Berita Bangka

Akademisi UBB: Peran Laki-laki Penting Cegah Tindak Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB) Luna Febriani: peran laki-laki penting dalam hal menekan kasus kekerasaan pada anak dan perempuan

Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: Hendra
IST
Akademisi sekaligus Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Luna Febriani. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah yang harus diselesaikan semua pihak.

Namun menurut Akademisi sekaligus Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB) Luna Febriani, peran laki-laki penting dalam hal menekan kasus kekerasaan pada anak dan perempuan.

"Tidak dapat dipungkiri, kekerasan terhadap anak dan perempuan terutama kekerasan seksual menjadi masalah besar yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini, pun demikian dalam masyarakat Bangka Belitung," ujar Luna, Senin (22/7/2024).

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI) menunjukkan bahwa dari tangga 1 Januari 2024 telah terjadi 13.222 kasus kekerasan, dengan rincian kekerasan seksual merupakan kekerasan paling dominan dengan jumlah 6.110 kasus.

Kemudian diikuti dengan kekerasan fisik sebesar 4.536 kasus dan kekerasan psikis sebanyak 3.962 kasus. Dari 13.222 kasus kekerasan yang terjadi itu pula, 11.502 korbannya adalah perempuan dan 2.848 korbannya laki-laki.

Dari data ini terlihat bahwa perempuan memang menjadi korban dominan dalam setiap kasus kekerasan.

"Namun, tidak menutup kemungkinan kekerasan juga terjadi pada laki-laki. Meskipun jumlah kekerasan terhadap laki-laki tidak sebesar jumlah kekerasan terhadap perempuan, namun bukan berarti laki ini menjadi tidak penting untuk diperhatikan," katanya.

Dia menilai memang terkadang jumlah kekerasan terhadap laki-laki yang tercatat ini lebih sedikit juga bisa disebabkan karena keengganan laki-laki untuk melaporkan kasus kekerasan yang menimpa mereka yang mana ini berkaitan dengan konstruksi maskulin yang melekat dalam masyarkat sehingga laki-laki memilih untuk tidak melaporkan kekerasan yang terjadi pada diri mereka.

"Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak berpotensi mengalami kekerasan. Oleh karena itu, pencegahan kasus kekerasan dalam masyarakat ini tidak dapat hanya dipusatkan dengan melibatkan perempuan semata, namun juga laki-laki. Hal ini karena laki-laki maupun perempuan bisa saja menjadi korban dan pelaku dari kekerasan itu sendiri," katanya.

Yang terjadi selama ini pencegahan dan pemberantasan kekerasan lebih dominan pada perempuan sebagai sasaran utamanya.

Namun sekarang ini, sudah saatnya melibatkan laki-laki dalam pencegahan kasus kekerasan.

"Pelibatan laki-laki dalam pencegahan dan pemberantasan kekerasan ini kemudian menjadi penting. Hal ini karena: Pertama, jangan-jangan laki-laki tidak tahu dan paham tentang kekerasan itu sendiri, sehingga acapkali mereka melakukan perbuatan tersebut.

Misalnya saja, tentang catcalling, jangan-jangan mereka menganggap ini adalah hal biasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk membuat mereka mengetahui dan menyadari perlu edukasi tentang kekerasan kepada mereka agar mereka tidak melakukan perbuatan tersebut," jelasnya.


Kedua, pelibatan laki-laki dapat mengenali alternatif perilaku yang dapat dilakukan selain menggunakan kekerasan. Pelibatan laki-laki ini dapat mencari solusi terkait alternatif apa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kekerasan ini.

Ketiga, kekerasan kerapkali terjadi karena adanya relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Relasi kuasa ini muncul karena ada konstruksi nilai maskulintas dan pembagian peran yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved