Berita Bangka Selatan
Sengketa Lahan Desa Pergam Memanas, Warga Geruduk Kantor Desa, Kuasa Hukum Siap Tempuh Jalur Perdata
Polemik sengketa lahan Desa Pergam Bangka Selatan makin panas. Warga menolak klaim pemerintah desa, kuasa hukum siap buka-bukaan data di pengadilan
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM--Polemik sengketa lahan antara masyarakat Desa Pergam, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, dengan Pemerintah Desa Pergam kian memanas.
Puluhan warga mendatangi kantor desa menuntut kejelasan status tanah yang mereka klaim sebagai milik pribadi, namun secara sepihak disebut sebagai lahan desa.
Kuasa hukum warga, Suhardi dari Kantor Hukum Suhardi & Partners, menyatakan siap membuka semua data di pengadilan apabila permasalahan ini benar-benar dibawa ke ranah hukum.
Menurutnya, jalur perdata bisa menjadi solusi paling adil untuk menguji klaim antara masyarakat dan pemerintah desa.
“Selaku penasihat hukum, saya siap. Karena pengadilan menjadi wadah untuk buka-bukaan data,” kata Suhardi, Rabu (1/10/2025).
Untuk DIketahui, Desa Pergam adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kabupaten Bangka Selatan sendiri berada di bagian selatan Pulau Bangka.
Desa Pergam termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Airgegas, yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani lada, karet, sawit, serta padi ladang (padi hume).
Desa Pergam dikenal sebagai desa yang punya lahan perkebunan cukup luas.
Konflik lahan yang baru-baru ini ramai, salah satunya berkaitan dengan lahan yang sudah lama digarap warga untuk perkebunan lada dan sawit namun kemudian diklaim sebagai lahan milik desa.
Pertemuan yang Berakhir Buntu
Sebelumnya, pertemuan antara warga dan Pemerintah Desa Pergam telah digelar dua kali, termasuk yang berlangsung di kantor desa pada Rabu siang.
Sayangnya, pertemuan yang berlangsung hampir tiga jam itu tidak membuahkan kesepakatan.
Menurut Suhardi, ada dua alasan utama buntu.
Pertama, pemerintah desa tidak bisa menunjukkan dokumen legalitas kepemilikan lahan yang mereka klaim sebagai lahan desa.
Kedua, pihaknya enggan membuka data penjual lahan karena khawatir informasi tersebut akan disalahgunakan dan merugikan kliennya, Iskandar, yang menjadi salah satu pemilik sah lahan.
“Intinya pemerintah desa tidak bisa menunjukkan apapun terkait legalitas lahan desa. Mereka hanya klaim sepihak, seolah-olah merupakan lahan desa dan tidak ada dasarnya,” tegas Suhardi.
Ia menambahkan, pemerintah desa juga tidak pernah melakukan sosialisasi sebelum menetapkan lahan masyarakat sebagai milik desa.
Seharusnya, jika ada proses administrasi atau penerbitan surat keputusan terkait lahan desa, masyarakat mesti dilibatkan agar tidak menimbulkan konflik.
Warga Merasa Dirugikan
Puluhan warga yang mendatangi kantor desa juga mengungkapkan kekecewaannya.
Peki, salah seorang warga Desa Pergam, menuturkan bahwa klaim pemerintah desa benar-benar mengejutkan masyarakat.
“Kami mau mempertanyakan, terkait klaim katanya lahan pribadi kami itu milik desa,” kata Peki.
Menurutnya, lahan yang diklaim desa itu sejatinya sudah dimiliki dan digarap warga sejak lama, bahkan diwariskan turun-temurun.
Tanah tersebut telah ditanami lada dan padi hume (padi darat) yang menjadi mata pencaharian utama banyak keluarga.
“Mayoritas lahan masyarakat diklaim desa itu sudah digunakan untuk berkebun lada dan padi hume sejak lama,” jelasnya.
Peki juga mengaku sudah tiga kali mengajukan pengurusan legalitas tanah beberapa tahun silam, tetapi selalu dipersulit oleh pemerintah desa.
Hal ini menambah kecurigaan warga bahwa ada kepentingan tertentu di balik klaim lahan desa.
“Justru warga sangat menyayangkan sikap Pemerintah Desa Pergam yang menolak pengurusan legalitas tersebut. Padahal jelas-jelas lahan itu milik pribadi,” katanya.
Kuasa Hukum: Ada Unsur Intervensi
Menurut Suhardi, kasus ini memperlihatkan adanya indikasi intervensi dari pemerintah desa terhadap hak masyarakat.
Beberapa warga yang sebelumnya telah menjual lahan dengan sah, kini dihadapkan pada klaim bahwa tanah tersebut adalah milik desa.
“Seolah-olah pemerintah desa ingin memaksa agar lahan tersebut dikembalikan, padahal tidak ada bukti legalitas yang mendukung klaim mereka,” kata Suhardi.
Lebih jauh, ia menyoroti sikap pemerintah desa yang tidak menjalankan fungsi administratif sebagaimana mestinya.
Alih-alih membantu warga mengurus surat tanah, pemerintah desa justru dianggap mempersulit dan kemudian mengklaim lahan sebagai milik mereka.
Kepala Desa Membela Diri

Sementara itu, Kepala Desa Pergam, Sukardi, membela langkah pemerintah desa.
Ia menyebut pertemuan dengan warga merupakan tindak lanjut dari aksi unjuk rasa sebelumnya dan rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Bangka Selatan pada pertengahan September 2025.
Menurut Sukardi, ada empat poin penting tuntutan warga yang saat ini masih diproses pemerintah desa.
Poin tersebut antara lain soal tidak adanya dokumen izin perkebunan kelapa sawit di lahan bermasalah, pengembalian lahan desa, penerbitan surat keputusan (SK) lahan desa, serta transparansi mengenai pihak penjual, pembeli, dan penggarap hutan Sungai Keniris.
“Kami akan mencoba untuk menindaklanjuti laporan itu, karena butuh proses,” ujar Sukardi.
Ia meminta warga bersabar karena sebagian masyarakat memiliki tuntutan berbeda-beda, sehingga perlu dicarikan jalan tengah.
Sukardi juga menegaskan pemerintah desa berkomitmen untuk memberikan kepastian hukum bagi warga yang memiliki lahan sah agar dipermudah dalam pengurusan surat-menyurat.
Jalan Hukum Jadi Opsi Terakhir
Meski pertemuan berakhir tanpa kesepakatan, Suhardi menegaskan bahwa jalur hukum tetap terbuka.
Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan warga untuk menentukan strategi terbaik, apakah melanjutkan kasus ke pengadilan perdata atau mencari langkah hukum alternatif.
“Atau mungkin ada strategi hukum lainnya yang kita lakukan. Terpenting upaya yang kita lakukan harus menguntungkan klien kita,” ujarnya.
Bagi warga, harapan mereka sederhana, kepastian hukum yang adil dan perlindungan atas tanah yang sudah mereka garap sejak lama.
Namun, proses penyelesaian masih panjang, terutama jika kasus ini akhirnya benar-benar dibawa ke meja hijau.
Sengketa Lahan, Persoalan Klasik di Daerah
Kasus di Desa Pergam menambah panjang daftar sengketa tanah di Indonesia.
Banyak konflik serupa muncul karena minimnya sosialisasi, lemahnya administrasi pertanahan di tingkat desa, hingga perbedaan tafsir soal kepemilikan lahan.
Pakar hukum agraria menilai, penyelesaian sengketa tanah seharusnya dilakukan melalui tiga jalur: administratif (pemerintah desa hingga BPN), mediasi, dan jalur hukum.
Namun, dalam praktiknya, jalur administratif seringkali tidak berjalan mulus karena berbagai faktor, termasuk kepentingan politik dan lemahnya regulasi desa.
Jika Desa Pergam gagal menyelesaikan masalah secara musyawarah, pengadilan menjadi satu-satunya opsi yang bisa memberikan putusan final.
Namun, proses itu tentu memakan waktu, biaya, dan energi, baik bagi warga maupun pemerintah desa.
Warga Desa Pergam menegaskan bahwa aksi mereka bukanlah bentuk perlawanan, melainkan upaya mencari keadilan.
Mereka ingin pemerintah desa berlaku adil dan transparan, bukan malah mengklaim sepihak tanah yang sudah digarap masyarakat puluhan tahun.
“Pemerintah desa harus mengambil keputusan seadil-adilnya. Jangan sampai masyarakat kecil jadi korban,” kata Peki dengan nada tegas.
Kini, semua pihak menanti langkah selanjutnya. Apakah konflik ini akan selesai melalui musyawarah, atau justru berlanjut hingga ke meja hijau dan menjadi sengketa panjang yang berlarut-larut.
(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)
Polemik Jual Beli Lahan di Desa Pergam, PH Iskandar Siap Buka-bukaan Data di Pengadilan |
![]() |
---|
Puluhan Warga Datangi Kantor Desa Pergam Bangka Selatan Terkait Permasalahan Lahan |
![]() |
---|
Beras SPHP Segera Beredar Lagi di Bangka Selatan, Dijual Sesuai HET Rp11.300 per Kg |
![]() |
---|
Beasiswa Junjung Besaoh 2025 Dibuka, Kuota 70 Mahasiswa Bangka Selatan, Klik Disini Surat Permohonan |
![]() |
---|
Ada 70 Kuota Beasiswa Junjung Besaoh Goes to Campus, Simak Persyaratannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.