UMP 2026 Belum Diputuskan, Pemerintah Rombak Formula Upah Sesuai Putusan MK Segini Simulasi Kenaikan

Pemerintah susun ulang formula Upah Minimum 2026 sesuai Putusan MK. Penetapan UMP ditunda, Buruh, Apindo dan pemerintah masih berdebat formula

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
tribunnews.com
Ilustrasi UMP, Upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 Belum Diputuskan, Pemerintah Rombak Formula Upah Sesuai Putusan MK Segini Simulasi Kenaikan 
Ringkasan Berita:
  • Pemerintah menunda pengumuman UMP 2026 karena aturan baru pengupahan sedang dirumuskan sesuai Putusan MK.
  • Penetapan tidak lagi mengacu pada tanggal 21 November.
  • Pemerintah tengah merumuskan formula baru berbasis KHL, sementara buruh dan pengusaha mengajukan usulan berbeda soal kenaikan upah.
  • KSPI menolak kenaikan UMP versi pemerintah yang hanya 3,5–3,75 persen.
  • Sementara Apindo mengingatkan agar formula baru tidak membebani pelaku usaha.

 

BANGKAPOS.COM--Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 dipastikan tidak akan diumumkan pada tanggal 21 November sebagaimana tradisi tahunan.

Pemerintah menyatakan, tahun ini penetapan UMP memasuki masa transisi karena sedang disusun aturan baru pengupahan sebagai tindak lanjut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023.

Aturan baru tersebut menuntut perubahan formula upah yang selama ini menjadi acuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 maupun PP Nomor 51 Tahun 2023.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menegaskan bahwa momentum tahun ini bukan sekadar rutinitas penetapan upah, melainkan perombakan besar sistem pengupahan nasional.

Perubahan itu membawa implikasi pada waktu, mekanisme, dan rumusan kenaikan upah.

Karena itulah, pemerintah tidak lagi terikat pada ketentuan tanggal pengumuman yang selama ini wajib dilakukan setiap 21 November.

“Kalau sudah ada PP baru, maka ketentuan tanggal dalam PP 36 tidak lagi mengikat. Kita sekarang fokus pada penyesuaian aturan sesuai amanat MK. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban pengumuman pada 21 November,” ujar Yassierli di kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

Formula Baru: UMP Tiap Daerah Tidak Lagi Seragam

Salah satu perubahan paling mendasar adalah perombakan formula UMP.

Jika selama ini kenaikan upah didasarkan pada satu formula nasional yang menghasilkan angka seragam, ke depan setiap provinsi akan memiliki besaran kenaikan berbeda sesuai kondisi masing-masing.

Pemerintah kini menitikberatkan pada:

  • Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
  • Pertumbuhan ekonomi wilayah
  • Produktivitas daerah
  • Daya beli pekerja serta kondisi biaya hidup regional

Tim khusus telah dibentuk Kemnaker untuk menghitung ulang standar KHL secara komprehensif.

Standar ini akan menjadi basis utama penentuan upah minimum yang dianggap lebih adil.

“Kita menelaah secara detail apa saja komponen kebutuhan hidup layak yang harus dihitung ulang. Dari sana kita akan dapat formula yang benar-benar merepresentasikan kondisi buruh dan ekonomi daerah,” kata Yassierli.

Konsep ini sekaligus bertujuan mengatasi kesenjangan UMP antarprovinsi yang selama ini terlampau jauh, meski kondisi ekonomi beberapa wilayah relatif serupa.

Peran Lebih Besar untuk Dewan Pengupahan Daerah

MK juga memerintahkan agar proses penetapan UMP melibatkan Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota secara lebih substantif.

Jika selama ini rekomendasi dewan kerap dianggap formalitas, aturan baru memberi ruang bagi mereka untuk:

  • Mengkaji komponen upah
  • Menghitung KHL daerah
  • Memberikan rekomendasi yang menjadi dasar gubernur sebelum menetapkan UMP

“Itu amanat MK. Nantinya Dewan Pengupahan daerah akan menjadi pihak penting dalam merumuskan rekomendasi final. Gubernur tidak bisa menetapkan tanpa kajian ilmiah dari dewan pengupahan,” beber Menaker.

KSPI Tolak Rumusan Kenaikan UMP Versi Pemerintah

Di tengah penyusunan formula baru, muncul reaksi keras dari kalangan buruh.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras simulasi perhitungan kenaikan UMP yang diklaim hanya berkisar 3,5–3,75 persen.

Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, angka itu sangat rendah dan tidak menjawab kebutuhan buruh yang sebagian besar masih menerima upah kecil.

“Rata-rata UMP nasional sekitar Rp3 juta. Kalau naik 3,75 persen, kenaikannya cuma Rp100 ribuan. Itu tidak cukup untuk menutup kenaikan harga kebutuhan pokok,” ujar Said (18/11/2025).

KSPI mengajukan tiga opsi kenaikan UMP 2026:

6,5 % – mengikuti kenaikan tahun 2025 yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.

7,77 % – sesuai simulasi KSPI berdasarkan formula inflasi + pertumbuhan ekonomi + indeks tertentu.

8,5–10,5 % – skenario maksimal, untuk menopang daerah yang UMP-nya masih sangat rendah.

Said menegaskan bahwa tuntutan KSPI bukan angka asal, melainkan hasil kajian yang mempertimbangkan komposisi inflasi dan beban hidup buruh perkotaan.

Buruh DKI Tuntut UMP Naik Jadi Rp6 Juta

Di Jakarta, puluhan federasi buruh melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota pada 17 November 2025. Mereka mendesak bertemu langsung Gubernur DKI Pramono Anung untuk membahas kenaikan UMP 2026.

Koalisi buruh DKI menuntut kenaikan:

  • 11 % untuk UMP 2026
  • UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi) sektor logistik kembali dihitung dalam formula resmi

“Setidaknya UMP Jakarta naik dari Rp5,4 juta menjadi Rp6 juta,” tegas Taufik dari FSB KIKES KSBSI.

Aksi ini disebut sebagai gelombang awal sebelum keputusan penetapan UMP diumumkan.

Apindo: Kenaikan UMP Berlebihan Bisa Picu PHK Massal

Di sisi lain, kalangan pengusaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan pemerintah agar berhati-hati merumuskan formula baru UMP.

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menilai kepastian dalam penentuan upah menjadi faktor penting dalam stabilitas investasi.

“Salah satu konten kunci dalam kepastian berusaha adalah kepastian upah. Kalau setiap tahun angkanya naik tidak jelas, investor akan ragu,” tuturnya (5/11/2025).

Apindo mengingatkan beberapa hal:

  • Kenaikan upah tidak boleh memberatkan industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan alas kaki.
  • Beban upah yang terlalu tinggi akan membuat perusahaan tidak mampu menanggung biaya produksi.
  • Risiko PHK massal sangat besar jika kenaikan UMP melebihi kemampuan perusahaan.

Shinta juga menyoroti perbandingan dengan negara pesaing seperti Vietnam, yang mematok jam kerja lebih panjang dan biaya produksi lebih rendah.

“Vietnam punya 48 jam kerja per minggu, kita hanya 40 jam. Secara otomatis biaya per unit produksi mereka lebih rendah,” jelas Shinta.

Apindo berharap aturan baru tidak “mengagetkan” dunia usaha dan tetap mengedepankan keseimbangan antara kepentingan buruh dan pelaku industri.

Putusan MK: Formula UMP Harus Dirombak Total

Dasar perubahan formula UMP adalah Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang membatalkan sejumlah pasal terkait pengupahan dalam UU Cipta Kerja.

MK menilai sejumlah ketentuan sebelumnya terlalu mengedepankan efisiensi ekonomi dan dianggap tidak sepenuhnya memenuhi hak pekerja atas penghidupan yang layak.

MK memerintahkan agar:

  • KHL menjadi komponen utama perhitungan UMP
  • Penghitungan harus lebih transparan
  • Dewan pengupahan wajib dilibatkan maksimal
  • Ada keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha

Karena dasar hukum lama banyak direvisi, pemerintah perlu menerbitkan PP baru sebagai landasan resmi.

“Regulasinya sedang kami siapkan. Bisa saja banyak yang berubah, karena sudah tidak relevan,” kata Menaker.

Pengumuman UMP: Jadwal Dipastikan Mundur

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan merencanakan UMP 2026 diumumkan pada 21 November 2025.

UMK seharusnya menyusul paling lambat 30 November. Namun karena perubahan aturan, jadwal itu tidak lagi berlaku.

Pemerintah memastikan:

  • UMP 2026 tidak akan diumumkan pada 21 November.
  • UMK juga otomatis mundur dari jadwal normal.
  • Proses final menunggu pengesahan PP baru.

“Dialog sosial dengan buruh dan pengusaha masih berjalan. Tidak ada finalisasi angka dan formula. Tunggu saja,” tegas Yassierli.

Tantangan Besar: Menyatukan Kepentingan Buruh dan Dunia Usaha

Buruh menuntut kenaikan signifikan untuk menyesuaikan lonjakan harga kebutuhan hidup.

Pengusaha meminta penyesuaian moderat agar tidak memicu PHK dan penutupan pabrik. Sementara pemerintah harus memastikan formula baru:

  1. Adil bagi pekerja
  2. Realistis bagi pengusaha
  3. Aman bagi iklim investasi
  4. Konsisten dengan perintah MK
  5. Mampu menekan kesenjangan ekonomi antarwilayah

Ketika formula baru selesai dan PP resmi diterbitkan, barulah semua pihak mendapatkan kepastian.

Namun hingga kini, nasib UMP 2026 masih menunggu titik temu antara tiga kepentingan besar: buruh, pengusaha, dan pemerintah.

UMP 2026 menjadi salah satu penetapan upah paling kompleks dalam sejarah Indonesia modern.

Mulai dari perubahan dasar hukum, perombakan formula, hingga tekanan dari berbagai pihak membuat pemerintah harus berhati-hati.

Kepastian jadwal pengumuman pun masih menunggu selesainya aturan baru yang kini sedang difinalisasi.

Pemerintah memastikan bahwa UMP tahun ini tidak lagi ditetapkan berdasarkan jadwal lama.

Sementara itu, buruh dan pengusaha terus melakukan lobi dan penyampaian sikap agar formula baru tidak merugikan pihak mana pun.

Keputusan akhir pemerintah akan menentukan arah kebijakan upah Indonesia untuk tahun-tahun mendatang sekaligus menjadi ujian seberapa mampu negeri ini menyeimbangkan perlindungan sosial dan kestabilan ekonomi.

Jenis-Jenis Upah Minimum

  1. UMP (Upah Minimum Provinsi). UMP berlaku untuk seluruh wilayah provinsi.
  2. UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). UMK ditetapkan untuk kabupaten/kota tertentu, dan biasanya lebih tinggi dari UMP.
  3. UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota). UMSK berlaku untuk sektor industri tertentu di daerah tertentu (jika disepakati).

Berdasarkan Permenaker No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum dan peraturan terbaru, upah minimum terdiri dari:

  • Upah pokok
  • Tunjangan tetap (jika ada)

Daftar UMP 2025 di 38 Provinsi:

  1. Aceh: Rp3.685.615 
  2. Sumatera Barat: Rp2.994.193 
  3. Sumatera Selatan: Rp3.681.570 
  4. Sumatera Utara: Rp2.992.559
  5. Bangka Belitung: Rp3.876.600
  6. Bengkulu: Rp2.670.039
  7. Jambi: Rp 3.234.533
  8. Riau: Rp 3.508.775
  9. Kepulauan Riau: Rp3.623,653 
  10. Lampung: Rp 2.893.068
  11. Banten: Rp 2.905.119  
  12. DKI Jakarta: Rp5.396.761
  13. DI Yogyakarta: Rp 2.264.080
  14. Jawa Barat: Rp 2.191.232 
  15. Jawa Tengah: Rp 2.169.348
  16. Jawa Timur: Rp 2.305.984 
  17. Bali: Rp 2.996.560
  18. Nusa Tenggara Barat: Rp 2.602.931
  19. Nusa Tenggara Timur: Rp2.328.969
  20. Kalimantan Barat: Rp 2.878.286 
  21. Kalimantan Selatan: Rp 3.496.194 
  22. Kalimantan Tengah: Rp 3.473.621 
  23. Kalimantan Timur: Rp 3.579.313 
  24. Kalimantan Utara: Rp 3.580.160 
  25. Gorontalo: Rp3.221.731
  26. Sulawesi Barat: Rp3.104.430
  27. Sulawesi Selatan: Rp3.657.527
  28. Sulawesi Tengah: Rp 2.914.583 
  29. Sulawesi Tenggara: Rp3.073.487
  30. Sulawesi Utara: Rp3.775.425
  31. Maluku Utara: Rp 3.408.000 
  32. Maluku: Rp 3.141.699 
  33. Papua Barat Daya: Rp4.285.847
  34. Papua Barat: Rp 3.615.000
  35. Papua Pegunungan: Rp4.024.270
  36. Papua Selatan: Rp4.024.270
  37. Papua Tengah: Rp4.285.848
  38. Papua: Rp4.285.850.

(Tribunnews.com/Lita Febriani, Endrapta Ibrahim Pramudhiaz, Seno Tri Sulistiyono)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved