Tribunners

Mengajar dan Mendidik: Dua Hal yang Tidak Sama

Mengajar berarti mentransfer pengetahuan, sementara mendidik berarti menanamkan nilai dan membentuk karakter.

Editor: suhendri
Dokumentasi Dwi Haryanti
Dwi Haryanti, M.Pd.I. - Kaprodi PIAUD Fakultas Tarbiyah IAIN SAS Bangka Belitung 

Oleh: Dwi Haryanti, M.Pd.I. - Kaprodi PIAUD Fakultas Tarbiyah IAIN SAS Bangka Belitung

BEBERAPA waktu lalu, publik dihebohkan dengan berita seorang kepala sekolah yang dinonaktifkan karena menampar siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Berita ini cepat menyebar, memunculkan beragam opini: ada yang menilai guru tersebut melanggar etika, namun tidak sedikit pula yang menilai tindakan guru sebagai bentuk ketegasan yang kini disalahartikan.

Kasus itu membuka ruang refleksi yang lebih dalam: apa arti mendidik di zaman sekarang? Apakah setiap bentuk ketegasan harus selalu diartikan sebagai kekerasan? Dan sampai di mana batas seorang pendidik dalam menegakkan disiplin?

Dahulu, guru dikenal sebagai sosok yang dihormati, bahkan sedikit takut kepadanya adalah hal wajar. Tamparan, cubitan, atau hukuman ringan bukan dimaksudkan untuk menyakiti, melainkan sebagai peringatan agar siswa tidak mengulangi kesalahan.

Namun kini, zaman telah berubah. Norma-norma baru muncul, di mana sentuhan fisik sekecil apa pun bisa dianggap pelanggaran berat. Akibatnya, guru akhirnya memilih diam, takut bersikap tegas, karena khawatir akan disalahpahami dan dijatuhkan. Padahal, esensi pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter. 

Seorang guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pendidik yang memikul tanggung jawab moral untuk menanamkan nilai benar dan salah. Ketika seorang siswa merokok di lingkungan sekolah, tindakan itu jelas melanggar tata tertib dan aturan sekolah. Guru yang menegur atau bahkan bereaksi spontan mungkin tidak bermaksud menyakiti, melainkan menunjukkan tanggung jawab moralnya sebagai penjaga nilai.

Namun sayang, di era serba sensitive ini, niat mendidik sering kali disalahartikan. Masyarakat cepat bereaksi tanpa melihat konteks. Media sosial memperkeruh keadaan dengan narasi yang tidak utuh. Akibatnya, guru yang berniat membimbing justru menjadi terpojok, dan pesan moral yang ingin disampaikan pun hilang begitu saja.

Kita perlu menata ulang pemahaman tentang “disiplin dalam pendidikan”. Kita juga perlu memahami, bukan hanya sekadar tahu, bahwa mengajar tidak sama dengan mendidik. Sering kali kita menganggap bahwa mengajar dan mendidik adalah hal yang sama. Padahal, keduanya memiliki makna yang berbeda secara mendasar, meskipun saling berkaitan erat. Mengajar lebih menekankan pada proses mentransfer ilmu pengetahuan, sementara mendidik berfokus pada pembentukan karakter, nilai, dan kepribadian seseorang.

Seorang guru dapat saja mengajar dengan baik — menjelaskan materi secara runtut, memberi latihan, dan menilai hasil belajar siswa — namun belum tentu ia telah mendidik. Mendidik membutuhkan sentuhan hati, keteladanan, dan kesabaran untuk membimbing peserta didik menjadi manusia yang berakhlak, mandiri, dan berintegritas.

Dalam konteks pendidikan anak usia dini misalnya, guru tidak hanya mengenalkan huruf dan angka, tetapi juga menanamkan nilai sopan santun, empati, dan tanggung jawab. Di sinilah peran mendidik menjadi lebih bermakna daripada sekadar mengajar.

Mengajar bisa dilakukan oleh siapa pun yang menguasai ilmu, namun mendidik hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki panggilan jiwa sebagai pendidik. Oleh karena itu, seorang pendidik sejati tidak cukup hanya pintar, tetapi juga harus berkarakter dan menjadi teladan. Mengajar berarti mentransfer pengetahuan, sementara mendidik berarti menanamkan nilai dan membentuk karakter.

Dalam kasus siswa yang merokok, ilmu tentang bahaya rokok mungkin sudah sering diajarkan di pelajaran IPA atau PPKn. Mereka tahu rokok berbahaya, tetapi pengetahuan itu belum menjelma menjadi kesadaran moral. Di sinilah peran mendidik menjadi penting. 

Dengan demikian, mengajar menambah pengetahuan, sedangkan mendidik membentuk kepribadian. Sekolah bukan hanya tempat siswa belajar rumus dan teori, tetapi juga tempat mereka belajar menjadi manusia yang beretika.

Perbedaan antara mengajar dan mendidik mengingatkan kita bahwa tujuan akhir pendidikan bukan hanya mencetak manusia yang cerdas secara intelektual, tetapi juga yang berkarakter, berakhlak, dan memiliki hati nurani. Dengan demikian, mendidik adalah jiwa dari proses mengajar itu sendiri. Sebagaimana tujuan akhir pendidikan sesungguhnya bukan hanya sekadar menjadikan peserta didik cerdas secara akademik atau terampil dalam kompetensi duniawi, tetapi lebih jauh dari itu adalah membentuk manusia yang paripurna--insan kamil

Pendidikan harus mampu mengembangkan seluruh potensi manusia secara seimbang, baik aspek kognitif, afektif, spiritual, maupun sosial. Insan kamil adalah pribadi yang berakhlak mulia, memiliki integritas, mampu menebar manfaat bagi lingkungan, serta menjadikan ilmu sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved