Sri Mulyani Disebut Lindungi Pegawai yang Terlibat Kasus TPPU Rp349 T, Mahfud MD: Ke Saya Lobinya

Sri Mulyani disebut Mahfud justru meminta pegawai yang masuk daftar untuk tidak ikut rapat ketika membahas soal kasus dugaan TPPU.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Rusaidah
Kolase Tribunnews.com | Dok Humas ITB via Kompas.com
DUGAAN TPPU RP 349 T -- Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyadi disebut pernah lindungi pengawainya yang terlibat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp349 triliun. Hal ini diungkapkan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. 
Ringkasan Berita:
  • Mahfud MD menyebut mantan Menteri Keuangan (Menkeu) pernah melindungi anak buahnya yang diduga terseret kasus TPPU Rp 349 triliun
  • Semua berawal dari pernyataan Purbaya yang menyebut ada perlindungan terhadap pegawai di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
  • Purbaya mengatakan perlindungan dilakukan sebelum ditunjuk menjadi Menkeu. Cerita tersebut diperolehnya dari Jaksa Agung, ST Burhanuddin

 

BANGKAPOS.COM -- Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani disebut pernah lindungi pengawainya yang terlibat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp349 triliun.

Hal ini diungkapkan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.

Pada 2023 silam, Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan kasus TPPU Rp349 triliun.

Buntut temuan tersebut, pemerintah pun membentuk Satgas TPPU yang diketuai oleh Mahfud MD.

Namun, hingga saat ini, tidak diketahui perkembangan soal kasus tersebut.

Mahfud mengatakan lobi tidak hanya dilakukan oleh Sri Mulyani, tetapi juga oleh anggota DPR.

Baca juga: Sosok Komjen Suyudi Ario Seto, Alumni Akpol 1994 Pertama Pecah Bintang Tiga, Calon Kuat Kapolri

Bahkan, anggota DPR tersebut langsung meminta Mahfud agar Kejagung tidak melanjutkan pengusutan kasus tersebut.

"Kenapa saya tahu? Karena juga ke saya (lobi). Juru lobinya itu orang DPR, orang penting. Tolong Pak Jaksa Agung itu akan mendengar kalau Pak Mahfud bilang," tuturnya.

Masih di kasus yang sama, Mahfud sempat memaparkan daftar para terduga pelaku TPPU Rp349 triliun yang salah satunya adalah pegawai di DJBC dan DJP.

Adapun pemaparan itu disampaikan Mahfud dalam sebuah rapat yang juga dihadiri oleh Sri Mulyani.

Mahfud menyebut sempat meminta Sri Mulyani untuk memutasi atau memberhentikan para pegawai tersebut demi kepentingan penyelidikan.

Namun, sambungnya, Sri Mulyani tidak mengindahkan permintaan Mahfud.

Bahkan, Sri Mulyani disebut Mahfud justru meminta pegawai yang masuk daftar untuk tidak ikut rapat ketika membahas soal kasus dugaan TPPU.

"Di suatu rapat Bu Sri Mulyani cuma bilang (ke pegawai yang masuk daftar) 'eh namamu ada di sini lho, kamu kalau ada rapat tentang ini, nggak usah ke sini lagi'," cerita Mahfud.

Baca juga: Nasib Ahmad Sahroni Tidak Dipecat Hanya Dinonaktifkan 6 Bulan, Terbukti Langgar Kode Etik DPR

Tak cuma itu, ia juga menceritakan ketika Sri Mulyani tidak diterima anak buahnya dihukum ketika terjerat kasus.

Sri Mulyani, kata Mahfud, mengungkapkan bahwa anak buahnya itu hanyalah korban dari institusi lain.

"Bu Sri Mulyani pernah ketemu dengan saya ketika kasus itu. Saya bilang bu ada kasus ini lho, seharusnya ini dilanjutkan."

"(Sri Mulyani berkata) Pak saya nggak setuju kalau anak buah saya dihukum karena dia korban pak dari institusi lain. Saya sudah bina orang ini, menjadi bagus, tetapi dirusak oleh institusi lain," urai Mahfud.

Kisah yang diungkap oleh Mahfud MD ini setrlah menanggapi ucapan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut adanya perlindungan terhadap pegawai di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ketika menjadi narasumber di salah satu stasiun televisi swasta nasional.

Dalam pernyataannya, Purbaya mengatakan perlindungan itu dilakukan sebelum dirinya ditunjuk menjadi Menkeu.

Menkeu Purbaya Sebut Pegawai Pajak dan Bea Cukai Dilindungi dari Hukum

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa bikin gebrakan lagi.

Ia membongkar percakapannya dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin terkait dengan penegakkan hukum di dalam tubuh lembaga keuangan negara. 

Dalam perbincangan itu, terungkap fakta mengejutkan bahwa oknum pegawai pajak dan bea cukai ternyata pernah mendapatkan perlindungan di masa lalu sehingga sulit terjerat hukum. 

"Rupanya ya kenapa selama ini ya, saya baru tahu. Saya ketemu dengan Jaksa Agung," kata Purbaya seperti dikutip dari program CNN Indonesia, The Economic, pada Kamis (30/10/2025). 

Menurut Purbaya, Jaksa Agung sempat bertanya kepadanya soal apa tindakannya terhadap aparatur pajak atau bea cukai yang terlibat masalah hukum.  

"Saya enggak tahu ini rahasia apa enggak. Biar aja rahasia juga (saya ungkap di sini)," kata Purbaya.

Dia tanya sama saya, "Pak gimana kalau orang pajak atau bea cukai terlibat masalah hukum?"

"Apa maksudnya?" tanya saya lagi.

"Dia bilang, 'Ya Diselewengkan, mencuri segala macam. Boleh enggak dihukum?'" tanya Jaksa Agung. 

Awalnya, Purbaya sempat mengaku heran mendengar pertanyaan itu. 

"Saya bilang, ya hukum aja sesuai dengan kesalahan. Kan semuanya sama di mata hukum kan, semuanya sama," jawab Purbaya. 

Dari percakapan dengan ST Burhanuddin itu, Purbaya baru mengetahui bahwa di masa lalu, ada intervensi dari pihak tertentu agar kasus oknum pegawai pajak dan bea cukai yang terlibat hukum tidak diusut. 

"Rupanya sebelum-sebelumnya dilindungi. Jadi kalau ada seperti itu, ada intervensi dari atas supaya jangan diganggu karena akan mengganggu stabilitas pendapatan nasional. Itu lah yang menciptakan seperti dikasih intensif untuk berbuat dosa. Kan begitu kan, ternyata ada treatment seperti itu," pungkasnya. 

Pernyataan Tegas Purbaya Soal Korupsi

Purbaya Yudhi Sadewa mengaku tak main-main dengan anak buahnya, aparatur pajak dan bea cukai, yang terlibat masalah hukum. 

Menteri Keuangan RI ini menegaskan, hanya akan melindungi pegawai yang bekerja dengan jujur.

Sementara itu, yang terlibat praktik korupsi tak akan mendapatkan perlindungan dari siapapun.

"Petugas pajak banyak yang baik, yang baik enggak usah takut," ujar Purbaya, seperti dikutip dari The Economic di CNN Indonesia pada Kamis (30/10/2025).

"Yang miring-miring boleh takut sekarang karena enggak akan saya lindungin. Tapi kalau dia enggak salah diganggu orang, saya lindungin habis-habisan. Enggak ada urusan," tegasnya.

Purbaya mengaku baru mengetahui adanya praktik perlindungan terhadap oknum pajak dan bea cukai yang bermasalah tiga minggu setelah dirinya menjabat sebagai Menkeu. 

"Tapi kalau dia mencuri, terima uang dan ini terus minta perlindungan, enggak ada itu," katanya.

"Itulah salah satu kelemahan yang saya baru ketahuin tiga minggu yang lalu lah. Ternyata ada seperti itu ya. Saya baru jadi menteri. Saya bingung kenapa kasus seperti itu," lanjutnya.

Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun

Transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun terus menuai kritik dan polemik. Tak hanya Kementerian Keuangan, para politisi di Senayan juga terkesan berang.

Benarkah dana itu terkait dengan Pemilu?

Polemik transaksi janggal bernilai ratusan triliun rupiah terus bergulir.

Sejak dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, isu ini terus menuai kontroversi.

Sejumlah lembaga juga merasa terusik, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

MAHFUD MD - Mahfud MD saat masih menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Mahfud mempertanyakan keberanian KPK memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam kasus korupsi melibatkan orang dekatnya di Dinas PUPR Sumut,
MAHFUD MD - Mahfud MD saat masih menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Mahfud mempertanyakan keberanian KPK memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam kasus korupsi melibatkan orang dekatnya di Dinas PUPR Sumut, (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Pasalnya, Mahfud sempat menyebut transaksi janggal tersebut melibatkan para pegawai di lingkungan kementerian yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku tak tahu menahu soal transaksi janggal bernilai ratusan triliun ini.

Sri Mulyani mengakui, Kemenkeu sudah menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait laporan tersebut.

Namun, ia tak menemukan angka seperti yang disampaikan Mahfud.

Mahfud dan Sri Mulyani bertemu untuk mendiskusikan masalah itu.

Informasi soal transaksi mencurigakan ini semakin terang usai pertemuan.

Mahfud mengklarifikasi, bahwa transaksi bernilai triliunan rupiah itu merupakan laporan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), bukan laporan korupsi.

Dan setelah melalui penyelidikan, transaksi mencurigakan ini bertambah nilainya dari yang semula hanya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun.

Transaksi mencurigakan ini disebutkan banyak melibatkan dunia luar, bukan hanya di internal Kemenkeu saja.

DPR Turun Tangan

Usai pertemuan antara Mahfud dan Sri Mulyani, polemik ini sempat mereda. Namun, isu ini kembali ramai dibicarakan kala Komisi III DPR memanggil PPATK untuk meminta penjelasan.

Dalam rapat tersebut bahkan ada ancaman yang dilontarkan oleh salah satu anggota Dewan bagi pihak–pihak yang membocorkan transaksi mencurigakan.

Di depan parlemen, PPATK menegaskan, bahwa transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang sedang ramai dibicarakan merupakan TPPU.

Senada dengan Mahfud, PPATK juga menyatakan, transaksi janggal tersebut tidak semuanya terjadi di Kemenkeu. Namun, ada kasus lain yang berkaitan dengan ekspor-impor hingga perpajakan.

Aksi saling tantang antara Mahfud dan sejumlah anggota Dewan pun tak terhindarkan.

Rabu (29/3/2023), Mahfud MD dijadwalkan rapat dengan Komisi III DPR guna mencari titik terang perihal transaksi mencurigakan yang menghebohkan.

Sebelumnya DPR sudah menjadwalkan pertemuan dengan Menko Polhukam. Namun pertemuan ini batal dan dijadwal ulang karena alasan tanda tangan.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman curiga ada motif politik di balik ramainya isu transaksi gelap bernilai ratusan triliun rupiah ini.

Dia curiga ada upaya untuk mendiskreditkan Kemenkeu dan sejumlah pejabat yang ada di dalamnya.

Sebab Mahfud dan PPATK membuka temuan transaksi mencurigakan tersebut ke publik. Padahal seharusnya itu adalah sesuatu yang dirahasiakan.

Ada desakan agar Komisi III membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menelisik dan mengungkap transaksi janggal senilai Rp 349 triliun ini.

Pembentukan Pansus dibutuhkan untuk mengklarifikasi masalah ‘transaksi haram’ ini. Pasalnya, temuan transaksi keuangan yang mencurigakan ini bisa menjadi sangat serius bila dibiarkan.

Pembentukan Pansus diharapkan bisa menemukan fakta dan data terkait skandal transaksi Rp 349 triliun ini sekaligus menemukan siapa saja aktor di balik skandal tersebut.

(Bangkapos.com/Kompas.com/TribunJatim.com/TribunJakarta.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved