Tribunners
Guru Idola, Boleh Dong!
Tak kalah penting menjadi seorang pendidik yang tulus dan ikhlas adalah mampu berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun dengan peserta didik
Oleh: Yuernah, S.Pd., Gr - Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 1 Riau Silip
APA pun kita sekarang, seperti apa kita sekarang, tak lepas dari masa lalu. Bagaimana keadaan kita sekarang? Jadi apakah kita sekarang? Sebagai apakah kita saat ini? Semua itu tak pernah luput dari berkat seseorang. Berkat doa dan support seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita. Siapakah mereka? Mereka adalah orang tua dan guru kita. Berkat doa dan dukungan orang tua kita tercinta, di sekolah ada sosok seorang pendidik.
Berkat seorang pendidik yaitu guru, kita menjadi sesuatu. Guru yang ikhlas dan tulus menuntun, membimbing, serta mengarahkan kita mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka membentuk karakter anak didik menjadi profil pelajar Pancasila. Karena di balik kesuksesan seorang siswa, pasti ada seorang pendidik yang mampu mengubah karakter anak didik. Bisa saja kurang baik menjadi baik, membangun kepercayaan diri (semula pemurung menjadi semangat belajar). Mengingatkan dan menegur kala berbuat kesalahan. Pemberi semangat belajar untuk meraih masa depan yang cemerlang.
Pendidik patut digugu dan ditiru oleh peserta didik, asalkan baik. Siswa menginginkan sosok seorang guru yang menyenangkan, baik saat pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Pendidik yang tulus dan ikhlas bukan hanya sekadar mentransfer ilmunya kepada siswa, tetapi juga pendidik yang memiliki kepribadian yang baik yang patut ditiru dan digugu. Pendidik yang mempunyai kepribadian suri teladan bagi siswanya. Bukankah tujuan sebagai pendidik mencerdaskan anak didik generasi penerus bangsa berkarakter profil pelajar Pancasila?
Ki Hajar Dewantara menyatakan, pendidikan merupakan penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Artinya, pendidik harus mampu menuntun anak didiknya menjadi manusia lebih baik agar tercapai impian dan masa depannya. Bukan sebagai seorang pendidik yang selalu mencatat, menulis kejadian demi kejadian yang dilakukan oleh anak didiknya tanpa melakukan apa-apa. Apalagi men-judge anak didik sampai anak didik menangis hingga takut ke sekolah. Apalagi selalu dan selalu memanggil orang tua untuk datang ke sekolah. Pendidik yang baik, haruslah tulus dan santun dalam berbicara, mampu menenangkan dan mencari solusi yang terbaik untuk anak didiknya agar tidak mengulang kembali perbuatan yang sama.
Terkait anak didik yang mendapatkan remedial alias tidak tuntas dalam pembelajaran, bukankah kita sebagai pendidik sebaiknya memberikan pembelajaran kembali kepada anak didik? Kenapa anak didik kita bisa remedial ya? Pendidik selayaknya berpikir, bukan memanggil orang tua siswa ke sekolah.
Seharusnya kita sebagai pendidik introspeksi, evaluasi diri. Ada apa dengan diri kita? Mengapa anak didik kita banyak tidak tuntas? Apakah penyampaian materi yang kita sampaikan kurang pas untuk anak didik kita? Apakah cara dan gaya mengajar kita yang belum sesuai alias monoton dan tegang? Ataukah metode dan media dalam mengajar kita yang kurang menarik. Kenapa ya?
Jika hanya peserta didik yang dibidik, itu semua akan membuat anak didik down/depresi hingga takut sekolah. Belum lagi pemanggilan orang tua, berhadapan dengan pendidik yang selalu dan selalu memanggil orang tua. Itu semua akan terekam dan terngiang di hati mereka.
Sebagai pendidik, kita cerminan yang baik untuk ditiru dan digugu oleh anak didik. Bukan menghancurkan masa depan dan impian mereka. Alangkah baiknya, kita cari, kita gali kelebihan dan keunggulan yang ada pada diri anak didik, bukan mencatat dan menulis kejadian demi kejadian yang dilakukan anak didik kita setiap hari tanpa mencari solusi.
Anak didik kita diibaratkan seperti planet. Kita sebagai pendidik hanya menggiring saja dan menuntun mereka dalam mengembangkan potensi, minat, dan bakat peserta didik kita. Bisa jadi kelebihan yang dimiliki anak didik kita, belum tentu bisa kita melakukannya. Hanya satu perbedaan antara kita pendidik dengan anak didik kita, yaitu kita lahir lebih dahulu dari mereka.
Seperti dalam Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018, tugas pokok guru adalah merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru. Dengan kata lain, tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, serta selalu membimbing agar anak didik kita dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat, dan bakat yang ada yang di dalam diri.
Bisa jadi potensi dan bakat yang ada pada anak didik kita akan mengantarkan mereka menjadi manusia hebat dan sukses nantinya karena hidup tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi nanti. Jika di luar sekolah, mereka bangga menyebut diri kita. Siapa diri kita. "Beliau itu guruku." Artinya apa? Segala ucapan tutur kata, tingkah laku kita, kepribadian kita masih diingat oleh mereka. Masih membekas di hati mereka. Seperti apakah kita di mata mereka?
Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Ada empat kompetensi yang dimiliki seorang guru, yaitu meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Jadi maknanya adalah sebagai pendidik kita harus mampu menguasai empat kompetensi seorang guru. Dan mampu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran kegiatan belajar mengajar. Dalam kompetensi pedagogis, pendidik harus mampu menguasai karakteristik peserta didik, teori belajar pembelajaran, pengembangan kurikulum dan pemanfaatan media dan ICT.
Kenapa? Karena pembelajaran abad 21 menekankan pada pemanfaatan ICT dalam pembelajaran di dalam kelas. Menyadari pentingnya ICT, belajar untuk menguasai ICT, mengintegrasikan ICT dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Artinya adalah pendidik harus mampu menguasai teknologi.
| Potret SDM Bangka Belitung: Potensi Besar, Tantangan Nyata |   | 
|---|
| Wajah Baru ASN Bangka Belitung: Bukan Digantikan AI, tetapi Diperkuat AI |   | 
|---|
| Dari Timur Babel hingga Slovenia: Refleksi Guru tentang AI dalam Pendidikan |   | 
|---|
| Saatnya Kesehatan Harus Masuk Kurikulum Pendidikan |   | 
|---|
| Kothekan Lesung: Ketika Alat Dapur Menjadi “Senjata” Perempuan |   | 
|---|


 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.