Human Interest Story

Kisah Inspiratif Eka Pratiwi, Tuna Netra asal Babel yang Pernah Raih Beasiswa Kuliah S2 di Australia

Eka Pratiwi Taufani buktikan penyandang disabilitas tuna netra bisa tetap menempuh pendidikan tinggi hingga luar negeri.

Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: nurhayati
Bangkapos.com/Cici Nasya Nita
Penyandang disabilitas Eka Pratiwi Taufani yang berprestasi. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Tak dapat melihat bukan berarti tak bisa berprestasi.

Eka Pratiwi Taufani buktikan penyandang disabilitas tuna netra bisa tetap menempuh pendidikan tinggi hingga luar negeri.

Wanita usia 32 tahun ini pernah mendapatkan beasiswa kuliah S2 di Universitas Flinders, Australia.

Baca juga: Wajib Disimak! Para Jemaah Haji Harus Tahu Aturan Ini Sebelum dan Sesudah Tiba di Arab Saudi

Baca juga: Jemaah Haji Wajib Pakai Gelang, Jangan Dilepas atau Ditukar, Ini Fungsinya, Miliki QR Code

Tentu saja semua berkat usaha, keyakinan dan doa untuk meraih segala impian itu.

"Bersyukur kemarin dapat kesempatan kuliah di luar negeri, sudah lulus tahun 2021 lalu, ini beasiswa umum, tidak hanya untuk disabilitas, program Australia Awards Scholarships," ungkap Eka saat berbincang dengan Bangkapos.com, Jumat (25/5/2023).

Warga Kampung Keramat Kota Pangkalpinang ini mengisahkan dirinya mendapatkan kesempatan kuliah di luar negeri tersebut.

Bermula saat menempuh pendidikan S1 saat studi singkat di Australia, kemudian mendapat berbagai informasi perkuliahan S2.

"Aku dulu S1 di Semarang, studi singkat itu cuma 2 minggu, kemudian dapat informasi, pernah mikir, bisa ga ya aku kuliah di sana. Lalu nyoba daftar, walaupun banyak yang ikut, syukurnya dapat, berangkat 2019," kisah Eka. 

Sesuai kebijakan Pemerintah Australia, bagi penerima beasiswa ini bisa didampingi oleh keluarga dalam menempuh pendidikannya.

"Sebenarnya kalau kuliah disabilitas campur sama dengan mahasiswa lain, kalau dikosan saya bawa tante karena dibiayai juga oleh pemerintah sana, ada anggaran untuk pendamping. Kalau S1 aku sendiri saja," katanya.

Ibu dari satu anak ini mengungkapkan bahwa sebelumnya dirinya dapat melihat, tapi karena penyakit, dia tak bisa melihat.

"Karena penyakit, ada katarak dan glukoma, itu tahun 2008 sudah merasa saat SMA, saya kira hanya minus saja, tapi saat mau masuk kuliah itu glukoma, hingga 2

Baca juga: Pemprov Babel Target Zero Angka Kemiskinan Ekstrem, Akademisi Ekonomi Ingatkan Data

Baca juga: Ombudsman Awasi Penanganan Kemiskinan Ekstrem di Bangka Belitung, Pernah Terima Aduan Ini

011 total tak bisa melihat," katanya.

Eka tak menampik pada saat itu, dirinya terpuruk, harus berhenti kuliah, dan tak melakukan apa-apa selama 6 bulan.

"Kemudian saya bangkit, kalau nangis terus siapa yang mau bantu, lalu membiasakan diri, cari tongkat, jalan sendiri, beraktivitas seperti biasa. Kalau belajar itu ada metodenya, ada huruf timbul dan teknologi dengan laptop atau smartphone yang diinstal aplikasi pembaca layar atau bersuara," katanya.

Saat ini, Eka rutinitasnya mengajar les online Bahasa Inggris, dan pernah freelance di dinas sosial.

"Harapannya pemerintah nanti memberi kesempatan ya bagi penyandang disabilitas untuk berkarya dan bekerja," ungkap Eka. 

(Bangkapos.com/Cici Nasya Nita) 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved