Korupsi di PT Timah

Hadirkan Saksi Ahli, Tim PH Alwin Albar Pertanyakan Kapasitas Jaksa Menentukan Kerugian Negara

Tim PH terdakwa Alwin Albar mengatakan kehadiran ketiga saksi tersebut untuk menegaskan hal-hal yang perlu dipenuhi dalam menetapkan tersangka

Penulis: Gogo Prayoga | Editor: Hendra
Bangkapos.com/GogoPrayoga.
Joserizal, perwakilan Tim Penasihat Hukum terdakwa Alwin Albar, saat ditemui usai menjalani persidangan di PN Pangkalpinang, Rabu (23/10/2024). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa pada metode cutter suction dredge (CSD) di laut Sampur dan metode washing plant (WP) di darat wilayah Tanjung Gunung, Kabupaten Bangka Tengah pada PT Timah tahun anggaran 2017-2019, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Rabu (23/10/2024). 

Dalam sidang kali ini, Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa Alwin Albar menghadirkan tiga orang sebagai saksi ahli.

Tiga orang tersebut ialah, Ruchiyat selaku mantan Kepala BPKP Jakarta, Rocky Mabrun selaku Dosen Hukum Universitas Pancasila, dan Erry Riyana Hardjapamekas selaku Dirut PT Timah periode 1994-2002.

Tim PH terdakwa Alwin Albar mengatakan kehadiran ketiga saksi tersebut untuk menegaskan hal-hal yang perlu dipenuhi dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka kasus perkara korupsi, sebagaimana yang didakwakan JPU kepada terdakwa. 

"Karena untuk membuktikan tindak pidana korupsi, itu semua unsur-unsurnya harus terpenuhi semua, baik itu untuk pasal 2 maupun pasal 3 sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa," kata perwakilan Tim PH terdakwa, Joserizal saat ditemui Bangkapos.com pasca sidang, Rabu (23/10/2024). 

Untuk diketahui, Alwin Albar sendiri didakwa oleh JPU asal Kejati Babel, Farid Anfasa dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan Pasal 3 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Di mana berdasarkan keterangan dakwaan yang disampaikan JPU, Negara dirugikan sebesar Rp29,2 miliar akibat perbuatan terdakwa karena telah membuat untung sejumlah perusahaan yang terlibat dalam proyek tersebut. 

Mengenai hal tersebut, menjadi pertanyaaan kata Joserizal, terkait kapasitas jaksa dalam menentukan kerugian negara yang dimaksud. 

"Dan yang paling penting, ada atau tidaknya kerugian negara di situ. Kerugian negara berdasarkan keterangan ahli tadi, harus dibuktikan dulu, kemudian ditetapkan oleh orang yang berwenang, nah ini yang jadi pertanyaan, kalau memang belum ditetapkan sebagai barang bukti, maka dia tidak berlaku sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal tadi," ujar Joserizal. 

Menurutnya, hal tersebut menjadi kabur, mengingat yang berwenang menetapkan kerugian negara adalah pihak yang bergerak di bidang pengawasan atau audit keuangan.

"Nah ini yang juga kita pertanyakan, apakah jaksa berwenang menetapkan kerugian negara. Karena di situ jaksa di dalam dakwaannya hanya menyebutkan kerugian. Itu yang kita pertanyakan, di mana kewenangan jaksa untuk menetapkan di dalam dakwaan sebagai kerugian negara," ujar Joserizal. 

Oleh sebab itu, kata Joserizal, harus ada pihak yang secara aturan, jelas memiliki wewenang untuk menetapkan hal tersebut. 

"Untuk itu, sebagaimana keterangan ahli tadi, harus ada instansi berwenang, yaitu BPK untuk menetapkan adanya kerugian negara," pukasnya. 

Untuk diketahui, Alwin Albar menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa pada metode cutter suction dredge (CSD) di laut Sampur dan metode washing plant (WP) di darat wilayah Tanjung Gunung, Kabupaten Bangka Tengah pada PT Timah tahun anggaran 2017-2019. (Bangkapos.com/GogoPrayoga)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved