Resonansi
Perang
Memasuki hari ke-1.000, Ukraina justru menyerang wilayah Rusia dengan rudal Jarak jauh bantuan Amerika Serikat dan Inggris.
Penulis: Ade Mayasanto | Editor: fitriadi
Bagi Israel, serangan itu demi mencegah cadangan senjata Suriah dikuasai kelompok-kelompok milisi yang tidak dikehendaki Israel.
Pangkalan udara, pangkalan laut, gudang senjata, sampai laboratorium Suriah diserang Israel. Namun nyatanya, Israel justru mencaplok wilayah penyangga antara Dataran Tinggi Golan dan Suriah.
Israel kini menguasai area hingga 18 kilometer dari perbatasan Golan dengan wilayah lain di Suriah.
Israel seolah mengulangi pola di Lebanon dan Palestina. Dengan alasan menciptakan zona penyangga untuk keamanannya, Israel mencaplok wilayah negara lain.
Walhasil, PBB menilai pencaplokan itu melanggar kesepakatan 1974. Kala itu, PBB menyepakati zona penyangga yang bebas dari militer Suriah ataupun Israel.
Bukan Pilihan
Dalam bayang-bayang yang mengerikan itu perdamaian hingga kini bukan menjadi pilihan.
Perang seolah menjadi pilihan yang lebih baik ketimbang damai. Mereka seolah beradu peran, strategi, gerak demi tak mau kalah perang.
Dalam kecamuk mesin perang yang kian brutal itu, banyak orang juga sudah mengingatkan. Orang-orang yang menderita dan tak bersalah menjadi korban.
Berbekal catatan dari sejarah dalam Perang Dunia II, jumlah mereka yang menjadi korban perang mencapai beratus juta jiwa.
Lalu bagaimana sekarang? Anda mau menghitungnya? Saya tentu tidak ingin menghitungnya. Sebab, angka itu akan memperlihatkan bagaimana kekejaman tanpa maaf itu diperlukan.
Apalagi, perang, militerisme dan penindasan modern, tak akan berubah hanya karena niat satu-dua orang yang melawan.
Itu baru perang menggunakan senjata mematikan.
Saat ini, Kita juga harus menyaksikan perang dagang dan fragmentasi ekonomi dan keuangan global, yang menyeret pertumbuhan ekonomi dunia melambat.
Ditengarai, angkanya menyusut dari 3,2 persen pada 2024 menjadi 3,1 persen pada 2025 dan tiga persen pada 2026.
Setidaknya ini tertuang dalam catatan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo Ketika mengikuti Seminar Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (Kafegama) bertajuk “Memacu Pertumbuhan Menuju Indonesia Maju”, secara hibrida, Sabtu (14/12/2024) kemarin.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.