Gubernur Riau Terjaring OTT

Anak Buah Pontang-panting Cari Uang Jatah Reman Untuk Gubernur Riau Abdul Wahid

Untuk memenuhi 'jatah preman' Abdul Wahid, para Kepala UPT Dinas PUPR-PKPP Riau menggunakan uang sendiri hingga menggadaikan sertifikat.

Editor: Fitriadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ABDUL WAHID TERSANGKA - Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau M. Arief Setiawan (kanan) dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (kiri) mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). KPK resmi menahan Gubernur Riau Abdul Wahid bersama dua tersangka lainnya terkait kasus dugaan pemerasan dan suap dalam penganggaran proyek infrastruktur di lingkungan Dinas PUPRPKPP Riau. 
Ringkasan Berita:
  • Gubernur Riau Abdul Wahid bersama Kepala Dinas PUPR-PKPP dan Tenaga Ahli Gubernur ditetapkan sebagai tersangka.
  • Abdul Wahid sudah berniat meminta jatah reman sejak awal menjabat dan ancam copot anak buahnya yang tidak menuruti perintahnya.
  • Kepala UPT di PUPR-PKPP Provinsi Riau sampai gadai sertifikat demi memenuhi permintaan uang setoran Abdul Wahid.

 

BANGKAPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta terkait 'jatah preman' untuk Gubernur Riau Abdul Wahid.

Sejak awal menjabat gubernur, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu sudah berniat meminta jatah setoran dari anak buahnya di Pemprov Riau.

Sasarannya adalah Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman dan Pertahanan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau.

Baca juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Melarikan Diri saat Hendak Ditangkap Tim KPK

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkap para kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di PUPR-PKPP Provinsi Riau harus memutar otak untuk mencari uang untuk disetorkan ke sang gubernur.

Bahkan untuk memenuhi 'jatah preman' Abdul Wahid, para jajarannya yakni Kepala UPT Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau harus menggunakan uangnya sendiri hingga ada yang menggadaikan sertifikat.

Padahal, Abdul Wahid sempat menyebut APBD Riau tengah dalam kondisi defisit hingga mencapai Rp2,5 triliun.

Baca juga: Dari Kode ‘7 Batang’ Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka KPK, Terima Fee Rp4,05 M dari Dinas PUPR

Namun, politikus PKB itu seakan tidak peduli dengan kondisi tersebut dan memaksa untuk tetap adanya setoran uang kepadanya.

ABDUL KENAKAN ROMPI TAHANAN - Gubernur Riau Abdul terlihat mengenakan rompi tahanan di di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
ABDUL KENAKAN ROMPI TAHANAN - Gubernur Riau Abdul terlihat mengenakan rompi tahanan di di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). (KOMPAS.com/HARYANTI PUPSA SARI)

Asep mengungkapkan hal itulah yang menyebabkan para Kepala UPT harus memutar otak untuk mencari uang dan caranya yakni memakai dana pribadi hingga gadai sertifikat.

"Jadi informasi yang kami diterima dari para Kepala UPT bahwa mereka uangnya itu pinjam, ada yang pakai uang sendiri, ada yang pinjam ke bank," kata Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

Abdul Wahid telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Baca juga: Profil 4 Gubernur Riau Ditangkap KPK, dari Saleh Djasit Hingga Abdul Wahid

"Karena anggarannya defisit, proyeknya kan itu belum ada. Kan lebih difokuskan ke belanja pegawainya. Akhirnya mereka karena belum ada uangnya, makannya mereka pinjam, ada yang gadaikan sertifikat," jelas Ase

Abdul Wahid Ultimaum Anak Buah Jika Tak Turuti Perintahnya

Asep mengatakan, Abdul Wahid sudah berniat memeras bawahannya sejak awal menjabat sebagai Gubernur Riau. Ia dilantik pada 20 Februari 2025.

Bahkan, kata Asep, niatannya itu disampaikan langsung di depan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam suatu rapat.

Abdul Wahid, kata Asep, sampai mengultimatum bakal memutasi atau mencopot jajarannya yang tidak mau menuruti segala perintahnya, termasuk terkait jatah uang.

"Jadi, awal menjabat, dia sudah mengumpulkan seluruh SKPD termasuk dengan kepala-kepala dan staf-stafnya. Salah satu yang dikumpulkan adalah kepala-kepalanya di Dinas PUPR termasuk Kepala UPT Jalan dan Jembatan."

"Saat dikumpulkan itulah, yang bersangkutan itu menyampaikan bahwa mataharinya adalah satu, harus tegak lurus kepada mataharinya, artinya kepada Gubernur," ungkap Asep.

Asep Guntur menambahkan, Abdul Wahid memeras anak buahnya untuk memenuhi keinginannya plesiran ke luar negeri.

Tak cuma ke satu negara, uang hasil memeras tersebut digunakan Abdul Wahid untuk membiayai plesirannya ke beberapa negara seperti Inggris, Brasil, dan Malaysia.

"Salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri, ke Inggris, ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia," kata Asep.

Modus Abdul Wahid

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengungkapkan modus dari Abdul Wahid yakni meminta anak buahnya yakni Sekretaris Dinas PUPR-PKPP, Ferry Yunanda (FRY) agar Kepala UPT Dinas PUPR-PKPP melakukan mark up anggaran.

Rencana itu pun akhirnya disepakati setelah Ferry bertemu dengan enam Kepala UPT pada Mei 2025.

Selain sumber duit, Tanak menuturkan pertemuan itu turut menyepakati persentase setoran untuk Abdul Wahid.

"Fee tersebut atas penambahan dari anggaran tahun 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI di Dinas PUPR-PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Jadi terjadi kenaikan Rp106 miliar," kata Tanak.

Pertemuan itu lantas dilaporkan Ferry ke Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, M Arief Setiawan (MAS).

Hanya saja, persentase setoran ditolak oleh Setiawan. Akhirnya setoran pun berubah dari 2,5 persen menjadi lima persen.

Tanak mengungkapkan permintaan Setiawan itu pun lantas disanggupi Kepala UPT lantaran adanya ancaman mutasi dan pencopotan jika menolak.

Sejak kesepakatan itu, Abdul Wahid telah menerima tiga kali setoran. Pertama setoran sebesar Rp1,6 miliar.

"Juni 2025, pada setoran pertama, FRY sebagai pengumpul kepala UPT mengumpulkan Rp1,6 miliar atas perintah MAS sebagai representasi dari AW bahwa FRY mengalirkan dana sejumlah Rp1 miliar melalui peran DAN (Dani M Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau."

"Kemudian FRY juga memberikan uang sejumlah Rp600 juta kepada kerabat MAS," kata Tanak.

Sementara, setoran kedua dan ketiga masing-masing berjumlah Rp1,2 miliar.

"Sehingga penerimaan dari Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal Rp7 miliar," katanya.

Setoran Terakhir Berujung OTT

Hanya saja, setoran terakhir yang bakal diserahkan ke Abdul Wahid sudah terendus oleh KPK dan berujung dilakukannya OTT pada Senin (3/11/2025).

Saat tangkap tangan dilakukan, KPK mengamankan Ferry, Setiawan, serta lima kepala UPT Dinas PUPR-PKPP berinisial KA, EL, LH, BS, dan RA.

Namun, pada momen tersebut, Abdul Wahid tidak berada di lokasi penangkapan dan diduga bersembunyi.

Tak butuh waktu lama, penyidik KPK berhasil mengamankan Abdul Wahid yang sedang bersama orang kepercayaannya bernama Tata Maulana (TM) di sebuah kafe yang tidak jauh dari lokasi OTT.

Dalam kegiatan operasi di Riau, KPK turut mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp800 juta.

Setelah OTT dilakukan, KPK melanjutkan kegiatan dengan melakukan penggeledahan di kediaman Abdul Wahid di Jakarta Selatan. Komisi antirasuah pun kembali menyita uang senilai Rp800 juta dalam pecahan mata uang asing.

"Dari hasil penggeledahan tersebut, tim mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan asing yakni 9.000 poundsterling dan USD 3.000 atau jika dikonversi ke Rupiah menjadi Rp800 juta. Sehingga total yang diamankan dalam kegiatan penangkapan ini yakni Rp1,6 miliar," kata Tanak.

KPK telah menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka korupsi terkait jatah fee penambahan anggaran unit kerja di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP).

Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan dua orang tersangka lainnya atas nama Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid, Dani M. Nursalam.

Sebelumnya KPK menangkap total 10 orang dalam operasi senyap terkait dugaan suap proyek di Dinas PUPR Riau, Senin (3/11).

Dalam OTT tersebut, KPK turut menyita uang pecahan rupiah dan mata uang asing yang nilainya mencapai Rp1 miliar.

Abdul Wahid dan dua tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 12 e dan f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.

Tiga tersangka ditahan selama 20 hari ke depan.

Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK.

Sedangkan Setiawan dan Dani ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.

Profil Abdul Wahid

Abdul Wahid adalah pengusaha dan politikus Indonesia dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kini menjabat Gubernur Riau periode 2025–2030.

Ia didampingi oleh SF Hariyanto sebagai wakil gubernur.

Keduanya dipercaya menjadi duet kepemimpinan yang akan membawa perubahan dan kemajuan bagi Bumi Lancang Kuning selama lima tahun ke depan.

Momen bersejarah ini ditandai dengan pelantikan yang digelar di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis, 20 Februari 2025.

Pelantikan dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, sebagai bagian dari pelantikan kepala daerah secara nasional.

Dilansir laman dpr.go.id, Abdul Wahid lahir di Desa Belaras,  Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau pada 21 November 1980.

Ia merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Abdul Wahid mulai aktif dalam dunia politik sejak awal 2000-an.

Sebelum menjadi Gubernur Riau, Abdul Wahid pernah menjabat anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) periode 2019–2024 mewakili dapil Riau II.

Ia juga pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Riau dua periode sejak 2009 hingga 2019.

Di samping karier politiknya, Wahid juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.

Ia menjabat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKB Riau selama dua periode, yaitu 2002–2004 dan 2004–2009.

Ia juga pernah menjadi Wakil Sekretaris Pengurus Cabang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 2002–2003.

Abdul Wahid pernah menjadi Direktur PT. Malay Nusantara Cipta.

Masa kecilnya diwarnai oleh kondisi ekonomi yang menantang, terutama setelah ayahnya wafat saat ia berusia 10 tahun.

Sejak saat itu, ia turut membantu mengelola kebun kelapa milik keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Pendidikan dasar ia tempuh di SD Negeri Sei Simbar, lulus pada tahun 1994.

Ia melanjutkan ke MTs Sei Simbar dan menyelesaikan pendidikan menengah pada 1997.

Selanjutnya, Wahid menempuh pendidikan agama di Pondok Pesantren Ashhabul Yamin, Agam, hingga lulus pada tahun 2000.

Pendidikan tinggi ia lanjutkan di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, jurusan Pendidikan Agama Islam, dan meraih gelar Sarjana (S-1) pada 2004.

Ia kemudian mengambil kuliah S-2 Ilmu Politik dan meraih gelar Magister Sains dari Universitas Riau pada 2021.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Bangkapos.com)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved