Belasan ASN Jambi Tolak Jabatan Baru, Bongkar Dugaan Pemalsuan Surat Pengunduran Diri
Kasus ASN Jambi makin panas. Dedy Ardiansyah menolak jabatan baru karena dianggap tidak setara dan tidak manusiawi. Bongkar dugaan pemalsuan surat
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM--Kasus pemalsuan surat pengunduran diri yang menimpa 13 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi terus menyeruak ke permukaan.
Salah satu ASN yang menjadi korban, Dedy Ardiansyah, menolak jabatan barunya yang dianggap tidak setara, jauh dari tempat tinggal, serta dinilai tidak manusiawi.
Dedy sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang di salah satu dinas.
Namun, pasca-reshuffle jabatan pada Juni 2025, ia dipindahkan menjadi Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di Kabupaten Kerinci, sekitar 12 jam perjalanan darat dari Kota Jambi, tempat ia berdomisili.
Keputusan itu memicu penolakan keras dari Dedy.
Menurutnya, pengangkatan tersebut tidak sejalan dengan rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang menyatakan bahwa pejabat korban pemalsuan surat pengunduran diri harus dikembalikan ke jabatan setara.
“Saya menolak dilantik karena ditempatkan di Kerinci. Ini tidak manusiawi. Saya harus merawat ibu yang kedua matanya buta. Bagaimana mungkin saya tinggalkan beliau untuk bolak-balik tugas ke sana?” ungkap Dedy, Rabu (10/9/2025).
Baca juga: Ada Apa, Warga Jawa Timur Ramai-Ramai Ubah Status Agama di KTP Jadi Kepercayaan Tuhan YME
Turun Jabatan dan Banyak Kejanggalan
Selain persoalan jarak, Dedy menilai jabatan barunya bukanlah jabatan setara.
Dari posisi Kepala Bidang, ia diturunkan menjadi Kepala UPTD, yang secara struktural dianggap lebih rendah.
Lebih janggal lagi, kata Dedy, jabatan lama yang ia tinggalkan hingga kini masih kosong dan belum terisi.
“Kalau memang saya harus pindah, logikanya jabatan lama saya diisi orang lain. Tapi faktanya masih kosong. Sementara teman-teman lain yang mengalami nasib sama justru kembali dapat jabatan kabid, bahkan ada yang naik menjadi sekretaris dinas. Zalim sekali, saya seperti mau dibuang ke tempat jauh,” tegasnya.
Menurut Dedy, hal ini memperkuat dugaan bahwa dirinya sedang diperlakukan tidak adil. Ia memastikan proses hukum tetap berjalan di Polda Jambi.

Kronologi Dugaan Pemalsuan Surat
Baca juga: Sosok Ahmad Assegaf yang Digugat Cerai Selebgram Tasya Farasya Bukan Orang Sembarangan
Kasus ini bermula dari reshuffle jabatan yang dilakukan Gubernur Jambi, Al Haris, pada Juni 2025.
Melalui SK Gubernur Nomor 496/KEP.GUB/BKD-3.3/2025, sebanyak 13 pejabat eselon III dan IV diberhentikan.
Awalnya, para pejabat ini mengira pemberhentian adalah bagian dari rotasi biasa.
Namun, kecurigaan muncul setelah mereka menerima salinan surat pengunduran diri yang tidak pernah mereka buat.
Isi surat tersebut menyebutkan alasan pribadi, mulai dari ingin fokus mengurus keluarga, hingga alasan kesehatan.
Namun anehnya, tanda tangan yang tercantum bukan milik asli para pejabat yang bersangkutan.
Kasus paling mencolok menimpa Syafrial, Kepala Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar).
Dalam surat pengunduran dirinya disebutkan alasan ingin merawat orang tua. Padahal, kedua orang tua Syafrial sudah lama meninggal dunia.
“Ayahnya wafat tahun 1990, ibunya meninggal tahun 2020. Bagaimana mungkin alasan pengunduran diri itu benar? Ini jelas-jelas dipalsukan,” ungkap Afriansyah, kuasa hukum Syafrial, saat melapor ke Polda Jambi pada Kamis (24/7/2025).
Pelaporan ke Polisi
Kuasa hukum delapan dari 13 korban, Afriansyah, resmi melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polda Jambi.
Laporan dibuat dengan dasar adanya tanda tangan dan isi surat yang diduga dipalsukan.
“Klien saya tidak pernah menulis surat, tidak pernah tanda tangan, tetapi suratnya keluar. Ada tanda tangan mirip, tapi kita tidak tahu apakah basah atau hasil scan. Itu yang kami laporkan,” ujarnya.
Polisi disebut sudah mengagendakan pemeriksaan terhadap dua pejabat tinggi Pemprov Jambi dalam minggu ini.
Namun, identitas mereka masih dirahasiakan.
Posisi Pemerintah Provinsi Jambi
Sementara itu, pihak Pemerintah Provinsi Jambi membantah telah melanggar aturan.
Hambali, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jambi, menyatakan bahwa pengangkatan Dedy ke jabatan baru masih dalam kategori setara, yaitu jabatan administrator.
Menurut Hambali, hal ini merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN serta PP Nomor 11 Tahun 2017 jo PP Nomor 17 Tahun 2021 tentang Manajemen ASN.
“Menurut hemat kami, jabatan yang diberikan masih setara, yakni jabatan administrator. Jadi tidak ada penurunan,” jelas Hambali.
Hal senada disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman, yang melantik para pejabat tersebut pada 9 September 2025.
Menurutnya, pelantikan ini adalah tindak lanjut dari rekomendasi BKN.
Namun, penolakan dari salah satu korban membuat persoalan semakin kompleks.
Reaksi ASN Lain
Dari 13 korban, sebagian besar menerima jabatan baru mereka, meski ada yang masih menyimpan kekecewaan.
Beberapa bahkan justru mendapat posisi lebih tinggi.
Salah seorang ASN yang enggan disebut namanya menyatakan bahwa dirinya pasrah dengan keputusan tersebut.
“Daripada berlarut-larut, saya terima saja. Tapi memang tidak adil, ada yang jadi sekretaris dinas, ada yang jadi kabid lagi, sementara ada yang dibuang jauh,” ujarnya.
Hal ini memperkuat dugaan adanya perlakuan diskriminatif dalam proses penempatan jabatan baru.
Analisis: Restorasi atau Represi?
Kasus ini menyoroti dua hal sekaligus: dugaan pemalsuan dokumen dan persoalan manajemen ASN di daerah.
Jika terbukti ada pemalsuan, maka kasus ini bukan hanya pelanggaran etik, melainkan juga tindak pidana.
Pasal 263 KUHP menyatakan bahwa barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat dapat dipidana penjara hingga enam tahun.
Selain itu, ada persoalan keadilan dalam penempatan ASN.
Rekomendasi BKN yang meminta jabatan setara diberikan, faktanya tidak dijalankan secara konsisten.
Jika ASN diperlakukan semena-mena, dengan surat palsu, lalu dipindahkan seenaknya, ini bukan hanya masalah personal, tapi merusak sistem meritokrasi ASN. Publik akan kehilangan kepercayaan
Harapan Korban
Dedy dan rekan-rekannya berharap agar proses hukum di Polda Jambi bisa menyingkap siapa aktor intelektual di balik pemalsuan surat pengunduran diri.
Mereka juga menuntut keadilan berupa pengembalian jabatan setara sesuai rekomendasi BKN, tanpa ada diskriminasi.
“Saya bukan menolak jabatan karena gengsi. Tapi ini soal kemanusiaan dan keadilan. Saya harus rawat ibu saya yang buta. Jangan sampai ASN diperlakukan seperti pion yang bisa dibuang seenaknya,” tegas Dedy.
Kasus ini masih terus bergulir. Di satu sisi, Pemprov Jambi mengklaim sudah menjalankan aturan sesuai UU ASN.
Di sisi lain, korban menyebut ada pelanggaran keadilan dan dugaan kriminal berupa pemalsuan dokumen.
Publik kini menanti hasil penyelidikan kepolisian, apakah benar ada pihak yang sengaja memalsukan surat pengunduran diri demi kepentingan tertentu.
Yang jelas, kisah ini menjadi tamparan keras bagi manajemen ASN di Indonesia bahwa integritas birokrasi tidak hanya diukur dari aturan di atas kertas, tapi juga dari praktik keadilan dan kemanusiaan dalam setiap kebijakan.
Sebagian Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Jabatan Baru Ditolak ASN Korban Surat Pengunduran Diri Palsu, Dinilai Tak Manusiawi: Ibu Saya Buta
Masa Kerja dan Jam Kantor PPPK Paruh Waktu, Apa Bedanya dengan PPPK Penuh Waktu |
![]() |
---|
Video Pencapaian Kerja Prabowo Ditayangkan di Bioskop, Begini Penjelasan Kemenkomdigi |
![]() |
---|
Viral Video Pencapaian Kerja Prabowo Ditayangkan di Bioskop, Alasan Kemenkomdigi Biar Tersebar Luas |
![]() |
---|
Bubur Jabak Desa Irat Resmi Tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal |
![]() |
---|
Kata Jokowi Setelah Prabowo Gantikan Orang Dekatnya dengan Kader Gerindra |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.