Tribunners
Pendamping Desa Berbasis ESQ
Pendamping desa yang berbasis ESQ ini sangat dibutuhkan sebagai orientasi atau arah tujuan peningkatan performa atau kinerja pendamping desa
Oleh: Dato Sardi, S.Pd.I., M.M. - Koordinator Kabupaten Tenaga Pendamping Profesional Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung BPSDM Kemendes PDTT RI
SECARA struktural, pendamping desa merupakan bagian dari kelembagaan Kementerian Desa PDTT RI. Pendamping desa merupakan pelaksana tugas Menteri Desa sebagai pimpinan tertinggi dalam lembaga. Kehadiran pendamping desa di setiap desa merupakan penanda atau merepresentasikan kehadiran Kementerian Desa PDTT. Jeleknya citra diri pendamping desa maka akan terlihat jelek pula Kementerian Desa di mata masyarakat setempat. Oleh karena itu, penguatan citra diri seorang pendamping desa sangat diperlukan.
Persepsi tentang citra diri pendamping desa dapat dikenali dari tiga konsepsi yaitu konsep citra diri normatif, konsep citra diri aktual (actual self image), dan citra diri ideal. Ketiga konsep citra diri itu akan sempurna jika dikuatkan dengan kematangan spiritual (ESQ). Pendamping desa yang hanya mengandalkan kesadaran normatif, yaitu kesadaran yang hanya bergantung pada otoritas kekuasaan atau pada ketentuan aturan perundangan yang berlaku, hanya akan tergerak kalau ada perintah. Maka sudah pasti akan terlihat kaku dan terkesan pasif dan lemah. Pula jika hanya mengandalkan kesadaran aktual, bermasalah dengan dirinya sendiri apabila tidak bisa menerima pada kenyataan dirinya tidak seperti gambaran diri yang diidealkan.
Oleh karenanya, hasil paripurna dari seorang pendamping desa akan sangat mudah terwujud apabila berbasiskan ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Seseorang yang mengedepankan ESQ akan bekerja yang baik tanpa pamrih dan memperoleh prestasi yang baik pula. Karena jika pendamping desa memiliki kalbu yang sehat dan selalu terpelihara dengan cara mempertebal keimanan, memantapkan akidah, melaksanakan sesuatu termasuk melaksanakan pendampingan dengan ikhlas yang sejatinya atas dasar keridaan Allah semata, dan perilaku dilandaskan kepada akhlak yang mulia, serta memiliki komitmen yang kuat untuk mengutamakan pembangunan desa dari kepentingan pribadinya.
Itu semua terkait dengan misi besar seorang muslim yakni yang difirmankan Allah SWT: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik." (Q.S Ali 'Imran :110). Untuk menjadi seorang pendamping desa yang dicintai dan disenangi masyarakat desa, syaratnya sebagaimana yang digambarkan melalui sunahnya dengan akhlak karimah.
Para ahli menyatakan pada setiap manusia memiliki IQ (intelligence quotient) atau biasa disebut pula dengan kemampuan intelektual dan EQ (emotional quotient) yang biasa disebut emosi. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung periode 2007-2015 yang juga penulis buku Kepemimpinan Integratif berbasis ESQ, yang diterbitkan Bars Media Komunika Jakarta, Eko Maulana Ali (2004:155) mengungkapkan "bahwa IQ hanya berperan dalam kehidupan manusia dengan besaran 6 persen saja, dan maksimum 20 persen. Jadi masih tersisa ruang sebesar 80-94 persen yang seyogianya diisi oleh komponen EQ."
Dengan demikian berarti cukup besar peran EQ dalam kehidupan manusia. Ini menunjukkan bahwa emosi manusia akan menguasai akal pikiran manusia. Di sinilah diperlukannya kecerdasan ESQ yang berfungsi sebagai penyelaras atau yang menetralkan antara IQ dan EQ.
Masih menurut Eko Maulana Ali (2004:157) "kecerdasan spiritual (SQ) akan memberikan 'value' (nilai kebenaran) kepada kecerdasan emosional baik yang bersumber dari norma-norma pergaulan atau akhlak, adat istiadat, budaya, kepercayaan, hukum maupun agama". Istilah yang biasa dikenal; IQ bisa diartikan dengan akal, EQ biasa kita sebut dengan nafsu, sedangkan SQ adalah kalbu/hati (IQ=AKAL, EQ=NAFSU, SQ=QALBU). Akal atau IQ sering kali membawa seseorang kepada keangkuhan dan kesombongan karena kecerdasan dan hasil cipta yang diperbuatnya.
Islam memang menempatkan akal sebagai salah satu yang utama dalam semua hal, akan tetapi tidak semua yang benar menurut akal dibenarkan oleh Yang Maha Benar. Ini sesuai dengan Firman Allah SWT, "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan." (QS Al-Baqarah: 177). Demikian dengan kecerdasan EQ, cenderung kepada amarah, penindasan, penguasaan, dan pertentangan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman, "Dan aku tidaklah membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu suka sekali menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati Allah."(QS Yusuf:53).
Adapun SQ cenderung membawa seseorang kepada hal yang baik yang disinari dengan cahaya kebenaran. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT, "Kecuali orang yang datang kepada Allah dengan kalbu yang sejahtera." (QS As Syu'ara: 88-89). Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa kecerdasan IQ dan EQ yang menguasai manusia tidak akan menghasilkan kebaikan apabila tidak diselaraskan dengan SQ.
Pendamping desa yang hanya mengandalkan dan semata-mata mengedepan tugas, akal pikiran, dan emosi kerja sesuai perintah atasan atau supervisor dalam menjalankan pendampingan, sudah bisa ditebak pendamping desa tersebut tidak akan maju dan terkesan kaku serta pasif sehingga tidak akan ada prestasi yang dicapai. IQ, EQ, dan SQ yang terintegrasi melahirkan kecerdasan yang maha dahsyat. Pendamping desa seperti ini akan selalu baik akhlaknya, baik akhlaknya kepada Sang Pencipta (Allah), akhlaknya kepada Rasul-Nya, akhlaknya kepada sesama makhluk-Nya, termasuk akhlaknya kepada sesama manusia.
Pendampingan tidak hanya karena menjalan tugas, namun dilaksanakan dengan kematangan spiritual atau mengedepankan SQ, dipastikan tidak akan mengecewakan. Pendamping desa yang berbasis ESQ ini sangat dibutuhkan sebagai orientasi atau arah tujuan peningkatan performa atau kinerja pendamping desa.
Kecerdasan spiritual (SQ) akan memberikan 'value' (nilai kebenaran) kepada pendamping desa. Paling tidak, dia paham bahwa pekerjaan yang dilakukan tidak hanya dinilai dan dipertanggungjawabkan kepada manusia (supervisornya) melainkan kepada Tuhan.
Janji kerja dalam perjanjian kerja dan kode etik yang diatur di prosedur operasional standar (Kepmendesa Nomor 40 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa) benar-benar dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Karena dia akan mengerti dengan Firman Allah SWT: wallaziina hum li amaanaatihim wa 'ahdihim raa'uun. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. (Al Mu'minun: 8). Pendamping desa yang mengedepankan ESQ akan paham jika ingkar janji akan mendapatkan kesengsaraan dunia akhirat. Dengan demikian, pendamping desa akan bekerja maksimal dan berprestasi. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.