Berita Bangka Barat

Tradisi Ruwah Tempilang Warisan Turun Temurun, Selama 3 Hari Masyarakat Dilarang Lakukan Hal Ini

Tradisi ruwah di Tempilang warisan budaya turun temurun, uniknya selama 3 hari tokoh adat melarang masyarakat melanggar pantangan ini

Penulis: Hendra CC | Editor: Hendra
Bangkapos/Riki Pratama
Festival Perang Ketupat kembali digelar di Pantai Pasir Kuning, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Minggu (3/3/2023) siang. Kegiatan ini, dilaksanakan setiap tahunnya di bulan ruah atau Sya’ban, sebelum Ramadhan. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Tradisi ruwah atau seminggu jelang Ramadhan yang digelar di Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kep. Bangka Belitung, sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat.

Kini tradisi ruwah yang dikemas dengan menampilkan berbagai kegiatan seni masyarakat Tempilang ini sudah menjadi agenda wisata nasional dan menjadi aset wisata tak benda.

Bahkan acara ruwah sudah dianggap menjadi lebaran bagi masyarakat setempat dan lebih ramai dibandingkan dengan lebaran Idul Fitri ataupun Idul Adha.

Tahun ini ruwah di Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat digelar Minggu (3/3/2024).

Prosesi puncak ruwah dengan melakukan Perang Ketupat ini kerap dilaksanakan di pesisir Pantai Pasir Kuning, di Kecamatan Tempilang.

Uniknya setelah menggelar acara ruwah ini ada hal atau kepercayaan yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat setempat.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, Muhammad Ali, mengatakan, perang ketupat dilaksanakan pada harI ketujuh setelah Nisfu Sya’ban yang kali ini jatuh pada Minggu, 3 Maret 2024.

"Menurut kepercayaan terdapat beberapa pantangan yang tidak boleh dikerjakan masyarakat selama tiga hari. Setelah prosesi ritual perang ketupat dilaksanakan. Yaitu tidak boleh pergi ke laut, ke hutan dan menjemur pakaian di pagar depan rumah," kata Muhammad Ali.

Dua kelompok warga saling lempar ketupat pada puncak acara adat Perang Ketupat di Pantai Pasir Kuning Desa Airlintang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung, Minggu (29/5/2016).
Dua kelompok warga saling lempar ketupat pada puncak acara adat Perang Ketupat di Pantai Pasir Kuning Desa Airlintang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung, Minggu (29/5/2016). (Bangkapos.com/Iwan Satriawan)

Lebih jauh, dikatakan Ali, Perang Ketupat kegiatan adat yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2014 sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). 

"Pada tahun 2024 inI, kegiatan perang ketupat yang dibantu oleh Pemerintah Daerah Bangka Barat mendapat dukungan dari Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah V Jambi – Bangka Belitung berupa kurasi untuk peningkatan kualitas acara," jelas Ali.

Dengan tujuan, sambung Ali, agar perang ketupat menjadi event budaya skala Nasional dari Bangka Barat, yang diwujudkan dalam Festival Perang Ketupat Tempilang 2024.

"Karena makna perang ketupat, sebagai ajang silaturahmi antara pemimpin dengan rakyat dan antar masyarakat. Perang ketupat sebagai tempat melepaskan rasa amarah, dendam yang telah terkumpul dan melaksanakan silaturrahmi antar warga dalam semangat kekeluargaan, sebelum melaksanakan ibadah Ramadhan," terangnya.

Budaya dan Seni

Tradisi ruwah di Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat merupakan warisan budaya turun temurun masyarakat setempat.

Diperkirakan tradisi ruwah di Kecamatan Tempilang ini sudah ada sejak tahun 1.800 dan hingga kini masih terus terjaga dan dilestarikan.

"Perang ketupat tahun ini berbeda dengan tahun kemarin. Karena nuansa budaya dan kesenian, jauh lebih kental," kata Wakil Bupati Bangka Barat, Bong Ming Ming, Minggu (3/3/2023).

