatannya bisa segera mendapat pendampingan dan pengobatan. 

Dengan begitu penularan HIV dapat dicegah lebih awal. Selain penguatan deteksi dini, DKPPKB Basel juga memperluas cakupan sosialisasi dan edukasi bahaya HIV/AIDS. 

Baca juga: Profil dan Kekayaan Gubernur Riau Abdul Wahid di-OTT, Kuli Berharta Rp4,8 M Kini Pakai Sandal ke KPK

Edukasi dilakukan secara masif melalui sekolah, komunitas remaja, tempat ibadah, hingga area publik.

Tujuan utamanya adalah menanamkan kesadaran tentang pentingnya perilaku hidup sehat, terutama dalam hal hubungan seksual yang aman dan bertanggung jawab. keberhasilan menekan angka kasus HIV tidak bisa hanya dibebankan pada tenaga kesehatan. 

Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan, terutama dalam menjaga perilaku hidup sehat, tidak diskriminatif terhadap orang dengan HIV/AIDS serta berani melakukan pemeriksaan secara sukarela.

“Sosialisasi difokuskan pada pencegahan melalui perilaku seksual yang sehat dan menghindari penyimpangan seksual,” papar Agus Pranawa.

Di sisi lain tidak hanya mengandalkan tenaga kesehatan, DKPPKB memperkuat kolaborasi lintas sektor. Bidang Pengendalian Penduduk dan KB, Duta Genre, serta organisasi kepemudaan dilibatkan untuk memperluas jangkauan kampanye pencegahan. 

Bahkan, dalam waktu dekat, DKPPKB berencana menggandeng Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata agar sosialisasi bisa dilakukan lebih luas di sekolah-sekolah dan tempat wisata.

Langkah kolaboratif ini diyakini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat secara menyeluruh. 

Sebab, HIV bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga terkait perilaku sosial dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan dini. 

Deteksi dini menjadi kunci utama untuk mengendalikan penyebaran dan memastikan penderita memperoleh pengobatan yang tepat waktu.

“Kami ingin masyarakat paham bahwa HIV bukan aib. Justru dengan mengetahui sejak awal, penderita bisa hidup sehat dan mencegah penularan kepada orang lain,” ucapnya.

Agus Pranawa optimis dengan memperkuat sistem pencatatan dan pelaporan agar setiap kegiatan skrining dan edukasi bisa terpantau dengan baik. 

Dengan data yang akurat, upaya pencegahan dan penanganan akan lebih terarah sesuai kondisi lapangan. 

Melalui strategi terpadu yang melibatkan puskesmas, lintas sektor, dan partisipasi masyarakat penularan HIV dapat ditekan secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. 

“Langkah ini juga diharapkan mampu membangun kesadaran kolektif bahwa pencegahan lebih penting daripada pengobatan,” tukas Agus Pranawa.

Ajak Masyarakat Ikut VCT HIV

Sebelumnyam, Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung pernah mengajak masyarakat di daerah itu untuk ikut dalam program Voluntary Counseling and Testing alias VCT. 

Program tersebut guna mendeteksi penyakit infeksi Human Immunodeficiency Virus alias HIV maupun Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS. 

Terkhusus masyarakat berisiko tinggi diwajibkan menjalani VCT guna memperluas jumlah cakupan peserta program.

Baca juga: Biodata dan Karier Deni Surjantoro Pejabat Kemenkeu Ditolak Purbaya Salaman, Ahli Intelijen Dunia

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bangka Selatan, dr Agus Pranawa mengatakan bahwa pemerintah daerah menyediakan layanan pemeriksaan HIV-AIDS dan infeksi menular seksual secara gratis di sepuluh puskesmas dan dua rumah sakit. 

Layanan ini merupakan komitmen pemerintah untuk menekan risiko penularan HIV/AIDS. Mengingat kasus HIV hingga kini tercatat sebanyak 52 kasus dengan enam kasus baru.

“Infeksi HIV bisa terdeteksi ketika kita melakukan sekring ataupun VCT,” kata dia kepada Bangkapos.com, Sabtu (12/7/2025).

Diakui Agus Pranawa kasus HIV yang terdata saat ini bisa diibaratkan seperti fenomena gunung es sebagai metafora. 

Artinya, kasus HIV terdata sampai kini belum menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. 

Kondisi ini hanya menggambarkan situasi di mana hanya sebagian kecil kasus HIV yang terdeteksi. 

Sementara sebagian besar kasus yang HIV tetap tersembunyi atau tidak terdeteksi. 

Oleh karena itu, pihaknya rutin melakukan skrining atau pengecekan kesehatan terhadap kelompok risiko tinggi. 

Mulai ibu hamil sampai wanita pekerja seks (WPS) di tempat lokalisasi secara berpindah-pindah maupun pengguna narkotika suntik. 

Akan tetapi yang masih menjadi kendala yaitu tes HIV kepada kelompok LGBT dikarenakan komunitas ini bersifat tertutup sehingga belum bisa diawasi secara ketat.

“Di luar masih banyak masyarakat berisiko tinggi terinfeksi HIV yang tidak melakukan pemeriksaan. Ini menjadi kendala kita,” ujar Agus Pranawa.

Tes VCT lanjut dia bersifat sukarela dan rahasia, serta memberikan informasi yang jelas tentang manfaat VCT dalam pencegahan dan penanganan HIV/AIDS. 

Sosialisasi dan penyuluhan yang informatif dan mudah dipahami juga dapat membantu mengurangi stigma dan ketakutan terkait tes HIV. 

Lewat VCT adalah langkah bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain.

Bahkan HIV bisa menular dari ibu ke anak, baik selama kehamilan, persalinan, maupun saat menyusui. 

Dengan pengobatan dan penanganan yang tepat pada ibu hamil, risiko penularan dapat diturunkan secara signifikan. 

Perlu diingat bahwa pelaksanaan VCT harus dilakukan dengan menjaga kerahasiaan dan privasi individu. 

“Tidak menutup kemungkinan masyarakat yang ingin memeriksakan diri di fasilitas kesehatan juga bisa,” ucapnya.

Dirinya berharap masyarakat akan semakin memahami pentingnya VCT dan berani untuk memeriksakan diri. 

Pada akhirnya akan membantu dalam upaya pencegahan dan penanganan HIV/AIDS di tengah masyarakat. 

Dengan begitu kasus HIV tidak terus bertambah setiap tahunnya. 

Mengingat setiap fasilitas kesehatan sudah berupaya optimal dalam menekan kasus HIV lewat kegiatan promotif dan preventif.

“Targetnya penyakit HIV ini tidak bertambah setiap tahunnya. Tentunya ini masih menjadi pekerjaan rumah berat bagi kita,” tukas Kadinkes. 

(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved