Tribunners
Kelas Gemuk dalam Sistem Pendidikan
Satu rombongan belajar (rombel) idealnya harus mengacu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
Oleh: Dr. Kartika Sari, M.Pd.I. - Pengawas Madya Kementerian Agama Kota Pangkalpinang
PENERIMAAN Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2023/2024 telah berakhir, ternyata masih menyisakan sederetan persoalan yang memerlukan komitmen yang tinggi dalam penyelesaiannya. Munculnya kelas-kelas gemuk di beberapa sekolah negeri, khususnya daerah-daerah yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, merupakan salah satu hasil dari seleksi penerimaan peserta didik baru kita tahun 2023 ini.
Kelas gemuk yang dimaksud merupakan istilah yang mengacu pada situasi di mana terdapat kelas atau kelompok siswa dalam suatu sekolah yang memiliki jumlah siswa yang sangat banyak dibandingkan dengan standar yang seharusnya. Fenomena ini dapat terjadi akibat kebijakan-kebijakan yang tidak memihak sekolah sehingga terjadilah kelas gemuk dalam sistem pendidikan.
Mungkin bagi banyak orang tua, hal ini tidak menjadi persoalan, yang terpenting adalah anak-anak mereka dapat bersekolah di sekolah favorit atau tempat yang dituju. Mereka tidak pernah mempertimbangkan akibat yang terjadi terhadap perkembangan putra putri mereka dan proses pembelajarannya di dalam kelas nantinya.
Berbicara mengenai malapraktik pendidikan, sebenarnya telah sering terjadi dan mewarnai pelaksanaan PPDB dari tahun ketahun. Bahasa uang bangku, adanya calo-calo pendidikan yang menawarkan kepada orang tua agar anak-anak mereka dapat sekolah sesuai pilihannya, munculnya "surat cinta" sebagai bentuk rekomendasi bagi yang memiliki kedudukan dan kepentingan dan lain sebagainya adalah salah satu faktor munculnya kelas-kelas gemuk.
Jika hal ini terus-menerus dibiarkan dan tidak ditanggulangi, tentunya akan menjauhkan kita pada tujuan mulia pendidikan nasional yang telah digagas sedemikian apiknya, yaitu menciptakan warga negara yang memiliki kualitas dan karakter yang baik, serta mampu berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa dan masyarakat. Selain itu juga mencederai Strategi Nasional Pendidikan yang telah dicanangkan yaitu dalam upaya untuk menciptakan pendidikan yang bermutu, relevan, dan merata, baik dalam peningkatan pembelajaran, pengelolaan pendidikan yang baik, serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
Tantangan kelas gemuk
Satu rombongan belajar (rombel) idealnya harus mengacu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses, jumlah siswa dalam satu rombongan belajar pada jenjang SD/MI adalah paling banyak 28 orang. Pada tingkat SMP/MTs, jumlah siswa dalam satu rombongan belajar adalah paling banyak 32 siswa. Untuk SMA/SMK/MA/MAK, jumlah siswa dalam satu rombongan belajar adalah paling banyak 36 Siswa.
Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, terdapat banyak sekolah yang memiliki jumlah rombel yang tidak sesuai dengan aturan tersebut, misalnya tingkat SD/MI sesuai dengan ketentuannya paling banyak satu rombel belajar adalah 28 orang diisi oleh 40 sampai dengan 43 siswa. Ada juga yang seharusnya di tingkat SMP/MTs diisi paling banyak 32 orang siswa menjadi 40 sampai 49 siswa dalam satu rombongan belajar. Tentunya dengan kelas gemuk seperti ini akan mendatangkan dampak yang negatif. Adapun dampak negatif tersebut di antaranya:
Pertama, kelas gemuk dapat berdampak pada kualitas pembelajaran. Dalam kelas dengan jumlah siswa yang terlalu banyak, guru mungkin akan kesulitan memberikan perhatian individu kepada setiap siswa. Ini akan menghambat kemampuan guru untuk memahami kebutuhan belajar masing-masing siswa dan memberikan bimbingan yang efektif. Guru juga akan kesulitan dalam mengelompokkan siswa untuk melakukan diskusi kelompok karena ruang kelas yang sempit.
Kedua, menurunnya keterlibatan siswa. Keberadaan siswa dalam kelas gemuk mungkin merasa kurang termotivasi untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Ketika interaksi guru-siswa berkurang, siswa dapat merasa kurang diperhatikan dan memiliki sedikit kesempatan untuk berbicara atau bertanya.
Ketiga, menurunnya kedisiplinan dan manajemen kelas. Kelas gemuk cenderung memiliki tantangan dalam manajemen disiplin. Guru mungkin menghadapi kesulitan dalam mengelola tingkah laku dan menjaga ketertiban kelas akibat jumlah siswa yang besar. Hal ini juga akan berdampak kepada maraknya perundungan di dalam kelas.
Keempat, kurangnya kualitas evaluasi. Dalam kelas gemuk, guru mungkin memiliki keterbatasan waktu untuk mengoreksi pekerjaan dan memberikan umpan balik yang konstruktif kepada siswa. Ini akan mengurangi kualitas evaluasi dan menghambat perkembangan akademis siswa.
Kelima, tidak adilnya dalam pembagian sumber daya. Dalam situasi kelas gemuk, sumber daya seperti buku teks, peralatan, dan fasilitas fisik mungkin terbatas. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses pendidikan dan mengurangi kesempatan siswa untuk belajar secara efektif.
Keenam, peningkatan tingkat stres guru. Guru dalam kelas gemuk mungkin menghadapi tekanan yang tinggi untuk mengatasi jumlah yang besar. Ini dapat mengakibatkan peningkatan tingkat stres dan kelelahan, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas pengajaran.
Ketujuh, penurunan prestasi akademik. Akibat faktor di atas, siswa dalam kelas gemuk mungkin mengalami penurunan prestasi akademis. Ketidakmampuan untuk mendapatkan perhatian dan bimbingan yang memadai dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk belajar dan berkembang.
Kedelapan, pencemaran reputasi sekolah. Kelas gemuk dapat menciptakan citra negatif bagi sekolah, terutama jika hal ini dilihat sebagai indikasi perhatian terhadap kualitas pendidikan dan kesejahteraan siswa.
Kesembilan, pemutusan hubungan antara guru dan siswa. Pentingnya bagi guru dan siswa dalam menjalin interaksi yang intens dalam proses pendidikan. Dalam kelas gemuk, kemungkinan pemutusan hubungan antara guru dan siswa dapat meningkat, karena sulitnya menciptakan hubungan yang pribadi dan mendalam.
Kesepuluh, kehilangan kepercayaan masyarakat. Peningkatan jumlah siswa dalam kelas gemuk dapat mengarah pada kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah dan sistem pendidikan yang tidak mampu menyediakan lingkungan pembelajaran yang efektif dan berkualitas.
Suatu kebijakan yang tidak memihak sekolah dan menyebabkan terjadinya kelas gemuk dapat memiliki dampak serius pada kualitas pendidikan dan perkembangan siswa. Oleh karena itu, diperlukan perhatian yang serius terhadap alokasi sumber daya, manajemen kelas, dan dukungan pendidikan untuk menghindari terjadinya situasi ini.
Guru tidak bisa untuk disalahkan atau dijadikan kambing hitam, karena bagaimanapun hebatnya seorang guru bila menghadapi kondisi seperti ini, dengan kelas gemuk dan jam mengajar rata-rata 30 jam ke atas tentunya akan mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Kekhawatiran yang mendasar guru mulai kehilangan motivasi, mengalami kejenuhan, terhambatnya kreativitas dan tidak mampu berinovasi. Apabila para pendidik generasi penerus bangsa ini sudah berada pada titik ini, hal yang sangat mengkhawatirkan adalah visi dan misi lembaga pendidikan tidak akan tercapai dan slogan bergerak bersama menuju merdeka belajar dan merdeka mengajar tidak akan mudah terwujud.
Pemerintah dalam hal ini harus terus mengevaluasi secara berkesinambungan, dan segera menanggulangi persoalan yang telah terjadi dan akan terjadi nantinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menginvestasikan sumber daya dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pendidikan, misal membangun lebih banyak ruang kelas, laboratorium, perpustakaan dan fasilitas pendidikan lainnya untuk mengurangi kepadatan siswa dalam kelas dan meningkatkan jumlah guru yang berkualitas, dan memastikan mereka mendapatkan pelatihan yang memadai dalam mengatasi kelas gemuk.
Pemerintah juga dapat memetakan kembali lulusan dengan rombel belajar yang tersedia pada satuan pendidikan sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga sekolah-sekolah swasta dapat eksis kembali, terutama sekolah swasta yang memiliki jumlah siswa yang sangat sedikit.
Mengedepankan komitmen yang tinggi dalam menyelenggarakan PPDB bersih ke depan pada semua jenjang sehingga tidak ada lagi istilah kelas gemuk dan istilah-istilah lainya yang mengarah pada malapraktik dalam pendidikan menjadi suatu hal yang harus segera dilakukan. Selanjutnya pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus terus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bermutu bagi semua peserta didik. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.