Tribunners

Sinergi Pendidikan Informal 

Hampir empat tahun lamanya satuan pendidikan/sekolah telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Kurniati - Kepala SMAN 1 Riau Silip 

Oleh: Kurniati - Kepala SMAN 1 Riau Silip

HAMPIR empat tahun lamanya satuan pendidikan/sekolah telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Hal ini sebagaimana yang termuat dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI No.56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran. Dengan segala permasalahannya pula, sesuai perkembangannya, kurikulum ini berjalan dengan membawa tanda tanya. Akan terdapat peraturan dan perubahankah nantinya?

Tentu jika kita berbicara tentang perubahan yang abadi adalah perubahan itu sendiri karena sesuai tuntutan zaman. Laksana kurikulum sekarang yang digawangi oleh keinginan besar (menteri) agar pendidikan kita melompat pada kemajuan teknologi. Sedikit menariknya, kurikulum saat ini, di samping menginginkan adanya lompatan teknologi program yang dicetuskan juga menyasar ranah lokalitas berbasis penguatan karakter.

Dengan alasan ini pula, Kurikulum Merdeka memiliki kegiatan atau program yang disebut dengan projek P5. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan salah satu ciri khas dari kurikulum yang diberi nama Kurikulum Nasional. Kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila ditujukan untuk memperkuat upaya pencapaian profil pelajar/peserta didik yang mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan. Proporsi penguatan profil pelajar Pancasila dialokasikan sekitar 20 persen beban belajar per tahun. Pelaksanaannya fleksibel, baik muatan maupun waktu pelaksanaan.

Secara muatan, projek harus mengacu pada capaian profil pelajar Pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Sesuatu yang santai kelihatannya, namun beragam persepsi dan implikasinya.

Namun, tanpa keraguan, kegiatan P5 ini adalah ciri khas Kurikulum Merdeka dengan memajankan sejumlah ciri karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik. Karakter baik diharapkan berkembang melejit yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila. Sebab segala dimensi dan elemen yang terkandung dalam profil pelajar Pancasila semuanya bermuara pada karakter yang unggul. Karakter unggul adalah visi semua satuan pendidikan, bahkan tujuan pendidikan nasional, mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengasah jiwa generasi muda.

Berdasarkan kepentingannya, terdapat tiga poin utama manfaat kegiatan P5 ini. Pertama: P5 atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila ini berguna untuk menerjemahkan tujuan dan visi pendidikan ke dalam format yang lebih mudah dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Kedua: Kegiatan P5 menjadi kompas bagi pendidik dan pelajar Indonesia. Bagaimana tujuan pendidikan secara kasatmata terlihat dari ruang gerak, proses, dan progres terlihat dari keaktifan dan keterampilan para siswa. Ketiga: Program dan kegiatan P5 menjadi tujuan akhir segala pembelajaran, program dan kegiatan di satuan pendidikan.

Namun, benang merah dari kekuatan berhasilnya program adalah sinergi dan kolaborasi. Dalam hal ini tentu peran pendidikan informal yaitu keluarga inti sangat penting terhadap keberhasilan pendidikan. Karena keluarga merupakan lingkungan terkecil, terdekat, dan terdiri dari orang-orang yang paling didengar serta dijadikan contoh oleh anak-anak. 

Senada dengan pernyataan itu, Indra Dwi Prasetyo, praktisi pendidikan sekaligus direktur Pijar Foundation serta Co-Chair Y20 Indonesia 2022 mengatakan, keluarga selalu memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, termasuk dalam hal pendidikan. Laksana sering kita dengar, ada adagium yang menyatakan bahwa pendidikan pertama kali terjadi di kamar tidur anak, bukan di ruang kelas. Demikian pentingnya peran keluarga atau peran orang tua dalam mendukung pembentukan karakter siswa di sekolah.

Bagaimana pola yang baik dalam pembentukan karakter siswa dan mampu bersinergi dengan pendidikan? Sesuai dengan budaya kita yang beragam, banyak sekali pola asuh dari para orang tua di berbagai daerah. Karakter orang tua, karakter budaya, karakter pola yang ada sehingga membedakan pola asuh mereka. Namun dari beberapa beragam pola tersebut, kita memiliki aspek yang penting dan semuanya secara umum/universal dimiliki oleh semua daerah. Kekuatan besar yang harus ditanamkan dari keluarga dan semenjak muda.

Yang utama adalah tiga kebutuhan dasar. Seperti yang pernah diutarakan bahwa kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi adalah motherbonding yaitu kelekatan psikologis dengan ibunya. Jadi bentuk apa pun atau karakter bagaimanapun seorang ibu pastilah akan sayang dan kasih kepada anaknya. Kemudian rasa aman. Rasa aman ini berkaitan dengan adanya kebutuhan anak rasa dilindungi. Dalam perlindungan, anak juga sangat membutuhkan perhatian.

Kemudian, stimulasi fisik dan mental, yang dimaksud dengan stimulasi fisik ini adalah bagaimanakah perhatian yang besar dari orang tua. Pada dasarnya semua orang tua tentu akan memperhatikan anak mereka. Ini dari bentuk dominan perhatian orang tua tadi seperti apa. Istilah lain, untuk kekuatan peran orang tua ini adalah menerapkan pola asuh, asih, dan asah yang baik.

Pembelajaran sikap kepada seorang anak selain diperolehnya dari para guru di sekolah, mengajarkan, kemudian akan diulang lagi di rumah. Hal ini hendaknya mendapatkan penguatan orang tua. Mendidik dalam konotasi memelihara dan memberi latihan tentu tidak hanya satu kali, namun kerap dan selalu berdasarkan tupoksi.

Dengan perkataan lain, jika para orang tua ingin anaknya berkualitas tentunya orang tuanya harus berkualitas dahulu (secara sikap). Dasar anak manusia itu menurut Sigmund Freud, sejatinya memiliki pikiran yaitu pikiran sadar dan pikiran di bawah sadar. Tetapi ternyata dari kenyataan tersebut bahwa pikiran sadar seorang manusia itu memiliki persentase dalam diri kita itu hanya sebesar 10 persen, sedangkan pikiran bawah sadar manusia itu punya peranan sebanyak 90 persen.

Dengan segala pengertian ini, untuk itu sesuai perkembangannya usia dan cara yang dilakukan sekolah, jika tidak dibarengi dengan pembiasaan kembali di rumah, proses sekolah hanya setengah rasa. Jika, peranan alam bawah sadar kita hanya menyimpan memori remah-remah roti, bukan capaian-capaian cita-cita tinggi, tetap, kurikulum ini akan terus berjalan dengan membawa tanda tanya. Akan terdapat makna baik “perubahan besar” atau hanya “berubah”? (*)
      

 

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved