Berita Viral

3 Pelaku Ngaku Profesor dari Amerika Tipu Lewat Investasi Bodong, Korban Rugi Rp3 M

Komplotan ini terdiri dari tiga orang pelaku, masing-masing berinisial NRA alias M, RJ, dan LBK alias A

Tribunnews/Kompas.com
TIGA PELAKU - Inilah sosok tiga pelaku yang mengaku sebagai profesor dari Amerika Serikat untuk menipu korban lewat kelas investasi bodong. 

“Dalam grup itu, korban mendapatkan pembelajaran intensif dari seseorang yang mengaku profesor asal Amerika Serikat. Pelatihan dilakukan secara daring dan tampak sangat meyakinkan,” tutur Rafles.

Sosok “Profesor” Palsu dan Tipu Muslihatnya

Pelaku yang mengaku sebagai profesor ini disebut-sebut berasal dari klaster Kamboja. Ia berpura-pura menjadi pakar analisis keuangan yang memahami pergerakan saham global.

Untuk menambah kredibilitas, ia bahkan melakukan demonstrasi dengan memprediksi kenaikan saham tertentu dan kebetulan benar.

“Ketika ramalannya terbukti, korban makin yakin bahwa profesor tersebut benar-benar ahli,” lanjut Rafles.

Tidak berhenti di situ, sang “profesor” kemudian menyebarkan kabar bahwa pasar saham akan ambruk pada Juni 2025, dan menyarankan peserta mengalihkan investasinya ke aset kripto yang ia kelola.

Korban pun menuruti saran itu, menanamkan dana sebesar Rp 3,05 miliar ke rekening perusahaan yang direkomendasikan oleh sang profesor.

Beberapa di antaranya adalah PT Global Organic Farm dan PT Jongo Karya Abadi dua perusahaan yang, setelah diselidiki, sama sekali tidak memiliki izin atau aktivitas di bidang investasi digital.

Peran Para Pelaku dan Skema Pencucian Uang

Tiga tersangka yang ditangkap di Indonesia berperan sebagai pencari identitas dan pembuat rekening fiktif.

Mereka bertugas mencari orang yang bersedia meminjamkan data pribadinya untuk membuka rekening bank, membuat badan usaha, hingga akun kripto.

Setiap rekening dihargai Rp 5 juta, sementara satu dokumen perusahaan bisa mencapai Rp 30 juta.

“Rekening dan perusahaan itu kemudian dibawa ke Malaysia untuk dijual kepada jaringan utama yang beroperasi di sana. Semua dipakai sebagai sarana pencucian uang hasil kejahatan,” ungkap Rafles.

Pasal yang Dikenakan

Polisi menjerat para tersangka dengan pasal berlapis.
Mereka dijerat Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE terkait penyebaran informasi menyesatkan yang merugikan konsumen.

Selain itu, pelaku juga disangkakan melanggar Pasal 81 dan/atau Pasal 82 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU (Pencucian Uang).

Polisi kini masih memburu jaringan utama yang beroperasi dari luar negeri dan menelusuri aliran dana miliaran rupiah tersebut.

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa di dunia maya, identitas dan gelar semu bisa menjerumuskan siapa saja bahkan dalam waktu sekejap.

(TribunNewsmaker.com/Kompas.com/Bangkapos.com)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved