Horizzon

Pil Pahit Ridwan Djamaluddin

Timah yang menopang 60 persen lebih perekonomian Bangka Belitung bukan lantaran sektor tersebut terkelola dengan baik.

|
Editor: suhendri
Bangka Pos
IBNU TAUFIK Jr / Pemred BANGKA POS GROUP 

BOLEH jadi, kebijakan Ridwan Djamaluddin bertindak tegas terhadap mafia timah adalah kebijakan yang kontroversial sekaligus tak berpihak pada rakyat. Sikap kerasnya untuk menata pertimahan, utamanya memerangi kolektor nakal bin serakah, juga boleh jadi akan dimaknai sebagai bentuk ketidakpahaman Ridwan Djamaluddin terhadap tanah kelahirannya sendiri.

Ini tak lain lantaran Ridwan Djamaluddin justru 'mengacak-acak' pertimahan yang secara faktual merupakan fondasi dari kuatnya pertumbuhan ekonomi di Bangka Belitung. Benar memang, dengan memerangi kolektor nakal, maka itu sama artinya membawa efek domino dengan sulitnya penambang 'nakal' menjual pasir timah mereka. Hasilnya, penambang kecil terancam kehilangan pekerjaan dan efek-efek lainnya.

Namun, dalam konteks yang lebih lugas, meski agak terlalu vulgar, situasi tersebut adalah kondisi yang secara normatif lebih baik untuk keberlangsungan pertimahan di Bangka Belitung. Apalagi jika Bangka Belitung mampu menciptakan ekosistem yang lebih baik untuk konsep penambangan rakyat.

Fakta statistik menunjukkan bahwa pertimahan menopang lebih dari 60 persen perekonomian Bangka Belitung. Angka ini adalah proses panjang yang terus meningkat selama dua dekade berjalan, tepatnya sejak timah tak lagi ditetapkan sebagai komoditas strategis pada 1999.

Satu pertanyaan kritis perlu dilontarkan pada titik krusial ini. Pertanyaan tersebut adalah, ketika timah menopang 60 persen lebih perekonomian Bangka Belitung, ini harus dimaknai sebagai peluang atau bencana?
Pertanyaan tersebut tentu tak mudah untuk dijawab. Namun sebagai ilustrasi, kita perlu sedikit menengok ke belakang tentang situasi yang kita hadapi bersama.

Timah yang menopang 60 persen lebih perekonomian Bangka Belitung bukan lantaran sektor tersebut terkelola dengan baik. Dua dekade tumbuh menjadi primadona ekonomi justru karena sektor ini bak candu yang menggiurkan sehingga kita menjadi terlena.

Tak perlu terlalu jauh bicara soal lingkungan yang akan dengan mudah dianggap sebagai sesuatu yang klise. Kita bicara soal yang lebih sederhana, namun tak pernah kita sadari.

Ketika timah masih berstatus sebagai komoditas strategis, Bangka Belitung memiliki banyak pilihan untuk bertumbuh. Pertanian, perikanan, dan perkebunan menjadi potensi luar biasa yang akhirnya tamat ketika semua orang ramai-ramai berubah haluan ke sektor timah.

Saat timah menjadi 'barang haram' untuk khalayak, maka petani sahang kita adalah maestro yang mampu menduniakan sahang Bangka yang terkenal. Ketika timah memberi peluang yang lebih menjanjikan, maka nelayan juga mulai menggantikan jaring dan kail mereka dengan rajuk lantaran menambang jauh lebih menjanjikan.

Tidak semua bersikap pragmatis dan beramai-ramai bermigrasi ke sektor timah. Akan tetapi, terkadang keseimbangan memaksa mereka untuk berganti haluan menjadi penambang.

Air yang tak lagi layak untuk mencuci sahang membuat petani sahang terpaksa alih profesi menjadi penambang. Ikan-ikan yang tak lagi ramah di laut yang mulai keruh juga memaksa nelayan kita yang alih profesi.

Kita tak sadar bahwa kisah hebat sahang kita yang mendunia kini benar-benar hanya ada di kertas. Semua tinggal cerita tanpa bekas.

Ibarat candu yang memabukkan, ekonomi berbasis timah juga memberi kita mimpi tentang masa depan Bangka Belitung di sektor pariwisata pascatimah. Di masa lalu, kita dicekoki kehebatan lada yang benar-benar tinggal kisah manisnya, sedangkan di masa depan, kita diberi mimpi tentang pariwisata yang sedikit pun tak pernah kita wujudkan jalan menuju ke arah tersebut.

Sikap tegas menata ekosistem pertimahan ala Ridwan Djamaluddin sesungguhnya adalah pil pahit yang seharusnya memaksa kita untuk sadar tentang Bangka Belitung yang sedang terlena.

Tak semua siap dengan kebijakan Ridwan Djamaluddin, apalagi posisinya yang hanya sebagai penjabat gubernur yang mudah dituding tak memperoleh mandat dari rakyat Bangka Belitung.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved