Ibu-ibu Bingung Beri Anaknya Obat Apa, Pemerintah Datangkan Penawar Racun Seharga Rp 16 Juta/Vial

Ibu rumah tangga khawatir memberikan obat pada anaknnya setelah Kemenkes mengumumkan penghentian sementara peredaran dan konsumsi sirup obat.

Editor: fitriadi
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Ilustrasi penggunaan obat sirup. Ibu rumah tangga khawatir memberikan obat pada anaknnya setelah Kemenkes mengumumkan penghentian sementara peredaran dan konsumsi sirup obat. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah bakal mendatangkan 200 vial obat Fomepizole (penawar racun) yang akan digunakan untuk menangani gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI

Budi Gunadi menuturkan, ratusan vial obat itu akan didatangkan dari Singapura dan Australia. Vial merupakan wadah dosis tunggal atau multi dosis suatu obat.

“Kita mau bawa 200 dulu karena satu vial bisa buat satu orang,” kata Budi i dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Jumat (21/10).

Budi Gunadi lantas mengaku telah menghubungi rekannya, Menteri Kesehatan Singapura dan Australia terkait pengiriman obat ini.

Obat tersebut nantinya akan disuntikkan beberapa kali ke pasien gangguan ginjal akut misterius. Namun, menurutnya, setiap pasien cukup menerima satu vial.

“Ada beberapa kali injeksi tapi bisa cukup satu vial,” ujar Budi.

Menurutnya, harga per vial Fomepizole saat ini adalah Rp 16 juta.

Untuk biaya, Budi Gunadi mengatakan, sementara ini akan ditanggung pemerintah. "Untuk sementara kita yang nanggung,” katanya.

Budi mengatakan, kasus gangguan ginjal akut misterius belum memenuhi syarat untuk ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). "Status KLB, kita sudah diskusi, belum masuk KLB," kata Budi.

Sebelumnya, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, merekomendasikan agar gangguan ginjal akut ini segera ditetapkan sebagai KLB.

"Saya sampaikan bahwa ini sudah KLB gangguan gagal ginjal akut yang saat ini terjadi beberapa kota di wilayah Indonesia yang case fatality ratenya sudah cukup tinggi," ujar dia saat berbincang dengan Tribun.

Pada kesempatan yang berbeda, mantan petinggi WHO Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut kejadian hampir 100 anak meninggal dengan penyakit yang sama dan belum diketahui penyebab awalnya jelas merupakan kejadian amat serius bagi dunia kesehatan.

"Ini perlu ditangani dengan maksimal, all out, apapun istilah yang akan dipakai (KLB atau tidak)," imbuhnya saat dihubungi Tribun.

Kini yang paling penting dan prioritas bagi pemerintah dan pihak terkait adalah mencari tahu dengan jelas apa penyebab kejadian ini.

"Kalau memang obat maka obat apa namanya, kalau bukan obat maka apa ada faktor lain seperti lingkungan dan lain-lain. Kalau penyebabnya sudah jelas maka penanganannya akan lebih tepat," kata direktur pascasarjana Universitas Yarsi ini.

"Tentang status KLB atau tidak, yang pasti hampir 100 anak meninggal ini jadi masalah serius," sambung Prof Tjandra.

(Bangkapos.com/TribunJabar.id/Kompas.com/Tribun Network)

Sumber: bangkapos.com
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved