Perempuan Ditemukan Meninggal Dunia

Dosen Sosiologi UBB Menilai Aplikasi Michat Proses Perkenalan Awal Antara Korban dengan Pelaku

Dosen Sosiologi UBB Menilai Aplikasi Michat Proses Perkenalan Awal Antara Korban dengan Pelaku Yang Sebelumya Belum Saling Mengenal

ISTIMEWA
Luna Febriani, M.A. - Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kasus penemuan mayat perempuan di Kelurahan Bacang, Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung ( Babel ),  yang sempat menggegerkan masyarakat Pangkalpinang perlahan mulai menemui titik terang, baik pelaku maupun motifnya.

Dari informasi yang diterima, kronologi kasus ini diawali dari proses perkenalan antara pelaku dengan korban melalui salah satu aplikasi media sosial, yakni MiChat.

Dimana korban dan pelaku yang sebelumnya tidak saling mengenal, namun karena memiliki akun dan mulai interaksi di Michat, kemudian saling bertemu hingga akhirnya pada saat pertemuan itu pula terjadi perselisihan dan perkelahian yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Terkait hal tersebut, Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Luna Febriani menjelaskan, memang dibutuhkan pendalaman lagi apakah kasus ini ada kaitannya dengan prostitusi yang dilakukan secara daring antara korban dan pelaku. 

Namun, realita yang ada di dalam masyarakat kerap menunjukkan bahwa aplikasi MiChat ini merupakan salah satu media yang sering digunakan untuk mendapatkan pasangan yang dapat memuaskan hasrat individu, atau aktivitas prostitusi.

"Meskipun aplikasi ini tidak dirancang sama sekali untuk aktivitas-aktivitas prostitusi, akan tetapi dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi menjadikan aplikasi ini seakan-akan memiliki nilai guna bagi prostitusi," kata Luna Febriani, Selasa (11/06/2024).

Baca juga: Pelaku Pembunuhan Terhadap Rahma di Bacang Bohongi Paman dan Ketua RT, Ada Mayat Perempuan Overdosis

Baca juga: Polisi Temukan Sejumlah Luka di Bagian Tubuh Korban yang Tewas Bersimbah Darah di Bacang

Ditambahkan Luna, tidak dapat dipungkiri, prostitusi yang dilakukan secara online atau melalui aplikasi ini kerap diminati oleh masyarakat, selain karena kepraktisannya dalam menemukan pasangan yang cocok, aktivitas melalui aplikasi ini dirasakan dapat menjamin kerahasiaan individu.

"Jika berkenalan melalui aplikasi, interaksi dilakukan secara langsung tanpa perlu ada perantara atau orang ketiga dan tidak perlu datang langsung ke lokalisasi yang mana berpotensi bertemu banyak orang," tambahnya.

Oleh karena itu, di balik sisi kepraktisan dan kerahasiannya yang terjamin, disisi lain ini justru dapat membahayakan, terutama bagi perempuan atau kelompok yang lebih sering menjadi obyek dalam dunia prostitusi. 

"Sangat membahayakan sekali karena aktivitas ini terjadi antara orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya, maka potensi interaksi yang dapat terjadi bisa interaksi yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan seperti adanya perselisihan, pertengkaran hingga pembunuhan," jelas Luna.

"Bagaimana tidak, orang terdekat pun tidak menutup kemungkinan melakukan kejahatan kepada individu, apalagi orang yang tidak kita kenal dan tidak pernah berinteraksi sama sekali sebelumnya, potensi ini tentu besar," ucapnya. 

Terlebih bagi perempuan dalam konteks prostitusi, dimana dalam prostitusi perempuan kerap hanya dianggap sebagai objek atau alat pemuas semata, sehingga potensi untuk terjadinya kekerasan terhadap perempuan sangat memungkinkan.

"Nah, ini diperparah karena kerahasiaan yang memungkinkan interaksi ini hanya antara pembeli dan pengguna saja, sehinggga ketika terjadi kasus kekerasan hingga pembunuhan memungkinkan tidak ada orang lain yang mengetahui," ungkap Luna.

Dalam kasus ini, diuntungkan korban ditemui meninggalnya di rumah terduga pelaku, karena jika dibuang tanpa identitas di tempat-tempat yang tidak diketahui maka butuh waktu dan proses untuk pendalaman kasusnya.

Terlepas ada atau tidak kaitan kasus ini dengan prostitusi online, belajar dari kasus pembunuhan yang diawali dari perkenalan aplikasi atau media sosial.

"Harusnya di era teknologi sekarang ini individu lebih selektif dalam memulai interaksi dan tidak mudah percaya begitu saja terhadap orang2 baru di media sosial, mengingat realitas yang terjadi, potensi kejahatan banyak juga datang dari media sosial itu sendiri," bebernya. (Bangkapos.com/Adi Saputra)

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved