Bangka Pos Hari Ini
Masyarakat Bertahun-tahun Berteman dengan Buaya, Tak Pernah Menyerang saat Memancing
Dua buaya di Sungai Jerambah Gantung mati diduga diracun, Lurah minta warga informasikan bila ada orang yang mencurigakan diduga pelaku
BANGKAPOS.COM, BANGKA - BUAYA di aliran Sungai Jerambah Gantung, Kelurahan Jerambah Gantung, Kecamatan Gabek, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bukan sesuatu baru bagi warga setempat.
Hal tersebut diceritakan Lurah Jerambah Gantung, Suswoyo, yang bercerita panjang tentang hubungan masyarakat dengan buaya yang selama bertahun-tahun menjadi “tetangga sungai”.
“Orang-orang mancing udang tuh, jarak dari perahu paling satu jengkal karena memang biasanya nelayan pakai perahu kecil tetapi buaya cuma lewat-lewat lah. Gak pernah yang namanya nyerang. Kami ini, berteman dekat lah dengan buaya,” tuturnya kepada Bangkapos, Jumat (14/11).
Ia lalu mengisahkan bagaimana warga sering melihat buaya itu melintas pelan di permukaan air, terkadang dua ekor sekaligus, kadang satu. Ada yang melihatnya pagi hari, ada yang ketika malam sedang bermain gaple di pinggir sungai.
“Kadang dia naik ke atas, dekat seberang. Kalau buaya besar kan biasanya para pemancing sedikit mundur. Sama-sama ngerti lah. Dia lewat, kami nengok. Itu saja,” tambahnya.
Hubungan itu berjalan alami. Tanpa upaya khusus, tanpa paksaan. Justru karena ekosistem sungai masih terjaga, kata Suswoyo, buaya itu tidak pernah menunjukkan agresi. Makanan berlimpah, kualitas air bagus, dan aliran sungai panjang membuat habitat mereka tetap stabil.
Baca juga: Kades Kaget 42 Ton BBM Subsidi Ditimbun di Bukit Mang Kadir Belinyu, Lima Orang Ditahan Polisi
“Alhamdulillah mungkin karena ekosistem masih terjaga, jadi mereka tidak mengganggu dan memang dari puluhan tahun ke belakang wilayah tersebut adalah sarang buaya. Tidak manusia, tidak hewan. Namanya perut, kalau kenyang, aman,” jelasnya.
Namun keharmonisan itu mendadak terguncang dengan ditemukannya dua ekor buaya mati, diduga diracun. Bagi warga, termasuk bagi Suswoyo sendiri, kejadian itu sangat memukul perasaan.
“Tiba-tiba kemarin terkejut ada yang mengabarkan dua KO (mati-red). Diduga itu disengaja. Diracun pakai pancingan di mulut itu masih leket (menempel),” katanya.
Ia bahkan menceritakan bagaimana warga menemukan umpan beracun berupa ayam yang mengeluarkan bau yang berbeda dari ayam biasanya.
“Itu langsung aku ditelepon masyarakat. Aku bilang, kalau memang ada yang mencurigakan, cepat koordinasi. Tangkap orang tuh. Buaya itu dilindungi juga, walaupun dia buaya,” tegasnya.
Meski demikian, ia mengakui belum mengetahui siapa yang bertanggung jawab. Kelurahan hanya bisa mendorong masyarakat untuk tetap waspada dan melaporkan aktivitas mencurigakan.
“Kami terkejut, ada kok manusia yang tega dan beran sengaja mau bunuh buaya itu. Tapi kalau ada yang gerak-gerak mencurigakan, tetap kami tegur. Apa maksud dan tujuannya? kemudian akan kami serahkan kepada pihak yang berwenang,” ujarnya.
Ia mengatakan sudah ada komunikasi dengan pihak terkait, termasuk komunitas pemantau lingkungan, meski belum ada tindak lanjut resmi.
“Kami tetap koordinasi. Kalau ada laporan baru, kami teruskan. Yang penting jangan ada kejadian lagi,” ucapnya.
Lebih jauh, Suswoyo menekankan bahwa keberadaan buaya justru menjadi salah satu unsur wisata alam yang unik bagi Jerambah Gantung yaitu akan adanya Wisata Sejagat. Warga pun tidak merasa takut atau terancam, meski kasus kematian buaya ini sempat menimbulkan tanya.
“Belum ada masyarakat yang takut. Dominannya warga malah dukung karena dari dulu hidup berdampingan. Buaya di sini tidak pernah menyerang,” katanya.
Ia menyebut bahwa sejak dulu sudah ada cerita soal buaya, tetapi lebih banyak berkaitan dengan legenda dan mitos lokal. Kasus orang meninggal di sungai pun, katanya, bukan karena diserang buaya.
“Ada dulu orang meninggal bunuh diri kalau gak salah di sungai ini serta mayatnya ngapung di aliran sungai tapi tidak diserang atau memakan mayat manusia yang mengapung,” ungkapnya.
Suswoyo lalu menggambarkan suasana sore di tepi sungai tempat warga sering duduk bersama sambil makan kue, minum kopi, atau sekadar bercengkerama. Buaya pun kadang melintas perlahan, seakan menjadi bagian dari rutinitas kecil yang menemani masyarakat.
“Kalau duduk sore-sore, segar. Kadang buaya lewat, kami nengok, selesai. Kadang sehari bisa sampai 3 kali, kadang juga tidak kelihatan. Itu suasana yang kami jaga,” tuturnya.
Kelurahan pun berharap rencana pengembangan wisata sungai tidak terganggu oleh kejadian ini. Terlebih mereka baru saja menerima satu unit perahu bantuan, hasil koordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Bank Indonesia.
“Alhamdulillah akhirnya dapat satu perahu. Ini untuk memperkuat wisata kami. Jadi kejadian ini jangan sampai menakutkan masyarakat,” katanya.
Meski ada pro dan kontra, Suswoyo menyatakan mayoritas warga tetap mendukung pengembangan wisata berbasis alam dan sungai.
“Pro kontra itu pasti. Hal baik pun ada pro kontra. Tapi dominannya masyarakat mendukung,” ujarnya mantap.
Di akhir pembicaraan, ia berharap kasus peracunan buaya dapat segera terungkap, bukan hanya demi keamanan, tetapi demi menjaga hubungan alamiah yang telah puluhan tahun terbangun antara warga Jerambah Gantung dan sang penjaga sungai itu.
“Buaya itu bagian dari kami di sini. Dari dulu. Jadi kalau ada yang sengaja bunuh, sakit hati kami. Itu ekosistem, itu habitat mereka. Jangan diganggu,” ucapnya. (x1)
| Selama Dua Pekan Petani di Desa Rias Diserang Hama Patek Secara Beruntun hingga Merugi |
|
|---|
| Kades Kaget 42 Ton BBM Subsidi Ditimbun di Bukit Mang Kadir Belinyu, Lima Orang Ditahan Polisi |
|
|---|
| Pelarian Mantan Wakil Ketua DPRD Babel Berakhir di Kafe, Dedy Diciduk saat Asyik Ngopi |
|
|---|
| Polda Babel Gerebek Gudang Pengoplosan Gas Bersubsidi, Raup Rp100 Ribu per Tabung |
|
|---|
| Istri Tak Cantik Lagi, Suami Tega Tiduri Anak Kandung, Kepergok Berbuat Asusila di Pondok Kebun |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.