Ia menambahkan, hampir setiap tahun perang ketupat dilaksanakan. Tentunya ada hikmah yang dapat diambil dari Festival Perang Ketupat.

"Bagaimana orang terdahulu, melestarikan kebudayaan ini, dari sisi keagamaan dan sebagainya, mempertahankan adat istiadatnya. Tidak berpengaruh adat dari luar. Boleh kita menggunakan teknologi, tetapi tetap berpegang teguh dengan adat istiadat lokal," katanya.

Mantan anggota DPRD Bangka Belitung ini, mengharapkan Festival Perang Ketupat kedepan makin diperkuat, terutama dari sisi pendanaan dan adat istiadatnya.

"Kedepan kita harus benar-benar serius, terutama untuk dapat mendatangkan wisatawan bukan hanya lokal, tetapi mancanegera. Kedepan kita perkuat lagi dari pendanaan dan seni budayanya," harapnya.

Untuk Bersilaturahmi

Bupati Bangka Barat, Sukirman, meminta Festival Perang Ketupat lebih meriah, tertata lebih apik di tahun mendatang.

Hadir dalam Festival Perang Ketupat, Bupati Bangka Barat Sukirman, Wakil Bupati Bangka Barat Bong Ming Ming, Anggota DPR RI Bambang Patijaya, Kapolres Bangka Barat AKBP Ade Zamrah, Dandim 0431/Bangka Barat, Kemas Muhammad Nauval, Sekda Bangka Barat M Soleh, kepala OPD, serta unsur Forkopimda lainnya.

"Alhamdulillah acara Festival Perang Ketupat Tempilang, sudah masuk agenda nasional dan hari ini berjalan lancar. Mudah mudahan kedepan berjalan lebih meriah tertata lebih apik," kata Sukirman.

Dikatakannya, Festival Perang Ketupat, merupakan agenda tahunan, dilaksanakan menjelang bulan suci Ramadhan.

"Bertujuan untuk bersilaturahmi dengan sanak keluarga yang jauh maupun dekat, untuk saling memaafkan," katanya.

Ia menambahkan, Pemkab Babar melalui dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah menggarakan Rp 100 juta, untuk pelaksanaan Festival Perang Ketupat.

"Terima kasih Pj Gubernur Babel, dan segenap panitia dan sponsor Balai Kementrian Pariwisata dan lain lain. Semoga memberi dampak ekonomi yang cukup baik bagi masyarakat dan daerah kami," katanya.

Rangkaian Acara Ruwah

Perang Ketupat menjadi kegiatan ruwah di Kecamatan Tempilang yang paling dinanti-nanti oleh masyarakat.

Pelaksanaan Perang Ketupat tak hanya dilakukan oleh pelaku seni dan budaya di Kecamatan Tempilang saja, tetapi terkadang turun melibatkan para tamu undangan.

Rangkaian acara ruah Tempilang ini dimulai dengan Ngancak, Penimbongan dan Taber batas kampung yang dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban. 

Sebelum Perang Ketupat dilakukan, sejumlah pertunjukan adat pun ditampilkan. 

Dimulai dari tarian selamat datang, tradisi selawang setuson atau nganggung.

Penampilan seni pencak silat, dilakukan dua pendekar pencak silat dari perguruan silat setempat, lalu dilanjutkan tradisi Penimbongan.

Ditampilkan pula tarian Serimbang, Kedidi, Ngancak hingga pertarungan antar dua pendekar pencak silat dalam tradisi Seramo.

Pada acara puncak, puluhan pria yang mengenakan seragam hitam, berkumpul di tengah lapangan.

Mereka saling rebutan ribuan ketupat, untuk saling lempar satu sama lain. Riuh peserta dan penonton terasa di tengah acara.

Selanjutnya perang ketupat dilaksanakan para tamu dari kalangan pejabat dan terakhir antara masyarakat setempat.

(Bangkapos.com/Riki Pratama)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved