Jika 9 Hakim MK Terbukti Melanggar Kode Etik, Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Bisa Dibatalkan

Jika 9 Hakim MK Terbukti Melanggar Kode Etik, Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Bisa Dibatalkan

Penulis: Evan Saputra CC | Editor: M Zulkodri
Tribunnews
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kiri) didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kanan) memberikan keterangan pers terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan batasan usia capres dan cawapres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023). MK memutuskan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MK-MK untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik terkait putusan Ketua MK Anwar Usman yang dianggap memiliki konflik kepentingan dalam penentuan batas usia capres-cawapres. Hakim Enny Nurbaningsih mengaku telah curhat sampai menangis saat diperiksa MMMK. 

BANGKAPOS.COM - Jika 9 Hakim MK Terbukti Melanggar Kode Etik, Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Bisa Dibatalkan

Dampak dari putusan batas usia Capres dan Cawapres belum lama ini berdampak panjang.

Seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diperiksa karena laporan dari masyarakat. 

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK, Jimly Asshiddiqie menyebut 9 hakim MK berpotensi melanggar kode etik.

Alasannya, karena mereka membiarkan Mahkamah Konstitusi memutus perkara yang diduga berkaitan dengan kepentingan salah satu anggota keluarga hakim.

"Sehingga sembilan hakim MK itu dituduh, semua melanggar (kode etik) karena membiarkan itu. Makanya kita tanyakan satu-satu, ya masing-masing punya alasan," kata Jimly di Gedung II MK, Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Jimly menjelaskan, enam hakim MK yang sudah diperiksa memiliki pendapat berbeda terkait permasalahan yang dilaporkan oleh masyarakat kepada MKMK.

"Jadi, nanti ada saja yang ternyata benar kok, ikut memberi pembenaran, tapi ada juga yang sudah mengingatkan, tapi tidak efektif, ada juga yang pakewuh," ujarnya.

Apabila hakim MK terbukti melanggar kode etik, Jimly mengatakan, maka MKMK bisa membatalkan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait perubahan syarat menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Berarti sesuai Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat 7, (perkara) di-Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) lagi oleh majelis berbeda," katanya.

Namun demikian, dia menegaskan, bahwa MKMK baru akan mengeluarkan putusan terkait pelanggaran kode etik pada Selasa (7/11/2023) setelah memeriksa pelapor dan isi laporannya, dan memeriksa semua hakim konstitusi.

Seperti diketahui, pada Selasa (31/10/2023) dan Rabu (1/11/2023) MKMK telah memeriksa enam hakim yang terdiri atas Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.

MKMK akan kembali memeriksa tiga hakim konstitusi lainnya pada Kamis (2/11/2023). Mereka yakni Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin.

Sebelumnya, Jimly mengatakan terdapat 10 poin persoalan yang ditemukan MKMK terkait MK, berdasarkan laporan dari masyarakat.

Dengan persoalan pembiaran, total terdapat 11 poin persoalan terkait MK, yang telah dilaporkan oleh masyarakat kepada MKMK.

Desak MKMK Pecat Ketua MK Anwar Usman

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap pelapor dugaan pelanggaran etika dan perilaku hakim MK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Dalam agenda hari ini, ada tiga pelapor yang akan diperiksa. Ketiga pelapor tersebut pun dihadirkan dalam persidangan. 

Mereka antara lain Pergerakan Advokat Nusantara atau Perekat Nusantara, Komite Independen Pemilu atau KIP dan dari individu yakni advokat bernama Tumpak Nainggolan.

Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus mengatakan Ketua MK Anwar Usman telah melanggar prinsip independensi dan ketidakberpihakan dalam memutus perkara Nomor 90 Tahun 2023 tentang syarat usia capres-cawapres.

Petrus menilai pelanggaran tersebut terjadi karena Anwar Usman memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Petrus, dengan adanya putusan MK tersebut dinilai telah menguntungkan Gibran selaku keponakannya, yang pada akhirnya setelah adanya putusan itu bisa maju dalam Pilpres 2024 menjadi cawapres Prabowo Subianto.

“Hakim terlapor memiliki posisi hubunhan keluarga sebagai ipar dari presiden, dan dalam perkara uji materil ini perkara,” kata Petrus pada Rabu (1/11/2023).

Atas dasar itulah, Petrus meminta kepada hakim MKMK untuk bersikap tegas memberhentikan Ketua MK Anwar Usman secara tidak hormat atau dipecat.

“Kami melihat dan kami meyakini betul hakim terlapor telah berada pada posisi pelanggar prinsip indepedensi, prinsip ketakberpihakan,” ujar Petrus.

“Untuk itu dari Perekat Nusantara dan TPDI, meminta MKMK memutuskan memberi sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat.”

Lebih lanjut, Petrus mengatakan Mahkamah Konstitusi saat ini berada pada titik nadir. Ia menuturkan suara masyarakat dan DPR menilai bahwa perkara Nomor 90 yang diputus MK terjadi pelanggaran konstitusi.

Tak hanya itu, kata Petrus, akibat perkara ini, muncul isu yang kemudian mengarah pada pemakzulan Presiden Jokowi.

Karena itu, Petru berharap majelis hakim MKMK mengabulkan gugatannya guna menjamin kepercayaan publik kepada lambaga Mahkamah Konstitusi.

“Kami mempercayakan kepada majelis yang mulia supaya permohonan dari TPDI dan Perekat Nusantara dikabulkan demi menjamin kepercataan publik kepada lembaga ini,” ujarnya.

“Mungkin dengan putusan itu, supaya itu bisa dihentikan dengan putusan MKMK.”(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved