Biodata Bonatua Silalahi yang Permasalahkan Data Soal Ijazah Jokowi: Tidak Jelas Sumbernya

Bonatua mengungkap bahwa dalam penelitiannya ia mengumpulkan berbagai salinan ijazah Jokowi yang telah dilegalisasi

Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: Rusaidah
Tribunnews
SALINAN IJAZAH JOKOWI - Doktor Kebijakan Publik, Bonatua Silalahi, saat wawancara eksklusif di studio Tribunnews, Jakarta, Selasa (15/10/2025). Ia mengisahkan perjalanan panjang hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta akhirnya menyerahkan salinan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kepadanya. Setelah mendapat salinan ijazah tersebut, Bonatua Silalahi mendapat ancaman dari orang tidak dikenal (OTK). 

Ringkasan Berita:
  • Nama Bonatua Silalahi belakangan mencuri perhatian publik setelah menggugat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
  • Gugatan tersebut disebut berkaitan dengan penelitian yang sedang ia lakukan mengenai dokumen ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
  • Bonatua mengungkap bahwa dalam penelitiannya ia mengumpulkan berbagai salinan ijazah Jokowi yang telah dilegalisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari beberapa periode.

 

BANGKAPOS.COM -- Nama Bonatua Silalahi belakangan mencuri perhatian publik setelah menggugat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan tersebut disebut berkaitan dengan penelitian yang sedang ia lakukan mengenai dokumen ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

Bonatua mengungkap bahwa dalam penelitiannya ia mengumpulkan berbagai salinan ijazah Jokowi yang telah dilegalisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari beberapa periode.

“Seorang peneliti itu harus menguji data, jadi data yang saya peroleh itu harus data primer. Jadi saya mengumpulkan benar, saya mengumpulkan beberapa fotokopi ijazah legalisir baik dari KPU ada 2014–2019 dari KPUD DKI 2012 dan dari Solo juga ada tim yang ngasih 2005–2010,” ujar Bonatua saat ditemui di kawasan MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025), dikutip dari Tribunnews.

Namun, ia menilai dokumen-dokumen tersebut belum memenuhi standar penelitian akademik.

“Namun data ini secara penelitian ini data sampah. Maaf ya. Kenapa? Saya uji data ini ternyata tidak jelas sumbernya, tidak ada yang menghubungkan, mengkoneksikan data yang saya terima, yaitu fotokopi legalisir terhadap aslinya,” tegasnya.

Namun, temuan awal itu ternyata tidak membantu proses penelitian.

Bonatua menyebut dokumen-dokumen yang ia kumpulkan justru tidak dapat diuji secara akademik.

“Namun data ini secara penelitian ini data sampah. Maaf ya. Kenapa? Saya uji data ini ternyata tidak jelas sumbernya, tidak ada yang menghubungkan, mengkoneksikan data yang saya terima, yaitu fotokopi legalisir terhadap aslinya,” tegasnya.

Berangkat dari kendala tersebut, Bonatua kemudian menggugat Pasal 169 huruf R UU Pemilu, yang mengatur syarat pendidikan minimal bagi calon presiden dan wakil presiden, yakni lulusan SLTA atau sederajat.

Menurutnya, aturan tersebut tidak menyediakan mekanisme autentikasi ijazah asli yang menjadi fondasi dari syarat tersebut.

Kuasa hukum Bonatua, Abdul Gafur, menyatakan bahwa kliennya mengalami kerugian konstitusional karena tidak dapat memperoleh dokumen ijazah yang telah diverifikasi keasliannya.

“Yang dirugikan oleh Pak Bonatua dalam konteks kerugian konstitusional adalah Pak Bonatua tidak bisa mendapatkan dokumen ijazah Pak Joko Widodo yang sudah diverifikasi atau sudah dilakukan autentikasi untuk kepentingan penelitian,” jelasnya.

Dalam permohonan perkara 216/PUU-XXIII/2025, Bonatua meminta agar proses autentikasi ijazah diwajibkan bagi seluruh pejabat publik yang maju dalam Pilpres, Pemilu, maupun Pilkada.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved