Berita Pangkalpinang

Korupsi PT BPRS, Helli Yuda Hadirkan Saksi Ahli Pidana di PN Pangkalpinang

penyertaan modal dari pemerintah daerah tidak automatis mengubah perusahaan menjadi plat merah atau perusahaan daerah karena tergantung payung ...

Penulis: Sepri Sumartono | Editor: Asmadi Pandapotan Siregar
Bangkapos.com/Sepri Sumartono
Saksi Ahli Bidang Pidana Muhammad Rustamaji ketika memberikan keterangan pada perkara korupsi PT BPRS di Ruang Tirta Pengadilan Negeri Pangkalpinang. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Sidang lanjutan perkara korupsi PT BPRS menghadirkan saksi ahli dari pihak terdakwa Helli Yuda digelar di Ruang Tirta Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ( Babel ) Rabu (28/2/2024).

Saksi ahli yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa adalah Muhammad Rustamaji yang berprofesi sebagai dosen di fakultas hukum Universitas Sebelas Maret sebagai ahli pidana.

Rustamaji dalam persidangan menjelaskan, kajian pasal 2 UU Tipikor yang paling utama terdapat pada perbuatan yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara.

Berkaitan dengan penyertaan modal kemudian perusahaan bisnis swasta menjadi BUMD atau perusahaan daerah itu tidak benar.

"Karena tergantung payung hukumnya, kalau BUMD itu perda, kalau perusahaan swasta ya tetap swasta," kata Rustamaji, Rabu (28/2/2024).

Sehingga, penyertaan modal dari pemerintah daerah tidak automatis mengubah perusahaan menjadi plat merah atau perusahaan daerah karena tergantung payung hukumnya.

Baca juga: Sidang Tipikor Helli Yuda, Saksi Ahli Siswo Sujanto Jelaskan Soal Keuangan Negara pada PT BPRS

Baca juga: Terdakwa Helli Yuda Keberatan dengan Pernyataan Saksi Ahli Siswo Sujanto

Lalu, mengenai pasal 55 yang dilakukan juncto ke pasal 2 Tipikor, maka jaksa penuntut umum (JPU) harus memberikan keterangan jelas tentang keikutsertaan dari terdakwa.

Menurut Rustamaji, kalau konteks pasal 2 dan 3 UU Tipikor, sebenarnya harus mengingat putusan MA yang memperjelas delik formil menjadi materil jika ada pengembalian, maka faktual loss tidak ada.

"Pengembalian emang tidak menghapuskan pidananya, tapi harus ingat kalau harus ada unsur faktual loss, bukan potensial loss, intinya sudah hilang kerugian itu," katanya.

Rustamaji menegaskan, kerugian keuangan negara itu adalah faktual loss dan sejak tahun 2016 penegakan hukum didorong melakukan pengembalian kerugian keuangan.

"Secara melawan hukum pada pasal 2 tipikor itu bisa melawan hak, bisa dengan tujuan tertentu atau melanggar perundangan," jelasnya. (Bangkapos.com/Sepri Sumartono)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved