Bangka Pos Hari Ini

Fakta Baru di Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Lahan Transmigrasi, Sertifikat Digadai ke Renternir

Dua sertifikat lahan Transmigrasi di Desa Jebus, Kabupaten Bangka Barat, digadai ke rentenir

Bangkapos.com/Anthoni Ramli
Kaos biru, Afrinal saat menjadi saksi perkara Korupsi lahan transmigrasi desa Jebus, Kabupaten Bangka Barat di Pengadilan Negeri PHI / Tipikor Kelas 1A Pangkalpinang, Selasa (5/9/2023). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Dua sertifikat lahan Transmigrasi di Desa Jebus, Kabupaten Bangka
Barat, digadai ke rentenir.

Tidak hanya itu, belakangan disebut sertifikat itu juga atas nama orang lain yang kemudian mengaku tidak pernah mengajukan permohonan sertifikat tanah di lahan transmigrasi dan tidak ikut program transmigrasi.

Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan Dugaan Korupsi Lahan Transmigrasi Jebus di Pengadilan Negeri PHI/Tipikor Kelas 1A Pangkalpinang, Selasa (5/9). Adalah Afrinal, satu dari enam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengungkapkan hal tersebut.

Afrinal bersaksi di hadapan majelis hakim yang mengadili enam terdakwa kasus dugaan korupsi lahan transmigrasi Jebus, yaitu Slamet Taryana, Ridho Firdaus, Elyna Rilnamora Purba, Hendry, Anshori, dan Ariandi Pramana alias Bom Bom.

Di persidangan, Afrinal menyebut dua sertifikat berstatus hak milik atau SHM itu diperoleh dari tangan Risky, warga Parittiga, Kabupaten Bangka Barat.

"Awal si Risky ini datang ke tempat pangkas rambut saya minta tolong carikan rentenir yang mau menerima gadai sertifikat. Tadinya saya sempat curiga karena nama di sertifikat itu beda. Dia mengaku itu sudah dibelinya, terus waktu saya tanya mana bukti jual belinya katanya tidak ada," kata Afrinal mengawali kesaksiannya.

Dilanjutkan Afrinal, awalnya rentenir menolak memberikan pinjaman kepada Risky. Namun karena Afrinal bersedia menjadi jaminan, rentenir itu berubah pikiran.

Afrinal menyebut pinjaman pertama, Risky menggadaikan satu sertifikat untuk pinjaman Rp3,4 juta.
Berselang satu bulan, Risky kembali menggadaikan satu sertifikat untuk pinjaman Rp 2 juta.

"Tadinya rentenir itu tidak menerima, cuma karena saya sebagai penjamin akhirnya disetujui. Pinjaman pertama Rp3,4 juta nebusnya Rp5 juta, yang kedua Rp2 juta nebusnya Rp3,5 juta," beber Afrinal.

Bulan pertama, Risky belum mampu mengembalikan uang pinjaman. Sehingga sesuai aturan main, Riski hanya membayar dendanya saja. Sama halnya dengan saat jatuh tempo pinjaman sertifikat yang kedua, lagi-lagi belum bisa dikembalikan Risky.

"Mau tidak mau otomatis saya juga yang bayarin karena rentenir itu tahu dengan saya," pungkas Afrinal.

Tidak tahu

Menurut Afrinal, dua SHM yang dibawa Risky kepadanya itu atas nama Misroha dan Amoy. Afrinal pun mencari keberadaan Misroha dan Amoy untuk membuktikan kecurigaannya terhadap Risky.

"Pas ketemu mereka (Misroha dan Amoy-red) bilang bahwa tidak tahu menahu ada nama mereka dan mereka merasa tidak pernah mengajukan permohonan sertifikat dari program redistribusi tadi," kata Afrinal.

Tak sampai di situ, Afrinal juga mencoba mendatangi pihak desa, guna menanyakan apakah SHM tersebut tercatat atau tidak di kantor Desa Jebus.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved