Jangan Salah, Regulasi Hukum di Indonesia Sudah ‘Go Nuklir’!
Rencana pembangunan PLTN di Indonesia bukanlah wacana yang baru muncul akhir-akhir ini
Penulis: iklan bangkapos | Editor: fitriadi
BANGKAPOS.COM - Pemberitaan media massa tentang organisasi masyarakat yang mempertanyakan regulasi terkait rencana pemerintah dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), baru-baru ini beredar dan menimbulkan sejumlah pertanyaan lanjutan.
Pasalnya, dalam audiensi yang dilakukan bersama Pejabat Pemerintah di Kabupaten Bangka Tengah, terdapat pernyataan terkait sosialisasi PLTN tidak boleh dilakukan sebelum ada ‘regulasi yang jelas’ atau keputusan pemerintah terkait pembangunan PLTN.
Namun, benarkan pembangunan PLTN belum memiliki dasar regulasi?
Penting digarisbawahi, bahwa rencana pembangunan PLTN di Indonesia bukanlah wacana yang baru muncul akhir-akhir ini.
Sebenarnya, visi pemerintah untuk memiliki PLTN sebagai sumber bauran energi yang stabil sudah dicanangkan sejak era Presiden Soekarno.
Untuk itu, pada 1964, Presiden Soekarno membentuk Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (saat ini terintegrasi bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)) sebagai operator dalam pemanfaatan energi nuklir, termasuk untuk pembangkit daya.
Selanjutnya, sejak penetapan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang menjadi milestone bagi regulasi di bidang pemanfaatan nuklir, pemerintah juga membentuk lembaga pengawas, yakni Badan Pengawasan Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Selain keanggotaan aktif Indonesia di Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) kehadiran BATAN sebagai operator dan BAPETEN sebagai regulator telah memenuhi syarat kelembagaan dalam pemanfaatan nuklir untuk tujuan pembangkit daya.
Rencana ini diupayakan dengan pembangunan PLTN di Semenanjung Muria yang dijadwalkan beroperasi pada 2015, namun tidak dapat terlaksana akibat penolakan masyarakat dan kurangnya sosialisasi untuk mendiseminasikan pengetahuan kepada masyarakat tentang energi nuklir.
Rencana pembangunan juga sempat diupayakan di Bangka Belitung, tepatnya tahun 2011 silam. Namun, kurangnya sosialisasi dan pemahaman masyarakat kembali menjadi faktor yang menyulitkan bagi upaya pembangunan untuk dilakukan.
Untuk mendukung rencana pembangunan PLTN sebagai sumber energi baru yang bersih dan aman, pemerintah telah melengkapi dasar hukum dengan sejumlah regulasi.
Pertama, UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang diinisiasi dalam rangka memberi landasan hukum bagi pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir.
Kedua, pengaturan tentang pembangunan PLTN dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir.
Dalam Pasal 1 ayat (1), ditegaskan bahwa instalasi nuklir yang dimaksud diantaranya adalah reaktor nuklir, fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, pengayaan, dan pengolahan, serta fasilitas penyimpanan bahan bakar dan limbah.
PP ini memberi dasar regulasi yang tegas terhadap tiga aspek, yakni perizinan reaktor nuklir, perizinan instalasi nuklir, dan perizinan pemanfaatan bahan nuklir. Ketiganya digunakan dalam pembangunan PLTN.
Bangka Tengah Tanggapi Persetujuan Tapak PLTN Gelasa, Wabup: Kami Hanya Sediakan Lahan |
![]() |
---|
Thorcon Power Indonesia Raih Persetujuan PET/SMET PLTN Pertama di Indonesia |
![]() |
---|
PLTN Pulau Gelasa Belum Masuk RTRW Bangka Tengah, Bisa Terwujud Jika Jadi PSN |
![]() |
---|
Begini Hasil Verifikasi Tim Bapeten terkait Tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Pulau Gelasa |
![]() |
---|
Dipastikan Proyek PLTN Thorcon 500 Selaras Aktivitas Ekonomi Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan |
![]() |
---|