Horizzon

Puzzle yang Hilang di Kamis, 6 April 2023

Kamis, 6 April 2023, berlokasi di pusat perbelanjaan yang ada di tengah Kota Pangkalpinang, kita dipertontonkan dengan aksi premanisme

Editor: suhendri
Bangka Pos
IBNU TAUFIK Jr / Pemred BANGKA POS GROUP 

PANGKALPINANG, ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang selama ini ramah tiba-tiba terkoyak. Kamis, 6 April 2023, berlokasi di pusat perbelanjaan yang ada di tengah Kota Pangkalpinang, kita dipertontonkan dengan aksi premanisme.

Video sejumlah orang dengan menghunus senjata dengan gestur ingin menyerang kelompok lain beredar di lini masa. Di video lain kita juga juga ditunjukkan bagaimana warga yang tengah berada di pusat perbelanjaan tersebut ketakutan, hingga petugas keamanan toko sampai menutup pintu utama toko.

Ada pula video yang menggambarkan sebuah mobil yang seluruh kacanya pecah dan sejumlah bannya pecah yang barangkali sengaja ditusuk menggunakan senjata tajam.

Video itu membuat kita semua, khususnya warga Pangkalpinang, merasa prihatin. Sudah sedemikian barbarkah kota yang memiliki ikon Beribu Senyuman dan sangat dikenal dengan toleransinya itu?

Belum selesai kita mencari jawaban atas sejuta tanya tentang apa yang terjadi di Pangkalpinang, peristiwa yang lebih menyayat hati beredar melalui video amatir yang viral di grup-grup WA.

Peristiwa yang lebih menyayat hati kembali terjadi di ikon Kota Pangkalpinang, yaitu di Taman Dealova di Tampuk Pinang Pura.

Kali ini video yang menampilkan aksi premanisme tidak sekadar memprihatinkan, namun menyayat hati. Petugas parkir di Dealova yang konon ternyata penyandang disabilitas, (maaf: pincang) dianiaya oleh sejumlah orang, tanpa perlawanan. Setidaknya itulah yang muncul di video yang beredar.

Video peristiwa di Dealova ini sungguh menyayat hati dan merampas kehormatan peradaban. Jerit tangis bocah kecil yang ternyata adalah anak dari pria petugas parkir tersebut seolah-olah mewakili jeritan masyarakat yang tak berdaya dengan berulahnya premanisme.

Tangis bocah yang melihat ayahnya dianiaya itu seolah-olah menjadi simbol ketidakberdayaan kita, peradaban kota atas aksi kekerasan sekelompok orang yang memaksakan hukumnya sendiri.

Jerit tangis bocah kecil yang ketakutan itu menjadi simbol ketakutannya kota sekaligus kekecewaan kota yang ternyata tak berdaya.

Tanpa berusaha untuk menyelidik apa yang melatarbelakangi peristiwa penganiayaan tersebut, termasuk peristiwa yang ada di pusat perbelanjaan beberapa saat sebelumnya, apakah kita pernah berpikir efek trauma yang dialami bocah perempuan lugu tersebut?

Kita saja yang sudah mengeja abjad barangkali akan mengalami trauma jika melihat peristiwa tersebut di depan mata, apalagi peristiwa itu dialami bocah kecil dan menimpa orang tuanya.

Kita coba kesampingkan latar belakang masalah yang melandasi peristiwa di pusat perbelanjaan dan Dealova. Jika kedua peristiwa tersebut terkait dengan urusan lahan mencari makan sekelompok orang, maka kita percayakan penyelesaian masalah ini kepada aparat keamanan.

Kita juga tidak perlu merangkai dan mengaitkan antara peristiwa di pusat perbelanjaan dengan peristiwa di Taman Dealova. Biarlah aparat keamanan yang menyelesaikannya, apakah mau menuntaskan atau menjadi mediator demi menjaga kondusivitas.

Yang jelas, dari dua peristiwa barbar yang terjadi di Kamis, 6 April 2023 tersebut, aparat keamanan telah mencoba membuat puzzle terakhir dari dua peristiwa sebelumnya.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved