Berita Pangkalpinang
Marak Anak Berhadapan dengan Hukum, Oktarizal: Optimalkan Program Berbasis Ramah Anak
Dosen Psikologi Islam, IAIN SAS Bangka Belitung, Oktarizal Drianus menyoroti soal maraknya pemberitaan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: khamelia
"Dengan kata lain, naluri agresi ini akan muncul ketika subjek mengalami peristiwa yang dianggap menekan, membuatnya insecure, mengancam kenyamanannya, atau dapat menimbulkan kenikmatan baginya.
Akan tetapi, tidak semua subjek merespons kejadian dengan interpretasi yang sama. Misalnya, subjek yang mempunyai regulasi diri dan emosi yang baik, efikasi diri yang baik, dapat merespon suatu kejadian yang mengancam secara lebih rasional.
"Contohnya, di setting sekolah, seorang anak yang mempunyai regulasi diri dan emosi yang baik, tidak merespons tindakan bully dengan tindakan yang sama, melainkan mengabaikannya atau melapor ke pihak sekolah," katanya.
Ditinjau dari faktor lingkungan sosial kulturanya, anak yang dididik dalam habitus yang sehat, tidak akan membully temannya yang memiliki kekurangan, malah mendukungnya.
"Hal ini tentunya berbeda dengan anak yang diasuh dalam toxic habitus, yaitu suatu struktur kesadaran buruk yang ditanamkan oleh lingkungannya, oleh imitasi media sosialnya," katanya.
Selain bawaan faktor personal dan lingkungan sosial di atas, tindakan kejahatan bermula dari kekerasan verbal maupun psikologis, simbolis yang diproduksi oleh ketimpangan-ketimpangan kekuasan (power).
Kasus-kasus kekerasan yang melibatkan anak, selalu terjadi karena pelaku selalu lebih powerfull dari korban. Relasi ketimpangan kekuasaan ini jika tidak dikelola dengan baik, akan menjadi sumber potensial tindakan kekerasan, yang akhirnya mengerucut menjadi tindakan kriminal.
Faktor penyumbang lainnya yang memiliki relasi signifikan terhadap kultur kekerasan adalah maskulinitas tradisional, yaitu nilai-nilai kelelakian yang menganggap laki-laki mesti berkelahi, kuat fisik dan macho, tidak boleh nangis.
"Dengan kata lain, anak laki-laki dilarang secara kultural mengekspresikan emosinya. Nilai maskulinitas tradisional ini mendukung secara kultural kepada tindakan kekerasan," katanya
Bourdieu bahkan jauh-jauh hari mensinyalir bahwa akar kekerasan dan kejahatan bersumber dari kekerasan simbolis, yaitu kekerasan yang dialami tanpa korban menyadarinya, misalnya perbedaan selera karena pengaruh kelas dan status sosial. Contohnya, laki-kali dinormalisasi untuk berkelahi, namun perempuan tidak.
"Kekerasan yang berbasis gender kerap muncul dari jenis kekerasan simbolis ini. Dengan demikian, ABH yang terlibat sebagai pelaku, tidak hanya dari faktor personalnya, melainkan juga internalisasi dari lingkungan sosial kulturalnya," katanya.
Penanganan Multilayer-Multidimensional Melampaui Hukum
Dosen Psikologi Islam, IAIN SAS Bangka Belitung, Oktarizal Drianus memaparkan
berdasarkan Teori ABC-nya Bandura, A (Antecendents) ini termasuk subjek/orang, tempat, peristiwa yang melatarbelakangi suatu perilaku.
B (Behavior) merupakan perilaku dan C (Consequences) merupakan peristiwa atau konsekuensi yang mengikuti perilaku dan mempunyai kemungkinan perubahan perilaku di masa mendatang. Penanganan berbasis hukum dengan payung UU SPPA di atas mesti terus didukung dan diperbaiki.
"Hal ini mengingat paradigma payung hukum tersebut dalam rangka memberdayakan anak dan perlindungan hak anak.
| 36 Tahun Mengabdi, Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung Dato’ Akhmad Elvian Purna Bakti |
|
|---|
| Dari Laporan Medsos Juru Parkir Ilegal Dirazia, Pungli UMKM Rp20 Ribu Sehari, Dalih Diberi Sukarela |
|
|---|
| Dishub dan Polresta Pangkalpinang Gencar Razia Juru Parkir Ilegal, Banyak Laporan Masuk Lewat Medsos |
|
|---|
| Dishub dan Polresta Pangkalpinang Tindak Juru Parkir Diduga Pungli Rp20.000 per Hari ke Pedagang |
|
|---|
| Tangis Haru Warga Babel Lepas Irjen Hendro Pandowo, Sosok Polisi Humanis dan TegaS |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.