Berita Pangkalpinang

Kesulitan Bayar Wisuda Rela Pinjam, Prof Ibrahim: Jika Dibiarkan Tren Ini Menjalar dan Sulit Tertata

Jika dibiarkan, tren ini akan menjalar dan akan sulit ditata. Seingat saya dulu hanya 1 atau 2 sekolah, itupun masih pakai kebaya dan jas

|
Penulis: Khamelia CC | Editor: khamelia
Bangkapos.com/Sela Agustika
Rektor Universitas Bangka Belitung, Prof Ibrahim 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Sejumlah keluhan orang tua masih mewarnai suasana akhir kelulusan siswa mulai TK/PAUD, SD, SMP hingga SMA di Provinsi Bangka Belitung.

Meski begitu, suasana haru berbalut bahagia turut dirasakan tatkala melihat buah hati yang telah berjuang menuntut ilmu, akhirnya selesai juga.

Kegiatan perpisahan alias tutup tahun bagi para siswa yang telah menamatkan pendidikan menjadi agenda rutin di sejumlah sekolah. Di beberapa sekolah menamakan kegiatan ini beragam, ada yang menyebutnya sebagai wisuda, purna dan acara pelepasan/ kelulusan sekolah.

Namun, lagi-lagi, sebagian acara yang disetting oleh sekolah ini diduga ada yang berlebihan.

Seperti mematok biaya Rp 350 ribu hingga Rp 450 ribu.

Bagi yang punya uang hal itu bukan jadi masalah. Namun mereka yang serba kekurangan finansial, itu menjadi beban.

"Sejujurnya ini sangat sulit, anak merengek untuk minta dilunasi uang wisuda. Sebagai orang tua kita sedih, mana mungkin anak kita tidak ikut pakai baju wisuda, sedangkan teman-temannya pakai," curhat seorang ayah yang terpaksa pinjam dana ke rekannya Rp 450 ribu untuk membayar uang wisuda putranya.

Senada diungkapkan, Atin (38) juga ikut merasakan saat anaknya lulus SMK. Ia juga diminta pihak sekolah untuk membayar uang wisuda yang akan dilaksanakan di hotel.

"Kemarin biayanya sampai Rp350 Ribu kalau tidak salah, tapi namanya juga kebutuhan anak sekolah mau tidak mau lah. Meskipun kalau ditanya ya pasti keberatan uang segitu cukup banyak kalau dipikir," sebut Atin.

Diakuinya pihak sekolah memang tidak mewajibkan untuk ikut wisuda, namun menurutnya ada kesan memaksa orangtua untuk turut mendukung.

"Memang bahasa wajib itu tidak, tapi kalau anak kita tidak ikut gak mungkin juga kan? Jadi ada kesan sekolah memaksa orangtua," tuturnya.

Atin mengaku, wisuda ala-ala perguruan tinggi tersebut beralasan agar siswa memiliki kenang-kenangan selama berada di sekolah.

"Padahal kenang-kenangan itu bukan hanya selama wisuda saja, tapi selama di sekolah itu sudah kenangan. Kami selaku orang tua sebetulnya tentu saja keberatan dengan tren ini," pungkasnya.

Tren yang menjalar

Sekretaris Dewan Pendidikan Bangka Belitung, Prof Ibrahim menyoroti trend wisuda di kalangan anak pendidikan dasar dan menengah baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini seiring dengan irisan beberapa kepentingan.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved